Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Study Rizal Lolombulan Kontu

Hadlratusysyekh KH Hasyim Asy'ari: Pahlawan Ulama dan Perintis Kemerdekaan Indonesia

Agama | 2024-11-10 17:59:20

Pada setiap Hari Pahlawan, bangsa Indonesia mengenang jasa para pejuang yang berkontribusi dalam memerdekakan tanah air dan membangun bangsa. Di antara tokoh besar yang berperan dalam perjuangan fisik, pemikiran, dan agama adalah Hadlratusysyekh K.H. Hasyim Asy’ari. Beliau tidak hanya seorang ulama tetapi juga pendiri Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam terbesar di Indonesia yang memiliki pengaruh luar biasa dalam menjaga kesatuan bangsa serta mengembangkan pendidikan Islam.

Kehidupan dan Latar Belakang

Hadlratusysyekh K.H. Hasyim Asy’ari lahir pada 10 April 1875 dan wafat 25 Juli 1947 di Jombang, Jawa Timur. Beliau tumbuh di lingkungan keluarga yang religius dan memiliki tradisi keilmuan yang kuat. Hasyim Asy’ari mengawali pendidikan agamanya di pesantren-pesantren terkemuka di Jawa dan bahkan melanjutkan studinya ke Mekah. Di sana, ia tidak hanya mendalami ilmu agama tetapi juga menyaksikan perkembangan pemikiran Islam yang progresif dan dinamis. Pengalaman dan ilmu yang didapat di Mekah menjadi bekal utama dalam perjuangannya membangun pendidikan Islam di Indonesia.

Pendiri Nahdlatul Ulama dan Peran Dakwah

Pada 31 Februari 1926, Hadlratusysyekh K.H. Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama (NU), organisasi Islam yang berorientasi pada pengembangan pendidikan dan sosial. NU didirikan sebagai respons atas tantangan zaman yang dihadapi umat Islam Indonesia, khususnya untuk mempertahankan pemahaman Islam tradisional Ahlussunnah wal Jama'ah. Beliau menulis “Risalah Ahlus Sunah wal Jama’ah”. Dalam pandangannya, NU bukan sekadar organisasi keagamaan tetapi juga wadah dakwah untuk menjaga tradisi-tradisi lokal yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam, membangun umat yang berwawasan luas, toleran, dan cinta tanah air.

NU tumbuh menjadi salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yang berperan dalam pendidikan melalui pengembangan pesantren. Sebagai seorang ulama, Hadlratusysyekh mendorong dakwah yang penuh toleransi, mendukung keberagaman, dan menolak radikalisme. Ajarannya tentang Islam yang moderat dan penuh kasih sayang menginspirasi generasi penerus dan menjadi landasan kuat bagi gerakan dakwah NU hingga kini.

Peran dalam Kemerdekaan Indonesia

Hadlratusysyekh K.H. Hasyim Asy'ari adalah tokoh kunci dalam perlawanan terhadap penjajahan Jepang dan Belanda. Ketika Jepang menjajah Indonesia pada tahun 1942-1945, Hadlratusysyekh dan tokoh-tokoh Islam lainnya memobilisasi umat untuk berjuang demi kemerdekaan. Beliau memimpin federasi Islam baru yang bernama Masyumi (sebelumnya MIAI—Majelis Islam A’la Indonesia) dan menginisiasi terbentuknya laskar santri yang bernama Hizbullah serta laskar ulama yang bernama Sabilillah.

Pada 22 Oktober 1945, atas permintaan Presiden Soekarno dalam menghadapi upaya Belanda kembali menjajah Indonesia dengan membonceng tentara Sekutu yang dipimpin Inggris, Hadlratusysyekh mengeluarkan fatwa yang dikenal sebagai Resolusi Jihad. Resolusi ini mengimbau seluruh umat Islam untuk berjuang mempertahankan proklamasi kemerdekaan 17 Agustus 1945. Fatwa tersebut menegaskan bahwa mempertahankan kemerdekaan adalah kewajiban agama, dan bahwa berjuang melawan penjajah sama dengan berjihad.

Fatwa Resolusi Jihad ini menjadi landasan moral bagi para santri-ulama dan masyarakat untuk mempertahankan kemerdekaan, yang kemudian memicu peristiwa heroik Pertempuran 10 November di Surabaya. Peristiwa ini menjadi salah satu momentum penting dalam sejarah kemerdekaan Indonesia, yang kemudian dikenang sebagai Hari Pahlawan.

Kontribusi dalam Pendidikan Islam

Selain perjuangan fisik, Hadlratusysyekh K.H. Hasyim Asy’ari sangat berdedikasi dalam mengembangkan pendidikan Islam. Beliau mendirikan Pondok Pesantren Tebuireng di Jombang, yang menjadi salah satu pesantren terbesar dan paling berpengaruh di Indonesia. Di pesantren ini, Hadlratusysyekh menanamkan nilai-nilai keislaman yang moderat, berpikir kritis, dan cinta tanah air. Pesantren Tebuireng kemudian melahirkan banyak tokoh bangsa, termasuk putranya, K.H. Wahid Hasyim, dan cucunya, Abdurrahman Wahid (Gus Dur), yang keduanya juga menjadi tokoh besar dalam sejarah Indonesia.

Hadlratusysyekh juga meninggalkan berbagai karya tulis yang berisi panduan kehidupan beragama, sosial, dan politik yang relevan bagi umat Islam Indonesia. Beliau menekankan pentingnya ilmu dan akhlak yang luhur dalam membangun masyarakat yang beradab. Karyanya yang terkenal, seperti “Kitab Adab al-‘Alim wa al-Muta’allim”, mengajarkan etika seorang guru dan murid, serta menanamkan semangat belajar sepanjang hayat.

Gelar Pahlawan Nasional dan Warisan Abadi

Atas jasa-jasanya, Hadlratusysyekh K.H. Hasyim Asy’ari dianugerahi gelar Pahlawan Nasional oleh pemerintah Indonesia pada tahun 1964. Gelar ini merupakan bentuk penghargaan atas dedikasinya dalam perjuangan fisik, pendidikan, dan pengembangan ajaran Islam di Indonesia. Warisan pemikiran dan perjuangan beliau terus dilanjutkan oleh generasi penerus NU dan menjadi fondasi kuat bagi umat Islam Indonesia dalam menghadapi berbagai tantangan zaman.

Semangat nasionalisme dan patriotisme yang ditanamkan Hadlratusysyekh tidak hanya menjadi inspirasi bagi kalangan santri tetapi juga bagi seluruh rakyat Indonesia. Beliau mengajarkan bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman, dan bahwa mempertahankan negara adalah bagian dari jihad. Ajaran dan nilai yang ditinggalkan oleh Hadlratusysyekh relevan hingga kini, mengingatkan kita untuk selalu menjaga persatuan, moderasi, dan cinta tanah air.

Mengenang Hadlratusysyekh pada Hari Pahlawan

Pada Hari Pahlawan ini, Hadlratusysyekh K.H. Hasyim Asy’ari menjadi salah satu sosok yang patut kita kenang. Semangat perjuangan, kecintaannya terhadap ilmu, dan ketulusannya dalam membimbing umat adalah contoh nyata dari nilai-nilai kepahlawanan. Beliau menunjukkan bahwa menjadi pahlawan tidak hanya berarti berjuang dengan senjata, tetapi juga dengan ilmu dan dedikasi untuk kemajuan masyarakat.

Hadlratusysyekh mengajarkan bahwa kepahlawanan bisa lahir dari peran seorang guru, ulama, dan pemimpin yang penuh keikhlasan. Di tengah perkembangan zaman, nilai-nilai yang diwariskannya tetap menjadi inspirasi untuk melahirkan generasi yang cinta tanah air, moderat, dan berakhlak mulia. Dengan semangat ini, kita dapat bersama-sama melanjutkan perjuangan beliau untuk Indonesia yang damai, sejahtera, dan berkeadaban.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image