Setelah Petani, Peternak pun Rugi, di mana Peran Negara?
Ekonomi Syariah | 2024-11-12 08:19:59Setelah Petani, Peternak pun Rugi, di mana Peran Negara?
Oleh. Rochma Ummu Satirah
Nasib rakyat di negeri ini seakan semakin terpinggirkan. Usaha mereka untuk mengusahakan perekonomian yang baik tak banyak membuahkan hasil. Justru kebijakan ekonomi yang dibuat oleh negara membuat nasib mereka semakin miris.
Setelah Petani, Peternak pun Rugi
Sudah menjadi berita utama tentang nasib petani beberapa waktu yang lalu. Harga hasil panen merek anjlok. Bahkan harga jualnya tak mampu mencukupi biaya produksi tanam mereka. Mau tak mau mereka harus ikhlas.
Ada yang membagikan hasil panen tersebut. Ada yang membuang. Ada yang langsung mentraktor lahan mereka untuk ditanami tanaman baru karena tak lagi ada biaya panen dan pasca panen.
Nasih serupa sepertinya sedang dihadapi oleh peternak sapi. Setiap harinya, peternak sapi perah membuang susu murni di Boyolali sebanyak 30-50 ribu liter senilai Rp400 juta gara-gara produksi mereka. Hal ini karena industri pengolah susu (IPS) menolaknya karena ada pembatasan kuota.
Akibat pembatasan itu, ratusan peternak sapi perah dan pengepul susu di Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu, 9 November 2024, menggelar aksi protes dan mendesak pemerintah memberikan perhatian serius terhadap permasalahan yang sedang mereka hadapi, (tempo.co/10-11-2024).
Mereka membuang susu ini karena hal ini lebih mudah dilakukan. Upaya membagikan secara gratis dan yang lainnya sudah dilakukan. Namun, jumlah susu setiap harinya sangatlah banyak, bahkan mencapai ribuan liter. Sedangkan susu cepat basi dan segera butuh untuk penanganan.
Impor Menjadi Biang Keladi
Sudah bukan rahasia lagi bahwa pemerintah memudahkan dan membuka kran impor sebanyak-banyaknya. Dengan alasan bahwa produksi dalam negeri tidak mencukupi kebutuhan nasional sehingga dibutuhkanlah impor atau mengambil supply dari luar negeri.
Impor dari luar negeri ini pun sudah sering dilakukan untuk produk-produk kebutuhan vital. Sebut saja beras, gula, jagung, beberapa jenis sayuran dan saat ini disinyalir adalah impor susu. Inilah yang membuat turunnya atau bahkan tak tertampungnya produksi dalam negeri.
Karena itu, produk impor pun membanjiri pasar. Bahkan, produk dalam negeri seakan tenggelam akibat keberadaan produk impor ini. Beberapa produk bahkan tak mampu bersaing dengan produk impor sehingga kehilangan eksistensinya, sebut saja bawang putih.
Melihat fakta ini, sudah seharusnya pemerintah mengkaji ulang kebijakan impor ini. Sudah seharusnya pemerintah memberikan perhatian utama pada kesejahteraan rakyat. Membantu di kala rakyat menghadapi kesulitan serta mencarikan solusi tuntas dan efektif untuk hal tersebut.
Buah Kapitalisme
Kran impor yang dibuka sebesar-besarnya oleh pemerintah disinyalir pula mampu mendatangkan keuntungan material yang sangat besar untuk pejabat dan kroninya. Di sinilah ada perputaran uang besar yang menguntungkan para pejabat ini.
Sudah terbukti ada beberapa menteri dan pejabat negara yang menjadi tersangka korupsi dalam kasus impor ini. Hal ini membuktikan bahwa kebijakan pemerintah hanya berorientasi pada pemerolehan keuntungan pribadi dan kelompok mereka.
Jika memang alasan impor adalah ketidakmampuan produksi dalam negeri, tentunya yang harus dilakukan pemerintah adalah mengupgrade kemampuan petani untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Baik itu dengan ekstensifikasi atau pun intensifikasi pertanian. Bukan malah membuka keran impor ini.
Inilah bukti penerapan sistem kapitalisme oleh negara ini. Yang menjadi standar adalah kepentingan pribadi atau kelompok untuk mendapatkan materi yang sebanyak-banyaknya. Kepentingan rakyat tentu bukanlah yang utama. Nasib kesejahteraan rakyat bukan lagi menjadi perhatian utama mereka.
Islam Melindungi Petani dan Peternak
Dua aspek ini yaitu pertanian dan peternakan merupakan aspek vital dalam kehidupan manusia. Penyediaan pangan sebagai kebutuhan primer ditopang oleh keduanya. Sehingga, eksistensinya sangat mempengaruhi eksistensi kehidupan manusia itu sendiri.
Oleh karena itu, negara haruslah memberikan perhatian yang besar dan utama kepada dua aspek ini. Jika dirasa produksi dalam negeri tidak mampu, pemerintah harus membuat mekanisme untuk memaksimalkan produksi dalam negeri ini terlebih dahulu.
Misalnya dengan intensifikasi pertanian seperti memberikan bantuan bibit, alat-alat pertanian, kesediaan pupuk yang sampai memudahkan kerja petani. Ekstensifikasi pertanian bisa dalam bentuk melakukan perluasan lahan, tentunya rakyat dimudahkan untuk membuka hutan dengan tetap menjalankan aturan pelestarian lingkungan. Bisa juga dengan penambahan alat produksi pertanian.
Jika masalahnya ada di aspek distribusi, pemerintah juga harus gerak cepat untuk membantu. Hal ini nyata karena di satu daerah harganya melonjak, tapi di daerah lain harganya sangat turun. Untuk itu, pemerintah harus siap membantu distribusi produksi ini sampai memberikan pemerataan. Pemerintah bisa untuk memberikan kemudahan alat transportasi yang memudahkan distribusi hasil produksi pertanian rakyat.
Impor baru dilakukan jika memang segala upaya di atas sudah dilakukan namun kebutuhan dalam negeri masih belum terpenuhi. Impor ini pun juga harus diperhatikan pelaksanaannya. Jangan sampai dilakukan secara kontinu yang justru akan membuat ketergantungan pangan nasional ke luar negeri.
Negara harus tetap memikirkan bagaimana mengandalkan produksi dalam negeri. Baik dengan pengenjotan level produksi dan perbaikan kualitas produksi itu sendiri.
Namun sayang, hal ini tak bisa kita dapati dalam sistem kehidupan saat ini. Pemerintah sebagai pemegang tanggung jawab dan amanah rakyat tak menjalankan hal ini dengan optimal. Justru perhatian mereka pada kepentingan material pribadi dan kelompok mereka sendiri.
Inilah buah dari sistem kapitalisme yang diterapkan oleh negeri ini. Bentuk pelayanan kepada rakyat serta tanggung jawab kekuasaan tak dijalankan. Tak ada amanah yang dijalankan dengan optimal dan maksimal.
Sedangkan dalam sistem Islam yang diterapkan secara maksimal oleh negara Khilafah, akan memberikan perhatian maksimal pada nasib petani dan peternak. Landasan keimanan para pejabat menggerakan setiap daya upaya mereka untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat sebagai bentuk tanggung jawab dan amanah kekuasaan mereka. Ada rasa takut akan murka Allah saat mereka tidak amanah menjalankan tugas ini.
Beberapa prosedur pengoptimalan produksi dalam negeri yang disebutkan di atas akan dijalankan dengan optimal demi kesejahteraan rakyat. Bukan demi keuntungan pribadi dan golongan.
Inilah sistem Islam yang mampu mewujudkan kesejahteraan rakyat secara optimal. Sistem ini hanya bisa diterapkan secara maksimal dalam negara yang menjalankan syariat Islam tersebut. Inilah daulah Khilafah Islamiyah yang sedang diupayakan untuk ditegakan oleh sebagian kaum muslim. Selain karena kewajiban muslim untuk menerapkan syariat Islam secara menyeluruh, sistem ini juga mampu mengatasi segala persoalan kehidupan manusia sampai menghadirkan sistem yang memberikan kesejahteraan dalam kehidupan manusia. Wallahu'alam bishowab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.