Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image achmad fahad

Tepi Barat, Kisah Perjalanan Sang Mata-mata

Sastra | 2024-11-17 09:07:00
milik pribadi

4

Pada pukul empat sore aku telah berada di sebuah kapal perusak milik angkatan laut Israel yang sedang menuju ke pelabuhan Asdod setelah menyelesaikan latihan bersama dengan angkatan laut Amerika Serikat di laut Mediterania. Sedangkan kapal San Helena yang sebelumnya aku naiki sekarang sedang berlayar kembali menuju Siprus. Kapal perusak dengan nama lambung Dover adalah jenis kapal yang mampu membawa rudal jarak menengah maupun jarak jauh, serta rudal dari laut ke laut maupun rudal dari laut ke udara. Kapal perusak Dover ini akan menjadi mimpi buruk bagi kapal perang musuh jika sampai terjadi pertempuran di tengah laut.

Pada pukul lima sore kapal perusak Dover mulai bersandar di pangkalan angkatan laut Israel yang berada di wilayah Asdod. Setelah kapal akhirnya bersandar dengan sempurna, beberapa menit kemudian aku dipersilakan turun kembali ke daratan oleh kapten kapal. Ketika aku telah berada di daratan, alangkah terkejutnya aku saat mengetahui ada dua orang dari kantor yang secara khusus datang untuk menjemputku. Aku langsung dapat merasakan ada sesuatu yang tidak berjalan dengan semestinya. Namun pada saat itu, aku belum mengetahui apa yang sebenarnya telah terjadi. Salah seorang dari kantor yang aku kenal selama masa pelatihanku di akademi menjulurkan tangan dan berkata kepadaku:

“Bagaimana kabarmu Viktor?” kata Nathan dengan senyum sinis.

“Kabar baik,” jawabku sambil menjabat tangannya. “Apakah ada sesuatu yang buruk sedang terjadi sementara aku tidak ada di sini?” imbuhku juga dengan senyum yang terkesan dipaksakan.

“Nanti engkau akan mengetahuinya sendiri,” jawabnya, “sekarang kantor sedang melakukan upaya perbaikan atas sesuatu yang berjalan tidak semestinya.”

“Oh, begitu,” kataku dengan nada suara getir.

Setelah percakapan singkat diriku dan Nathan, kami bertiga kembali berjalan menyusuri jalan sempit yang diapit dengan gedung-gedung berlantai dua bekas peninggalan Inggris pada masa lalu. Setelah keluar dari jalan sempit, kami bertiga langsung berjalan menuju ke tempat parkir yang berada di dalam komplek pangkalan. Kami menuju ke sebuah mobil sedan berwarna hitam dengan plat nomor yang aku yakin adalah palsu. Nathan dan seorang temannya membuka pintu depan mobil lalu masuk ke dalam, sedangkan aku membuka pintu penumpang kemudian masuk ke dalam dan duduk di kursi penumpang. Nathan segera menyalakan mesin mobil lalu memundurkan mobil dengan hati-hati. Setelah itu melaju dengan perlahan di dalam area pangkalan militer. Mobil yang Nathan kemudikan akhirnya tiba di pintu gerbang pangkalan yang masih tertutup. Seorang petugas jaga yang masih berusia muda keluar dari dalam pos jaga dengan membawa senapan otomatis di dadanya datang menghampiri mobil kami. Nathan segera menurunkan kaca jendela dan menunjukkan kartu tanda pengenal kepada petugas jaga yang sekarang sedang berdiri di sampingnya. Setelah melihat kartu nama Nathan, petugas jaga segera melambaikan tangannya kepada rekannya yang berada di dalam pos jaga untuk membuka pintu gerbang pangkalan. Sejurus kemudian pintu gerbang pangkalan mulai terbuka dan petugas muda tadi segera mengembalikan kartu tanda pengenal milik Nathan. Setelah menerima kartu tanda pengenalnya, Nathan mengucapkan terima kasih kepada petugas jaga dengan seulas senyum. Kemudian mobil mulai melaju meninggalkan komplek pangkalan militer dan masuk ke jalan raya menuju kembali ke Tel Aviv.

***

Empat hari telah berlalu semenjak kepulanganku dari kunjungan singkat dalam penyamaran ke Siprus. Ketika aku kembali masuk kantor seperti biasa, aku merasakan ada aura ketegangan dan kegelisahan yang melingkupi para karyawan. Wajah-wajah penuh ketegangan dan frustasi terpancar jelas ketika aku berpapasan baik di kantin maupun di koridor-koridor dedung kantor pusat Mossad. Pada sore hari ketika aku akan meninggalkan gedung kantor pusat Mossad, seorang perwira kasus senior datang menghampiriku saat aku tengah berada di koridor. Ia tersenyum kepadaku seraya mengulurkan tangan dengan penuh perhatian. Aku menerima uluran tangannya dan aku bisa merasakan keprihatinan yang terpancar dari kedua matanya yang teduh.

“Apakah kamu memiliki sedikit waktu luang?” tanyanya dengan seulas senyum di wajahnya yang terlihat begitu dipaksakan.

“Aku memiliki banyak waktu luang saat ini,” jawabku seraya menambahkan, “apakah ada sesuatu yang ingin engkau sampaikan kepadaku?”

“Aku hanya ingin mengobrol denganmu sebentar.” Ia kembali tersenyum kepadaku. “Bisakah kita mengobrol sambil menikmati secangkir kopi di kantin karyawan?”

“Menurutku itu ide yang bagus,” ujarku dengan tersenyum.

Kami lalu berjalan bersama menuju kantin karyawan yang berada di lantai dasar gedung kantor pusat Mossad. Setelah kami berada di dalam kantin, ia menunjuk sebuah meja dan sepasang kursi kosong yang berada di sudut ruangan serta jauh dari pandangan orang yang berlalu-lalang. Aku langsung berjalan menuju ke tempat yang ia pilih dan duduk menghadap pintu masuk kantin yang saat itu terlihat sudah sepi dari para pengunjung. Aku lalu memesan secangkir kopi hitam dan sepiring kue wafel, sedangkan Yuri memesan secangkir kopi hitam dengan roti kering. Tidak perlu menunggu lama pesanan kami akhirnya tiba. Dengan cekatan seorang pelayan muda menghidangkan pesanan kami di atas meja, setelah selesai melakukan tugasnya ia segera meninggalkan meja kami. Setelah pelayan muda tadi kembali ke tempatnya, Yuri mulai membuka percakapan denganku.

“Sebelumnya aku meminta maaf kepadamu.” Ia menggeleng-gelengkan kepalanya seakan ada sesuatu yang sedang ia pikirkan. “Apakah kamu sudah mengetahui hasil dari operasi yang baru saja dijalankan?” tanyanya kepadaku.

“Maksudmu sebuah operasi rahasia untuk menangkap para pejuang yang baru saja menghadiri pertemuan di Tunisia?” jawabku dengan rasa antusias yang kembali memuncak karena didorong oleh rasa ingin tahu.

“Iya, betul.” Hanya kata itu yang keluar dari mulutnya, seolah ia bergelut dengan dirinya sendiri apakah akan melanjutkan percakapan ini atau mengakhirinya sekarang juga.

“Yuri, sebenarnya apa yang terjadi dengan operasi rahasia tersebut?” tanyaku kepadanya. “Kamu sepertinya menyembunyikan sesuatu dariku, benar kan?”

“Berarti selama ini kamu masih belum mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dalam operasi rahasia tersebut?”

Aku menganggukkan kepalaku sebagai tanda bahwa selama ini aku tidak mengetahui bagaimana kelanjutan juga hasil dari operasi rahasia tersebut.

“Operasi rahasia tersebut akhirnya berubah menjadi sebuah kegagalan total,” katanya dengan suara lirih seolah ia menjaga jangan sampai ada orang yang mendengar apa yang baru saja ia sampaikan.

“Apa maksudmu operasi rahasia tersebut akhirnya berubah menjadi sebuah kegagalan total?” tanyaku dengan raut wajah tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar.

“Ketika pesawat jet pribadi yang diduga ditumpangi oleh orang-orang yang berada dalam daftar hitam kita sedang berada di wilayah udara internasional. Perdana Menteri memberikan izin untuk melakukan pencegatan serta memaksa pesawat jet pribadi tersebut mendarat di pangkalan angkatan udara yang berada di Haifa.”

“Lalu, apa yang terjadi selanjutnya?” tanyaku kepada Yuri. Padahal di dalam hati aku sudah menduga apa yang selanjutnya terjadi.

“Ketika pesawat jet pribadi tersebut berhasil dipaksa mendarat oleh dua jet tempur F-16 milik angkatan udara Israel dari pangkalan udara Romel. Pada saat itulah bencana tersebut terjadi.” Yuri meminum kopinya untuk membasahi tenggorokannya yang mulai terasa kering. Lalu kembali melanjutkan ceritanya, “ketika pesawat jet pribadi tersebut sudah berhenti di landasan dan langsung dikepung oleh sepasukan tentara IDF beserta agen-agen dari dinas keamanan dalam negeri. Pemimpin operasi di lapangan pada saat itu segera meminta pilot untuk membuka pintu pesawat dan memerintahkan seluruh penumpangnya untuk turun ke landasan.

“Saat itu suasana begitu menegangkan karena sesuatu yang buruk bisa saja terjadi yang berakibat jatuhnya korban jiwa dari pihak keamanan Israel. Beberapa saat kemudian pintu pesawat jet pribadi tersebut mulai terbuka. Beberapa agen dinas keamanan dalam negeri segera mengambil posisi di kanan-kiri tangga pesawat. Sedangkan para penembak jitu dari pasukan IDF juga sudah mengambil posisi agar dapat menembak siapa saja orang yang bertingkah mencurigakan. Setelah pintu pesawat jet pribadi tersebut terbuka, beberapa saat kemudian mulai terlihat satu demi satu para penumpangnya yang turun ke landasan dengan tangan terangkat di belakang kepala. Pada saat itulah semua yang telah siap di landasan dibuat tidak percaya dengan apa yang sedang mereka lihat. Para penumpang dari pesawat jet pribadi tersebut ternyata bukanlah orang-orang yang selama ini mereka cari. Para personel dari Dinas Keamanan Dalam Negeri beserta tentara IDF mendapati para pria paruh baya dan beberapa orang wanita yang terlihat ketakutan serta panik dengan keadaan yang tidak pernah mereka duga. Para personel Dinas Keamanan Dalam Negeri yang mengecek paspor mereka hanya bisa menggelengkan kepala dengan perasaan malu dan marah. Seluruh penumpang pesawat jet pribadi tersebut adalah warga negara Yordania yang baru saja pulang dari melakukan perjalanan ke Tunisia dan tidak ada sangkut pautnya dengan pertemuan yang juga berlangsung di sana.

“Kesalahan fatal ini bisa menimbulkan ketegangan politik dengan negara tetangga Yordania dan juga bisa berubah menjadi sebuah skandal internasional karena dengan sengaja memaksa pesawat jet pribadi yang saat itu sedang terbang di wilayah udara internasional. Untuk menghindari skandal internasional yang memalukan bagi pemerintah Israel, akhirnya pemimpin operasi di lapangan setelah berkoordinasi dengan pejabat yang lebih tinggi meminta maaf kepada seluruh penumpang dari pesawat jet pribadi tersebut atas keadaan yang tidak menyenangkan ini. Setelah itu seluruh penumpang dipersilakan untuk masuk kembali ke dalam pesawat dengan sopan dan pilot diberi lampu hijau untuk melanjutkan penerbangan menuju ke tempat tujuan. Setelah pesawat jet pribadi tersebut lepas landas dan berada di wilayah udara internasional, terjadi kekacauan di dalam tubuh pemerintah. Banyak pihak mulai saling curiga dan menuduh tentang siapa yang harus bertanggung jawab atas terjadinya insiden yang sangat memalukan ini. Dinas-dinas rahasia lainnya mulai melancarkan tuduhan bahwa Mossad-lah yang harus bertanggung jawab karena telah salah dalam mengidentifikasi target yang menjadi sasaran dari operasi rahasia kali ini.”

“Langkah apa yang telah diambil oleh kantor pusat sehubungan dengan insiden yang memalukan ini?” tanyaku kepada Yuri.

“Aku tidak tahu pasti langkah apa yang akan diambil oleh kantor pusat. Akan tetapi, muncul rumor atau desas-desus dari orang-orang berpangkat tinggi serta terlibat dalam operasi rahasia kali ini sedang berusaha mencari kambing hitam untuk disalahkan,” katanya dengan suara pelan. “Saat ini keadaan benar-benar kacau di dalam tubuh Mossad. Seperti yang bisa kamu lihat dari wajah para karyawan yang mengalami ketegangan serta rasa frustasi dengan keadaan ini.”

Aku hanya duduk diam sambil mencerna semua informasi yang baru saja ia sampaikan kepadaku. Saat ini bola panas dari gagalnya operasi rahasia kali ini sedang meluncur tidak terkendali, serta banyak pihak yang sedang berusaha untuk melepaskan diri dari bola panas yang bisa menghancurkan karier mereka. Jika bola panas ini terus begulir tidak terkendali dan akhirnya tersebar ke media massa di Israel, konsekuensinya akan semakin memperburuk keadaan yang sudah buruk seperti sekarang ini. Akan ada pejabat di level tinggi yang harus mengundurkan diri atau dipaksa mundur sebagai bentuk tanggung jawab. Untuk menyelamatkan muka serta karir di dalam organisasi, maka langkah yang cerdik adalah mencari kambing hitam untuk mengambil tanggung jawab dari sebuah bencana yang sangat memalukan ini.

Setelah Yuri menyampaikan semua ceritanya kepadaku, terjadi keheningan di meja kami, hanya samar-samar suara kendaraan yang sedang melaju di jalan raya. Kami berdua seakan tenggelam di dalam pikiran masing-masing. Situasi saat ini sungguh buruk dan menekan perasaan. Dampak dari gagalnya misi operasi rahasia kali ini dipastikan akan ada yang terlempar dari dalam organisasi. Muncul sebuah pertanyaan di dalam benakku dalam menyikapi situasi yang semakin memanas setiap harinya. Apakah para petinggi di dalam organisasi termasuk orang nomor satu yang akan terdepak ataukah para pion yang berada di lapisan terbawah organisasi yang akan terdepak? Mengingat para pion inilah bagian terlemah dalam sebuah permainan rahasia seperti pada kasus kali ini.

Aku dan Yuri akhirnya berpisah di lobi kantor pusat Mossad setelah menikmati secangkir kopi hitam di kantin karyawan. Sebelum berpisah dengan Yuri, aku menjabat tangannya dan memeluknya sebagai seorang sahabat. Yuri segera berbalik menuju ke ruang kerjanya karena ada beberapa hal yang harus ia selesaikan terlebih dahulu sebelum bisa pulang ke rumah. Setelah Yuri tidak terlihat lagi, aku segera menuju ke pintu keluar kantor pusat Mossad yang berada di Tel Aviv. Senja telah tiba ketika aku berjalan menuju ke tempat parkir mobil karyawan. Di sini masih terlihat beberapa mobil yang terparkir dengan teratur. Aku segera menuju ke mobilku, membuka pintunya dan masuk ke dalam. Selama beberapa menit aku hanya duduk diam di balik kemudi mobil sambil merenungkan informasi yang baru saja Yuri sampaikan. Tidak terasa suasana di luar mulai berubah gelap dan aku bisa melihat titik-titik cahaya bintang yang berkilau di langit kota Tel Aviv.

Aku menyalakan mesin mobil dan mulai berjalan meninggalkan gedung kantor pusat Mossad yang sejauh ini masih banyak orang yang tidak mengetahuinya. Setelah aku melewati pos penjaga, mobil yang aku kendarai segera berbaur dengan mobil-mobil lainnya di jalanan kota Tel Aviv. Aku segera menuju ke apartemen tempat di mana aku selama ini tinggal bersama istriku yang lokasinya berada di luar posat kota. Kurang dari satu jam perjalanan aku telah tiba di area parkir bawah tanah dari sebuah gedung apartemen tempat di mana aku tinggal. Setelah menutup pintu mobil dan menguncinya, aku segera menuju ke apartemenku yang berada di lantai enam.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image