(Cerpen) Pertemuan Sunan Gunung Jati dan Permaisuri Sun
Sastra | 2024-11-15 23:39:55
Pada suatu masa, di tanah yang jauh di Timur, sebuah pertemuan yang tak terduga berlangsung di sebuah istana megah. Di atas sana, di kerajaan yang kaya dan berkuasa, Kaisar Hongxi memimpin Dinasti Ming. Di tengah kedamaian yang dimiliki, sebuah pertemuan terjadi antara dua dunia yang berbeda—dunia kerajaan besar Cina dan dunia Islam yang berkembang di Nusantara.
Sunan Gunung Jati, seorang wali yang bijaksana dan pendiri Kesultanan Cirebon, telah melakukan perjalanan panjang dari Jawa menuju Tiongkok. Perjalanannya bukan hanya untuk mempererat hubungan antara kedua kerajaan, tetapi juga untuk membuka jalan bagi penyebaran ajaran Islam di tanah Cina. Dengan darah Arab yang mengalir dalam dirinya, ia membawa pesan damai, cinta, dan pengajaran yang mendalam.
Setibanya di ibukota, Sunan Gunung Jati diterima dengan hormat oleh Kaisar Hongxi, yang melihat potensi besar dalam hubungan diplomatik antara Dinasti Ming dan kerajaan-kerajaan Islam di Asia Tenggara. Namun, yang lebih tak terduga adalah undangan untuk bertemu dengan Permaisuri Sun, istri Kaisar Xuande dan wanita yang dikenal karena kebijaksanaannya.
Permaisuri Sun, seorang wanita yang tenang dan penuh perhatian, menyambut kedatangan Sunan Gunung Jati dengan rasa ingin tahu dan hormat. Ia mendengar banyak tentang kehebatan wali dari Jawa ini—tentang kesabaran dan pengabdiannya terhadap rakyat, serta ajarannya yang membawa kedamaian. Ia penasaran, apakah pria di depannya ini benar-benar seperti yang dikatakan orang-orang.
Dalam sebuah ruang yang dipenuhi oleh keharuman bunga dan angin sejuk dari taman istana, mereka bertemu. Permaisuri Sun duduk dengan tenang, mengenakan pakaian kerajaan yang anggun, sementara Sunan Gunung Jati, dengan pakaian sederhana namun penuh wibawa, berdiri dengan rasa hormat.
"Yang Mulia Permaisuri," kata Sunan Gunung Jati, suaranya lembut namun penuh kekuatan, "Saya datang untuk mempererat hubungan antara tanah saya, tanah yang penuh dengan kebesaran agama, dan kerajaan Anda yang besar."
Permaisuri Sun tersenyum, memandang pria yang ada di depannya. "Saya mendengar banyak tentang perjalanan Anda, Sunan. Anda datang dari jauh, membawa ajaran yang penuh dengan damai. Apa yang membuat Anda ingin menyebarkan ajaran ini jauh dari tanah asal Anda?"
Sunan Gunung Jati duduk di hadapan permaisuri, matanya berbinar dengan keyakinan yang dalam. "Agama, Yang Mulia, bukan hanya sekadar ritual, tetapi cara hidup. Islam mengajarkan kita untuk saling menghormati, menyayangi sesama, dan mencari kedamaian. Saya percaya bahwa kedamaian dapat menyatukan segala perbedaan."
Permaisuri Sun mendengarkan dengan saksama, terkesan dengan ketenangan dan kebijaksanaan yang terpancar dari kata-kata Sunan. Ia tahu bahwa kedatangan Sunan Gunung Jati bukan hanya tentang politik, tetapi tentang sesuatu yang lebih besar—sebuah jembatan untuk perdamaian antarbangsa dan antaragama.
"Apa yang Anda bawa dari tanah Anda," tanya Permaisuri Sun, "bisa memberikan pengaruh besar pada tanah ini, seperti halnya pada tanah Anda sendiri. Namun, dunia kita penuh dengan perbedaan. Bagaimana kita bisa memastikan bahwa ajaran ini diterima dengan baik di sini?"
Sunan Gunung Jati menundukkan kepala sejenak, meresapi pertanyaan itu. "Yang Mulia, perbedaan bukanlah penghalang. Kita semua berasal dari sumber yang sama, dan kita semua mendambakan kedamaian. Saya percaya bahwa setiap orang, di mana pun mereka berada, bisa menerima nilai-nilai kebaikan, kasih sayang, dan keadilan. Tugas kita adalah menyampaikan pesan itu dengan penuh hikmah."
Permaisuri Sun terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Sunan. Ia merasa ada kedamaian yang luar biasa dalam pertemuan ini, sesuatu yang lebih dari sekadar perbincangan antara dua orang dari latar belakang yang berbeda. Ada ikatan spiritual yang terjalin, sebuah pemahaman bahwa kedamaian bisa tumbuh dari akar yang berbeda-beda, asalkan ditanam dengan kasih dan pengertian.
"Ajaran Anda, Sunan, adalah sesuatu yang dapat memperkaya dunia kita. Kita akan membantu Anda, dan kerajaan kami akan mendukung penyebaran damai yang Anda bawa," kata Permaisuri Sun, suaranya penuh ketulusan.
Sunan Gunung Jati tersenyum, dan dengan penuh hormat ia membungkukkan tubuh. "Terima kasih, Yang Mulia. Semoga kedamaian selalu menyertai kita semua."
Malam itu, di bawah cahaya bulan yang lembut, dua dunia yang berbeda saling bersentuhan. Permaisuri Sun dan Sunan Gunung Jati, meskipun berasal dari latar belakang yang sangat berbeda, menemukan kesamaan dalam tujuan mereka—untuk membawa kedamaian dan
kesejahteraan bagi umat manusia.Kisah pertemuan mereka akan dikenang sebagai sebuah simbol perdamaian antarbangsa, di mana dua hati yang bijaksana bertemu, menyatukan visi untuk masa depan yang lebih baik.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.