Islam Berantas Korupsi dan Suap, Wujudkan Keadilan
Agama | 2024-11-10 05:09:14
Kasus KKN di Indonesia begitu menggurita. Selama 2023 ICW mencatat ada 791 kasus dengan 1.695 tersangka. Di tahun 2024, KPK telah menangani 93 kasus korupsi dengan 100 tersangka.
Korupsi dan suap menjadi momok di seluruh wilayah Indonesia. Baik itu di kalangan pejabat daerah sampai pusat, baik di sektor perdagangan, pertambangan, sosial, pendidikan, bahkan kesehatan.
Saat ini, kasus korupsi Tom Lembong dan suap hakim kasus Ronald Tannur menjadi hal yang tengah menjadi pertimbangan di khalayak. Pemerintah dianggap tebang pilih pada kasus Tom Lembong karena impor gula di era Zulkifli Hasan dan menteri perdagangan lainnya lebih tinggi. Kasus Ronald Tannur menampakkan kasus suap di ranah peradilan yang seharusnya hakim menjadi mahkamah bersih, tetapi ternyata mampu diperjualbelikan.
Hukuman bagi pelaku koruptor pun dianggap ringan. Apalagi saat mereka mendapat remisi. Hartanya juga masih melimpah karena aset mereka tidak sepenuhnya diambil oleh penegak hukum walaupun termasuk hasil dari korupsi.
Beginilah wajah demokrasi dengan asas sekulerisme. Agama dipisahkan dari kehidupan dan hidup hanya untuk materi semata. Seluruh kegiatan, aktivitas, pekerjaan, dilakoni oleh manusia atas dasar kepentingan dan kepuasan materi. Bahkan penegakan hukum pun mampu dibeli. Pemberantasan pun tidak mampu adil dan diselimuti kepentingan para pemilik jabatan. Hukum mudah dipermainkan karena hukum berada di tangan manusia. Kebijakan dengan mudah dirubah berdasarkan kepentingan. Hal ini karena semboyan kedaulatan berada di tangan rakyat yang akhirnya berakhir di tangan korporat oligarki.
Hal ini sungguh berbeda dengan hukum dalam Islam. Dalam Islam, pemerintahan di dasarkan pada hukum Islam. Sumber hukum dalam bernegara adalah Al-Qur'an dan As-sunah. Sehingga yang dijadikan rujukan adalah hukum Syara'. Karena dalam Islam kedaulatan berada di tangan Syara', Allah SWT. Sehingga seorang pejabat negara, tidak diijinkan mengubah hukum sekehendaknya. Hukum hanya legal dite
Islam bukan hanya mengatur berkaitan dengan ibadah, namun Islam juga mengatur ranah masyarakat bahkan negara. Islam bahkan menetapkan sistem sanksi bagi para penjahat termasuk pejabat yang melakukan korupsi dan suap.
Bagaimana cara Islam memberantas korupsi dan suap?Ada 3 pilar yang akan dibangun oleh Islam dalam menegakkan hukum Syara' yang akhirnya akan mampu memberantas korupsi dan suap.
Pertama, ketaqwaan individu. Syariat Islam memerintahkan untuk membangun ketaqwaan individu. Keluarga menjadi pondasi pertama membentuk ketaqwaan dalam diri anak-anaknya sehingga orang tua wajib membangun rumah tangganya berdasarkan Islam dan mendidik anak-anaknya sesuai dengan Islam. Pendidikan aqidah harus diberikan sejak anak dalam kandungan. Saat mereka tumbuh menjadi anak-anak, mereka juga akan mendapatkan pendidikan dasar di sekolah dengan dasar aqidah Islam. Manusia tumbuh menjadi pribadi beriman dan bertaqwa kepada Allah. Mereka cinta kepada Allah dan takut ketika akan melanggar syariatNya. Saat mendapat amanah mengurusi masyarakat, mereka akan berusaha adil dan amanah karena takut akan hisab.
Allah berfirman, “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penegak (kebenaran) karena Allah (dan) saksi-saksi (yang bertindak) dengan adil. Janganlah kebencianmu terhadap suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlakulah adil karena (adil) itu lebih dekat pada takwa. Bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.” (TQS. Al-Maidah:7).
"Janganlah kamu makan harta di antara kamu dengan jalan yang batil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada para hakim dengan maksud agar kamu dapat memakan sebagian harta orang lain itu dengan jalan dosa, padahal kamu mengetahui, " (TQS. Al-Baqarah:188).
“Rasulullah SAW melaknat pelaku suap dan penerima suap dan perantara antara keduanya.” (HR. Tirmidzi)
Banyak ayat dan hadist terkait larangan korupsi dan suap serta perintah adil dan amanah dalam memegang kekuasaan. Sehingga seorang yang beriman, harusnya takut dalam memegang amanah dan berusaha bertindak seadil-adilnya agar mendapat ridho Allah SWT.
Kedua, kontrol masyarakat. Amar makruf nahi Munkar menjadi hal wajib yang harus dilakukan oleh masyarakat. Saat individu tidak sesuai dengan syariat, orang di sekitarnya wajib mengingatkan. Masyarakat saling peduli dan menasehati dalam kebaikan dan kesabaran. Sehingga individu akan semakin kuat dalam beriman dan bertaqwa kepada Allah dan tumbuh menjadi pribadi sholeh dan sholehah.
Saat melihat penyelewengan atau ketidak sesuaian yang dilakukan oleh penguasa, masyarakat juga melakukan amar makruf nahi mungkar kepada mereka. Saat terjadi penyelewengan, masyarakat juga boleh melaporkannya kepada Khalifah atau qadli. Sehingga hukum syara' akan terwujud di tengah masyarakat.
Ketiga, penegakkan hukum Islam dalam negara. Negara dalam Islam atau daulah Islamiyah atau Kekhilafahan, berkewajiban menegakkan hukum Islam dalam kehidupan. Kekuasaan dalam Islam adalah amanah besar dan metode yang ditetapkan oleh Islam untuk menerapkan hukum Islam secara kaffah. Sehingga Khalifah dalam Islam haruslah seorang muslim, laki-laki, baligh, merdeka, berakal, mampu, dan adil. Tugas Khalifah adalah mengurus masyarakat agar berjalan sesuai syariat.
Negara dalam Islam harus menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupan, khususnya menegakkan hukum yang berkaitan dengan habluminannas meliputi sistem politik, ekonomi, sosial, pendidikan, dan sanksi. Negara wajib mengedukasi dan berusaha mewujudkan ketaqwaan pada setiap diri masyarakatnya dengan menerapkan sistem pendidikan dan sosial sesuai dengan Islam. Selain itu, masyarakat akan dicukupi kebutuhannya melalui sistem ekonomi dalam Islam.
Para pemegang amanah kekuasaan haruslah mereka yang mampu dan adil juga. Mereka harus menjalankan amanahnya sebaik mungkin sesuai syariat. Mereka tahu, kekuasaan adalah amanah dan korupsi serta suap adalah keharaman dan dosa besar. Negara akan memberikan gaji yang layak untuk memenuhi kebutuhan kehidupan mereka.
Saat ada yang melakukan pelanggaran berupa korupsi dan suap, negara akan menerapkan sistem sanksi berupa ta'zir yang ditetapkan oleh Khalifah. Hukumannya bisa berupa hukuman cambuk, pengasingan, penjara/kurungan, pengumuman kepada public, pemboikotan, pembayaran kompensasi, bahkan hukuman mati. Tergantung berat ringannya pelanggaran yang dilakukan.
Khalifah Umar bin al-Khaththab ra. dengan tegas melakukan audit terhadap harta para pejabatnya. Beliau juga menyita harta para pejabatnya yang dinilai berlebih dari seharusnya. Beliau pernah mengaudit kelebihan harta Abu Hurairah ra. Beliau juga menyita hadiah yang didapat Abu Sufyan dari pemberian Muawiyah, anaknya yang menjadi gubernur di Syam (Lihat: Ibnu al-Jauzi, Shifat ash-Shafwah, 2/47; Ibnu Katsir, Al-Bidâyah wa an-Nihâyah, 7/114).
Di dalam Islam, para aparat penegak hukum selalu diingatkan agar jangan pernah merasa aman dari hisab dan balasan Allah SWT. Allah SWT berfirman:
اَفَاَمِنُوْا مَكْرَ اللّٰهِۚ فَلَا يَأْمَنُ مَكْرَ اللّٰهِ اِلَّا الْقَوْمُ الْخٰسِرُوْنَ
Apakah mereka merasa aman dari siksaan Allah (yang tidak terduga)? Tidak ada yang merasa aman dari siksaan Allah selain kaum yang rugi (TQS al-A’raf [7]: 99).
Ketakwaan itulah yang menjadikan Qadhi Syuraikh memutuskan perkara dengan adil. Karena keadilannya, seorang penguasa sekalipun, seperti Khalifah Ali bin Abi Thalib ra., kalah dalam sengketa melawan orang Yahudi di pengadilan. Pasalnya, menurut Qadhi Syuraikh, Khalifah Ali tidak punya saksi dan bukti kuat menuduh orang Yahudi mencuri baju besi miliknya. Demikian sebagaimana dikisahkan antara lain oleh Ibnu Katsir dalam Al-Bidayaah wa an-Nihaayah dan Ibnu Atsir dalam Al-Kâmil fî at-Târîkh.
Dengan demikian, lahirlah para pejabat yang amanah dalam memegang kekuasaan. Korupsi dan suap pun mampu diberantas.
WaAllahu'alam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.