Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Sri Wahyuni Wulandari

Kebiasaan Berbohong di Dunia Maya dan Dampaknya terhadap Akhlak Umat

Agama | 2025-12-05 18:58:40
Ilustrasi Kebiasaan Berbohong dan Penyebaran Informasi Palsu di Dunia Maya (Pinterest/Freepik)

Di era digital saat ini, dunia maya telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan manusia. Media sosial bukan hanya ruang berbagi kabar, tetapi juga menjadi tempat membangun citra, mencari pengakuan, bahkan ajang pelampiasan emosi. Namun, di balik kemudahan itu, muncul satu kebiasaan yang kian mengkhawatirkan: berbohong di ruang digital. Kebohongan tak lagi disampaikan secara langsung, melainkan melalui unggahan, status, komentar, hingga penyebaran informasi yang belum tentu benar.

Bohong di dunia maya hadir dalam berbagai bentuk. Ada yang memalsukan identitas, melebih-lebihkan cerita hidupnya, memutarbalikkan fakta, hingga menyebarkan informasi palsu demi keuntungan pribadi atau sekadar mencari perhatian. Ironisnya, kebohongan semacam ini sering dianggap sebagai hal biasa. Bahkan, tidak sedikit yang menganggapnya sebagai bagian dari “strategi” bertahan di tengah kerasnya persaingan sosial. Padahal, dalam ajaran Islam, kejujuran adalah fondasi utama akhlak mulia. Allah SWT dengan tegas berfirman:

يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوا اتَّقُوا اللّٰهَ وَقُوْلُوْا قَوْلًا سَدِيْدًاۙ ۝٧٠

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70)

Ayat ini menegaskan bahwa kejujuran bukan sekadar sikap personal, melainkan juga identitas keimanan seseorang. Berbohong, dalam bentuk apa pun, termasuk di dunia maya, merupakan tanda rapuhnya integritas moral.

Kebiasaan berbohong di ruang digital membawa dampak serius terhadap akhlak umat. Pertama, kebohongan melemahkan rasa tanggung jawab terhadap kebenaran. Seseorang yang terbiasa memanipulasi fakta akan semakin sulit membedakan mana yang benar dan mana yang keliru. Kedua, kebohongan merusak kepercayaan sosial. Ketika informasi palsu semakin marak, rasa saling percaya di tengah masyarakat pun perlahan terkikis. Lebih dari itu, kebiasaan berbohong juga membentuk karakter yang rapuh. Pelaku kebohongan akan terus terjebak dalam lingkaran dusta, karena satu kebohongan biasanya harus ditutupi dengan kebohongan lain. Lama-kelamaan, hati menjadi tumpul terhadap rasa bersalah. Padahal Rasulullah SAW telah mengingatkan:

إِنَّ الصِّدْقَ يَهْدِي إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِي إِلَى الْجَنَّةِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ حَتَّى يَكُونَ صِدِّيقًا، وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِي إِلَى الْفُجُورِ، وَإِنَّ الْفُجُورَ يَهْدِي إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَكْذِبُ، حَتَّى يُكْتَبَ عِنْدَ اللَّهِ كَذَّابًا

Artinya: “Sesungguhnya kejujuran membawa kepada kebaikan, dan kebaikan membawa ke surga. Dan sesungguhnya kebohongan membawa kepada kejahatan, dan kejahatan membawa ke neraka.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hadis ini menunjukkan bahwa kebohongan bukan hanya masalah etika sosial, tetapi juga persoalan keselamatan akhirat. Di dunia maya, dampak kebohongan bahkan bisa berlipat ganda. Satu informasi palsu dapat menyebar dalam hitungan menit dan memengaruhi ribuan bahkan jutaan orang. Akibatnya bisa sangat serius: perpecahan, fitnah, kerusakan nama baik, hingga konflik sosial. Kebohongan yang awalnya dianggap sepele, pada akhirnya dapat menghancurkan keharmonisan umat.

Fenomena ini menunjukkan bahwa tantangan akhlak di era digital tidak bisa dianggap remeh. Umat Islam dihadapkan pada ujian besar: menjaga kejujuran di tengah arus informasi yang begitu deras dan sering kali menyesatkan. Karena itu, literasi digital dan kesadaran moral harus berjalan beriringan. Setiap individu dituntut untuk lebih berhati-hati dalam berbicara, menulis, maupun membagikan informasi.

Kejujuran adalah cahaya. Ia mungkin tak selalu menguntungkan secara instan, tetapi membawa ketenangan, kepercayaan, dan keberkahan. Sebaliknya, kebohongan mungkin tampak menguntungkan sesaat, namun pada akhirnya hanya akan meninggalkan kegelisahan dan kerusakan. Di tengah dunia maya yang penuh ilusi, menjaga kejujuran adalah bentuk nyata dari menjaga iman dan akhlak.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image