Ganti Kurikulum Ganti Menteri, Bagamana Nasib Generasi?
Agama | 2024-11-15 10:07:05
Pergantian menteri Pendidikan identik dengan pergantian kurikulum pendidikan. Pernyataan ini tidak sepenuhnya salah, kenyataannya inilah yang terjadi di dunia pendidikan tanah air. Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen), Abdul Mu'ti telah mengusulkan konsep Kurikulum Deep Learning sebagai pendekatan belajar baru. Konsep ini bertujuan untuk memberikan pengalaman belajar yang lebih bermakna dan menyenangkan bagi siswa (Kompas.com; 11/11/2024)
Menurut Abdul Mu’ti , Deep learning bukanlah sebuah kurikulum yang akan menggantikan Kurikulum Merdeka Belajar secara keseluruhan. Ini adalah pendekatan belajar yang menekankan pada pemahaman mendalam dan pengalaman belajar yang bermakna. Deep learning terdiri dari tiga elemen utama, Mindful Learning (menyadari perbedaan setiap siswa), Meaningful Learning ( Mendorong siswa berpikir aktif dan terlibat dalam proses belajar) dan Joyful Learning ( menjadikan proses belajar menyenangkan dan bermakna). Tujuan Utamanya meningkatkan kapasitas siswa dengan fokus pada pemahaman mendalam terhadap materi pelajaran.
Isu perubahan kurikulum ini mengemuka setelah Mendikdasmen menyatakan bahwa akan menerapkan deep learning. Meski dinyatakan bahwa deep learning bukanlah kurikulum, namun metode dan perubahan kurikulum dimungkinkan pada tahun ajaran baru, namun rakyat sudah memiliki persepsi bahwa “ganti Menteri ganti kebijakan’, entah ganti kurikulum atau kebijakan yang lain.
Kurikulum adalah nafas dari sistem pendidikan suatu negara. Ia merupakan landasan utama dalam menentukan tujuan pendidikan, isi materi pelajaran, metode pengajaran, dan sistem evaluasi. Terhitung sejak 1984 kurikulum pendidikan Indonesia telah mengalami enam kali perubahan, yaitu kurikulum 1984, kurikulum 1994, kurikulum KBK (2004), Kurikulum KTSP (2006), Kurikulum 2013 (K-13) dan saat ini Kurikulum Merdeka. Berbagai perubahan dalam sistem pendidikan nasional selama ini, nyatanya belum mampu mewujudkan manusia seutuhnya, generasi beriman dan bertakwa dan terampil sebagaimana tujuan pendidikan.
Bahkan generasi hari ini adalah generasi yang rapuh, generasi yang mudah terbawa arus kehidupan materialistik, halal haram tidak lagi menjadi standar dalam berbuat, pahala dan dosa pun tidak lagi menjadi pertimbangan dalam bertingkah laku. Akhirnya muncullah berbagai kasus yang memprihatinkan di dunia pendidikan seperti maraknya bunuh diri, bulliying, tawuran, narkoba, judi online hingga terlibat pinjol. Bukankah ini sangat memprihatinkan? Ini membuktikan perubahan kurikulum tidak serta merta mampu mencetak generasi yang unggul
Perubahan ini bisa terjadi akibat ketidak jelasan visi dan misi pendidikan yang diterapkan negara, atau pun demi menyesuaikan dengan tuntutan global atau dunia industri. Sebagai contoh Kurikulum Merdeka yang diperkenalkan oleh Kemendikbudristek pada bulan Februari 2022 sebagai langkah untuk mengatasi krisis pembelajaran (learning crisis) yang cukup lama. Selain itu, kondisi ini diperparah akibat pandemi Covid-19 yang banyak mengubah proses pembelajaran tatap muka menjadi pembelajaran jarak jauh. Akibatnya terjadi adaptasi besar-besaran pada semua elemen pendidikan.
Belum genap tiga tahun kurikulum ini berjalan, sudah ada wacana perubahan kurikulum yang digaungkan Mendikdasmen saat ini. Memang, setiap terjadi perubahan kurikulum ada harapan sistem pendidikan semakin baik, namun jika output yang dihasilkan kian “tidak baik-baik saja” seharusnya ada evaluasi terhadap sistem pendidikan yang diterapkan.
Adanya perubahan kurikulum, namun tetap dengan asas sekuler kapitalisme tidak akan pernah menghasilkan generasi unggul. Potret generasi yang dihasilkan adalah generasi minim adab, berpikiran bebas (liberal), makin berpotensi berbuat kerusakan dan masalah di tengah-tengah masyarakat.
Asas sekuler kapitalisme adalah asas yang memisahkan agama dengan kehidupan, materi menjadi satu-satunya ukuran kesuksesan. Ironisnya, di negeri mayoritas muslim, agama hanya sekedar ibadah ritual tanpa melibatkannya dalam kehidupan. Aturan syara’ tidak digunakan untuk mengatur semua aspek kehidupan termasuk sistem pendidikan. Maka wajar perubahan kurikulum pendidikan tidak membawa dampak yang signifikan.
Sistem Pendidikan Islam yang berasaskan akidah Islam memberikan arah yang jelas pada visi dan misi Pendidikan. Terbentuknya kepribadian Islam yang terurai menjadi pola pikir dan pola sikap yang berlandaskan akidah menjadi tujuan pendidikan. Pola pikir dan pola sikapnya seiring dan sejalan dengan syariat Islam. Dengan demikian syariat menjadi patokan bertingkah laku dan bersikap pada peserta didik. Pola pikir Islami berkaitan dengan pemahaman peserta didik tentang hukum-hukum Islam (wajib, sunnah, mubah, makruh dan haram) sedangkan pola sikap islami berkaitan dengan perilaku peserta didik yang sesuai syariat Islam dalam semua aspek kehidupan.
Kurikulum Islam merupakan bagian dari sistem Pendidikan Islam. Kurikulum dengan pondasi akidah ini akan membentuk generasi emas berkepribadian Islam, dan ilmunya bermanfaat untuk kemaslahatan umat. Bagaimana tidak, peserta didik sejak dini sudah ditanamkan keimanan yang kuat terhadap satu-satunya pencipta yang berhak disembah, berhak dipatuhi semua perintah dan laranganNya. Pada tingkat dasar, materi akidah dan tsaqofah Islam diutamakan agar peserta didik mempunyai landasan keimanan yang kokoh untuk menerima ilmu dan menerapkannya. Sehingga output yang dihasilkan adalah generasi yang mumpuni di bidangnya namun ketaatannya luar biasa.
Sejarah panjang peradaban Islam telah memberikan bukti nyata akan keunggulan sistem Pendidikan Islam, yang diterapkan dalam negara yang menerapkan Islam kafah. Bahkan cendekiawan barat pun mengakuinya, banyaknya sekolah yang didirikan menjadi bukti kegemilangan kurikulum Islam seperti, Nizhamiyah (1067—1401 M) di Baghdad, Al-Azhar (975 M—sekarang) di Mesir, Al-Qarawiyyin (859 M—sekarang) di Maroko, dan Sankore (989 M—sekarang) di Timbuktu, Mali, Afrika.
Keberhasilan pendidikan akan diraih jika menjadikan Islam sebagai standar dalam kurikulum pendidikan. Namun, untuk mewujudkan kurikulum yang handal diperlukan penerapan sistem Islam secara komperehensif pada semua aspek kehidupan.
Wallahu a’lam bisshawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.