Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Arin Farida

Kritis Boleh, Kebablasan Jangan: Etika Mahasiswa Gen Z dalam Perspektif PPKn

Pendidikan dan Literasi | 2025-12-17 09:38:38
https://depositphotos.com/photo/college-students-raising-hands-158467466.html

Mahasiswa sejak lama dipandang sebagai motor perubahan sosial. Saat ini, peran tersebut dijalankan oleh Generasi Z, generasi yang tumbuh di tengah perkembangan teknologi digital, media sosial, serta ruang ekspresi yang terbuka luas. Mahasiswa Gen Z dikenal berani, kritis, dan responsif terhadap berbagai persoalan sosial maupun politik. Namun, di balik keberanian itu, muncul pertanyaan mendasar: apakah sikap kritis tersebut telah selaras dengan etika sebagai warga negara dan sebagai bagian dari komunitas akademik?

Dalam kajian Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn), sikap kritis justru merupakan karakter yang perlu dipupuk. Mahasiswa diarahkan untuk berpikir logis, objektif, dan mampu menyampaikan pendapat secara bertanggung jawab. Hal ini sejalan dengan prinsip demokrasi Pancasila yang menjamin kebebasan berpendapat. Meski demikian, kebebasan tersebut memiliki batas, yaitu nilai etika, tanggung jawab moral, serta penghormatan terhadap hak dan martabat orang lain.

Realitas yang sering ditemui saat ini menunjukkan bahwa kritik mahasiswa kerap disampaikan melalui media sosial dengan ungkapan yang tajam, sinis, bahkan menjurus pada penghinaan. Kritik yang seharusnya berfungsi sebagai kontrol sosial dan sarana perbaikan justru berubah menjadi serangan personal. Di titik inilah persoalan etika mahasiswa Gen Z muncul ke permukaan. Bersikap kritis adalah hal yang wajar, tetapi ketika kritik disampaikan tanpa adab, nilai-nilai Pancasila mulai terabaikan.

Dalam perspektif PPKn, persoalan ini berkaitan erat dengan pengamalan Pancasila sila kedua dan sila keempat. Sila kedua, “Kemanusiaan yang adil dan beradab,” mengajarkan bahwa setiap tindakan, termasuk menyampaikan kritik, harus mencerminkan sikap beradab dan menghormati sesama manusia. Sementara itu, sila keempat menegaskan pentingnya kebijaksanaan dan musyawarah dalam menyampaikan pendapat, bukan sekadar luapan emosi atau kemarahan.

Etika mahasiswa juga tidak dapat dipisahkan dari jati dirinya sebagai insan akademik. Kampus seharusnya menjadi ruang dialog intelektual yang sehat, bukan tempat saling mencela. Kritik yang ideal adalah kritik yang didukung oleh data, disampaikan dengan bahasa yang santun, serta memiliki tujuan untuk memperbaiki keadaan. Dengan cara demikian, mahasiswa tidak hanya tampil vokal, tetapi juga menunjukkan kedewasaan dan integritas.

Prinsip etika dalam berpendapat tersebut sejalan dengan nilai-nilai Islam. Al-Qur’an menegaskan pentingnya menjaga ucapan dan berkata benar. Allah SWT berfirman:

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kamu kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-Ahzab: 70)

Ayat ini menekankan bahwa kebebasan berbicara harus disertai dengan kejujuran dan tanggung jawab. Selain itu, Allah SWT juga berfirman:

“Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik.” (QS. An-Nahl: 125)

Pesan tersebut sangat relevan bagi mahasiswa Gen Z. Kritik yang disampaikan secara bijaksana dan beretika akan lebih efektif serta berpeluang membawa perubahan positif dibandingkan kritik yang disampaikan dengan amarah dan ujaran kebencian.

Oleh karena itu, menjadi mahasiswa yang kritis tidak berarti bebas berbicara tanpa batas. Tantangan terbesar mahasiswa Gen Z justru terletak pada kemampuannya menjaga keseimbangan antara keberanian menyuarakan kebenaran dan etika dalam kehidupan berbangsa. PPKn berperan sebagai pedoman agar mahasiswa tidak hanya unggul secara intelektual, tetapi juga matang secara moral dan bertanggung jawab sebagai warga negara.

Pada akhirnya, mahasiswa Gen Z diharapkan mampu menjadi teladan dalam praktik demokrasi yang sehat: berani mengkritik tanpa melampaui batas, menyuarakan aspirasi tanpa kehilangan adab, serta aktif berpendapat tanpa meninggalkan nilai-nilai Pancasila. Sebab, perubahan yang bermakna tidak lahir dari kegaduhan semata, melainkan dari pemikiran yang jernih dan etika yang terjaga.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image