Keluar dari Jebakan Kerumunan Menuju Kekuatan Jamaah
Khazanah | 2024-11-11 14:08:37#Seri Edu Sufistik for Leader
Oleh: Muhammad Syafi’ie el-Bantanie
(Founder Edu Sufistik)
Sebakda masa Nabi Musa ‘alaihissalam, Bani Israil kembali berpecah-belah dan membelakangi Taurat dalam kehidupan. Akibatnya, mereka ditindas oleh berbagai bangsa silih berganti. Datanglah masa Nabi Samuel diutus Allah untuk membimbing Bani Israil.
Kepada Nabi Samuel, Bani Israil meminta agar beliau berdoa kepada Allah untuk menghadirkan pemimpin yang bisa memimpin mereka membebaskan diri dari tirani Jalut. Disampaikanlah wahyu dari Allah bahwa Thalut-lah pemimpin pilihan Allah bagi Bani Israil.
Bani Israil protes, “Mengapa Allah memilih Thalut, seorang yang miskin dan bukan golongan bangsawan? Mengapa bukan salah seorang di antara kami yang bangsawan dan hartawan?”
“Allah memilih Thalut karena dia diberikan kekuatan fisik dan keluasan ilmu,” terang Nabi Samuel.
Kisah saya skip ke episode perjalanan jihad Bani Israil yang dikomandoi Thalut. Thalut memimpin sekira 80.000 pasukan Bani Israil untuk berjihad melawan Jalut, seorang tiran dari bangsa Amaliqah, dan pasukannya.
Di tengah perjalanan jihad yang terik nan panas menyengat. Tibalah masa Allah menguji kualitas iman dan kesabaran Bani Israil.
“Allah menguji kalian dengan sebuah sungai,” ujar Thalut kepada Bani Israil.
Bani Israil hanya diizinkan meminum setangkup tangan. Namun, yang terjadi hampir semua dari mereka meminum air sungai Yordan sepuasnya. Hanya sekitar 313 orang yang meminum setangkup tangan.
Benar saja, orang-orang yang meminum sepuasnya itu ternyata tidak sabar menghadapi beratnya jihad. Mereka mengatakan, “Kami tidak sanggup untuk berperang melawan Jalut dan pasukannya yang besar dan gagah perkasa itu.”
Sedangkan, 313 orang yang meminum setangkup tangan membantah, “Berapa banyak pasukan kecil bisa mengalahkan pasukan besar dengan izin Allah.”
Majulah 313 pasukan ini seraya berdoa, “Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami, kokohkanlah langkah kami dan tolonglah kami menghadapi orang-orang kafir.”
Dengan pertolongan Allah, Thalut dan pasukannya berhasil mengalahkan Jalut dan pasukannya. Daud ‘Alaihissalam, yang masih remaja, berhasil membunuh Jalut dengan izin Allah.
Kisahnya saya stop sampai di sini. Apa pelajarannya? Orang-orang yang meminum sepuasanya dan akhirnya mundur, merekalah kerumunan. Sedangkan, 313 orang yang meminum setangkup tangan dan terus berjihad, inilah jama’ah. Kisah ini diabadikan dalam QS. 2: 246-251.
Pada saat menjelang meletusnya perang Badar, Qais bin Abi Sha’sha’ah menghitung jumlah pasukan muslim. “Tiga ratus tiga belas,” ujar Qais melapor kepada Rasulullah.
“Ini jumlah pasukan Thalut,” ujar Rasulullah penuh optimisme.
Dialog itu direkam oleh Ibnu Sa’ad, seorang sejarawan muslim terkemuka, dalam kitabnya Thabaqat ibnu Sa’ad. Poinnya bukan tentang kesamaan angkanya, melainkan kesamaan kualitas keimanan dan mentalitas kesabaran antara pasukan Thalut dan pasukan Badar. Dengan kesamaan kualitas itulah, Rasulullah berharap pasukan Badar dimenangkan oleh Allah menghadapi pasukan kafir Quraisy meski kalah jauh dalam jumlah pasukan dan perlengkapan perang.
Pasukan Thalut dan Badar adalah simbol dari kokohnya jama’ah yang dibangun di atas keimanan dan kesabaran. Sehingga, mereka sanggup berjuang melampaui kalkulasi matematika manusia. Kemenangan haq atas bathil bukanlah tentang supremasi kuantitas, melainkan supremasi kualitas.
Dalam kehidupan sehari-hari, shalat berjama’ah adalah contoh nyata bagaimana praktik berjama’ah. Orang yang menjadi imam haruslah memenuhi kriteria secara fiqh (lahir) dan tasawuf (batin) untuk menjadi imam. Karena itulah, makmum bergerak seirama gerakan imam. Namun demikian, ketika imam keliru, makmum wajib mengingatkan. Dan, imam mesti sedia mengikuti koreksi dari makmum. Hingga shalatpun sampailah kepada salam (keselamatan, kedamaian, kesentausaan).
Karya-karya dan prestasi besar hanya lahir dari jama’ah, bukan kerumunan. Maka, mari kita keluar dari jebakan kerumunan menuju kekuatan jama’ah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.