Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yulia Fahira

Pemberantasan Judi Hanya Mimpi Dalam Demokrasi

Agama | 2024-11-10 10:22:49
Ilustrasi: Judi Online. Sumber: iStock.

Polda Metro Jaya kembali menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus perlindungan judi online, yang melibatkan pegawai hingga staf ahli Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). Dengan demikian, total tersangka dalam kasus ini menjadi 16 orang. Dua tersangka baru dari pihak berbeda. Satu tersangka dari Komdigi dan satu lainnya adalah warga sipil. Sebelumnya sebelas tersangka kasus dugaan tindak pidana judi online dan penyalahgunaan wewenang oleh pegawai di Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) memperkerjakan delapan operator untuk mengurus 1.000 situs judi online yang mereka "bina" agar tidak diblokir. (Kompas.com, 01/11)

Terkait adanya oknum pegawai yang terlibat dalam kasus judi online, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) RI, Meutya Hafid buka suara. Pihaknya berkomitmen mendukung penuh arahan Presiden Prabowo Subianto untuk memberantas segala bentuk aktivitas ilegal, termasuk judi online. "Penegakan hukum akan dilakukan secara tegas dan tanpa pandang bulu terhadap siapapun yang terlibat, termasuk dan terkhusus jika itu adalah pejabat di lingkungan Kementerian kami," kata Meutya dalam keterangan resmi yang dikutip Jumat, 1 November 2024. Menteri komdigi itu juga kembali mengingatkan bahwa seluruh Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Kementerian Komdigi telah meneken pakta integritas memerangi judi online.

Judi online ibarat virus yang terus menjangkit siapapun yang menyentuhnya, dampak yang di timbulkan akibat judi online juga tidak main-main, mulai dari masalah finansial, psikis, rusaknya tatanan rumah tangga dan masyarakat hingga bunuh diri akibat terlilit hutang.

Langkah pemerintah dalam memberantas judi online salah satunya membentuk Satuan Tugas (Satgas) pemberantas judi online yang dibentuk pada akhir masa jabatan presiden Jokowi (14/6/2024) yang kemudian dilanjutkan pada kepemimpinan presiden Prabowo. Namun sayangnya upaya tersebut belum berhasil mencapai tujuannya dan nampaknya pemerintah juga belum memahami akar persoalan judol ini, buktinya hingga kini judol terus berkembang pesat dan menjangkiti segala lapisan masyarakat termasuk para pejabat.

Selain itu, jauh sebelumnya telah terdapat pula aturan undang-undang yang dapat menjerat para pelaku judi online yang di atur didalam pasal 45 ayat 3 UU 1/2024 yang berbunyi, "setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan, mentransmisikan dan / atau membuat dapat diaksesnya informasi elektronik dan / atau dokumen elektronik yang memiliki muatan perjudian dipenjara paling lama 10 tahun atau denda paling banyak 10 miliyar." Namun sayang, lagi-lagi hal ini tak memberikan efek jera bagi para pelaku.

Pemberantasan Judi/judol hanya mimpi ketika aparatur negara yang seharusnya memberantas justru memanfaatkan wewenangnya untuk memperkaya diri sendiri/kelompok. Tidak adanya ketakwaan didalam diri membuat para aparat dan pejabat tersilaukan oleh kedudukan dan kekayaan sehingga tidak dapat mengemban amanahnya dan kehilangan perannya sebagai pelindung masyarakat, hal ini disebabkan penerapan sistem kehidupan sekuler kapitalis yang memisahkan aturan agama dari kehidupan sehingga masyarakat didalam sistem ini hidup dengan kebebasan dan berbuat sesuai dengan keinginan hawa nafsu yang tentu saja dapat menghalalkan segala cara untuk meraih kekayaan/materi termasuk dalam penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang. Hal ini juga diperparah dengan sistem hukum yang lemah. Hukum yang ada saat ini adalah hukum buatan manusia yang dapat diasah atau ditumpulkan sesuai pesanan dan ini juga yang membuat pemberantasan judi makin jauh dari harapan.

Miris, di negeri yang mayoritas penduduknya adalah muslim ternyata tak berbanding lurus dengan penerapan syariat Islam didalamnya, justru banyak para ulama dan intelektual muslim yang berdiam diri bahkan menolak diterapkannya syariat islam. Justru dengan sukarela hidup dalam aturan batil demokrasi yang berasaskan pemisahan agama dari kehidupan (sekuler) yang membuat kaum muslim dan masyarakat terus terperosok kedalam jurang kemaksiatan. Hal inilah yang merupakan akar persoalan masalah yang terus terjadi saat ini.

Islam mengharamkan segala bentuk kemaksiatan termasuk perjudian dan menutup celah terjadinya judi dengan mekanisme tiga pilar yaitu pertama, ketakwaan individu, yang dapat terbentuk melalui sistem pendidikan Islam yang akan melahirkan generasi cerdas dan memiliki kepribadian Islam sehingga terwujud SDM yang amanah dan taat terhadap aturan Allah SWT.

Kedua, kontrol masyarakat terjadi dalam waktu yang bersamaan ketika telah terbentuk SDM yang berkepribadian Islam sehingga akan tercipta aktivitas amar ma'ruf nahi mungkar yang terjadi didalam lingkungan masyarakat apabila terdapat kemaksiatan di lingkungan sekitar.

Ketiga, penerapan sistem hukum yang tegas dan memberi efek jera oleh negara. Hukum di dalam Islam memiliki dua fungsi yaitu sebagai pencegah (zawajir) dan penebus dosa (jawabir). Sanksi untuk pelaku perjudian di dalam Islam merupakan takzir yaitu hukuman atas tindak pidana yang sanksinya sepenuhnya ditentukan berdasarkan ijtihad Khalifah. Allahu'alam bishshawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image