Kasus Perundungan Anak: 5 Kesalahan Orangtua yang Membuat Anak Rentan Terhadap Bullying
Edukasi | 2024-11-09 11:49:21Kasus perundungan anak masih menjadi masalah serius yang memerlukan perhatian khusus dari berbagai pihak, terutama para orang tua. Seiring waktu, tindakan bullying atau perundungan terhadap anak semakin meningkat di Indonesia. Bullying ini dapat muncul dalam berbagai bentuk, mulai dari kontak fisik, verbal, nonverbal tidak langsung, hingga cyberbullying, bahkan pelecehan seksual. Oleh karena itu, sangat penting bagi orang tua untuk lebih waspada terhadap pergaulan dan perkembangan anaknya.
Meskipun berbagai faktor dapat menyebabkan seorang anak menjadi korban perundungan, salah satu faktor yang paling sering diabaikan adalah kesalahan dari pihak orang tua sendiri. Ironisnya, kesalahan-kesalahan ini sering kali terjadi tanpa disadari. Berikut adalah lima kesalahan orang tua yang perlu dihindari agar anak tidak menjadi korban perundungan.
1. Tidak Mendengarkan Pendapat dan Cerita Anak
Komunikasi adalah kunci utama dalam membangun hubungan yang kuat antara anak dan orang tua. Penting bagi orang tua untuk memberikan ruang kepada anak untuk menyampaikan pendapat, berbagi cerita, serta mengekspresikan perasaannya. Sayangnya, masih banyak orang tua yang menganggap cerita anak adalah hal yang sepele dan remeh.
Ketika anak merasa diabaikan, mereka merasa tidak dihargai dan kurang diperhatikan. Hal ini bisa membuat anak menjadi pribadi yang tertutup dan enggan berbicara tentang masalah yang mereka hadapi, termasuk bullying. Padahal, mendengarkan anak adalah langkah awal yang sangat penting untuk memahami pengalaman dan perasaan mereka.
Ketika anak tidak merasa didengar, ia cenderung lebih mudah menjadi korban bullying karena mereka merasa tidak memiliki tempat aman untuk melaporkan apa yang sedang terjadi.
2. Melontarkan Candaan yang Menyakiti Perasaan Anak
Bercanda dengan anak memang merupakan cara yang baik untuk mempererat hubungan. Namun, orang tua harus sangat berhati-hati dalam memilih jenis candaan yang dilontarkan. Terkadang, candaan yang dianggap lucu oleh orang tua ternyata bisa menyakiti perasaan anak.
Contohnya, candaan mengenai fisik atau kelemahan anak yang terus diulang-ulang. Hal ini bisa sangat mempengaruhi kesehatan mental anak, membuatnya merasa tidak berharga dan menurunkan rasa percaya diri. Anak yang sering kali menjadi objek candaan negatif dari orang tuanya dapat tumbuh menjadi pribadi yang pemalu, tidak percaya diri, dan merasa tidak berguna.
Lebih parah lagi, candaan seperti ini dapat menjadi contoh bagi teman-teman sebayanya untuk melakukan hal serupa. Akhirnya, anak tersebut menjadi target bullying di lingkungan sosialnya karena telah terbiasa dilecehkan bahkan oleh orang tuanya sendiri.
3. Memberikan Panggilan Berdasarkan Ciri Fisik Anak
Panggilan sayang memang bisa menjadi bentuk kasih sayang, tetapi panggilan yang berdasarkan ciri fisik, seperti "si gembul", "si hitam", atau "si kribo", justru bisa berakibat buruk bagi mental anak. Meski tidak bermaksud menyakiti, namun hal ini termasuk dalam bentuk verbal bullying.
Ketika orang tua terbiasa memberikan panggilan seperti ini, anak bisa tumbuh dengan perasaan tidak percaya diri terhadap penampilan fisiknya. Dampaknya bisa panjang, mulai dari rasa malu yang berlebihan hingga rendahnya penghargaan diri. Selain itu, ketika orang tua melakukan ini, hal tersebut dapat ditiru oleh orang lain di sekitar anak, yang pada akhirnya menambah beban mental yang dirasakan anak.
4. Membicarakan Hal Negatif Tentang Anak di Depan Orang Lain
Kesalahan orang tua yang sering kali terjadi tanpa disadari adalah membicarakan hal negatif atau kekurangan anak di depan orang lain. Misalnya, orang tua menceritakan kebiasaan buruk atau perilaku negatif anak di hadapan teman atau kerabat, dengan tujuan untuk mengeluhkan atau mencari dukungan.
Jika si anak mendengar hal tersebut, rasa percaya dirinya bisa berkurang drastis. Anak akan merasa dihakimi dan dipermalukan, apalagi jika hal ini terjadi di depan orang banyak. Anak yang sering merasa dipermalukan akan lebih rentan menjadi korban bullying karena ia merasa bahwa orang-orang di sekitarnya, termasuk orang tuanya, tidak benar-benar peduli atau menghargai dirinya.
Kebiasaan buruk ini dapat membuat anak merasa bahwa ia tidak memiliki nilai positif di mata orang tua, sehingga kehilangan motivasi untuk berkembang dan meningkatkan diri. Sebagai orang tua, sebaiknya cobalah untuk selalu menghargai setiap pencapaian anak dan menghindari menjelekkan anak, baik secara langsung maupun tidak langsung.
5. Selalu Mengkritik Anak
Kritikan memang perlu untuk mendidik dan mengarahkan anak ketika mereka berbuat salah. Namun, kritik yang diberikan terus-menerus, terutama yang tidak disertai penjelasan atau solusi yang jelas, justru dapat membuat anak merasa dihakimi. Anak yang selalu dikritik tanpa penghargaan akan kehilangan rasa percaya dirinya.
Dampak dari kritik yang tidak proporsional adalah anak merasa takut untuk mencoba hal-hal baru, khawatir melakukan kesalahan, dan bahkan merasa tidak mampu. Dalam banyak kasus, anak yang selalu merasa tidak cukup baik dapat tumbuh dengan perasaan rendah diri yang mendalam. Mereka juga cenderung defensif dan menghindari risiko karena takut mendapatkan penilaian negatif.
Anak yang terbiasa menerima kritik negatif cenderung menjadi target yang mudah bagi perundung. Hal ini karena mereka sudah terbiasa merasa dirinya tidak cukup baik dan tidak layak, sehingga lebih sulit untuk melawan atau membela diri ketika menjadi target bullying.
Bagaimana Mencegah Anak Menjadi Korban Perundungan?
Mencegah anak menjadi korban perundungan tidak hanya membutuhkan perhatian dari lingkungan sekolah atau teman sebayanya, tetapi juga membutuhkan peran aktif dari orang tua. Berikut adalah beberapa langkah yang dapat dilakukan orang tua untuk memastikan anak mereka tidak menjadi korban perundungan:
- Bangun Komunikasi yang Terbuka: Pastikan anak merasa nyaman untuk bercerita tentang pengalaman dan perasaannya. Jangan meremehkan apa pun yang anak sampaikan, sekecil apa pun itu.
- Hargai Perasaan Anak: Bercanda boleh, tapi pastikan candaan tersebut tidak menyakiti perasaan anak. Berikan penghargaan kepada anak, baik secara verbal maupun dalam bentuk sikap dan tindakan.
- Hindari Label Berdasarkan Fisik: Orang tua sebaiknya menghindari memberikan julukan berdasarkan ciri fisik anak. Lebih baik menggunakan nama panggilan yang positif dan mendukung rasa percaya diri anak.
- Jangan Membicarakan Kekurangan Anak di Depan Orang Lain: Hindari membicarakan kekurangan atau kebiasaan buruk anak di depan orang lain. Sebaliknya, lebih baik fokus pada kelebihan atau hal positif yang bisa dibanggakan.
- Berikan Kritik yang Membangun: Berikan kritik dengan cara yang membangun dan disertai dengan solusi. Pastikan anak mengerti bahwa setiap orang bisa melakukan kesalahan dan penting untuk belajar dari kesalahan tersebut.
Akhir Kata
Bullying atau perundungan terhadap anak adalah masalah serius yang perlu dihadapi dengan kerja sama antara pihak sekolah, lingkungan sosial, dan terutama orang tua. Peran orang tua dalam mencegah anak menjadi korban perundungan sangatlah besar. Kesalahan orang tua yang sering kali terjadi tanpa disadari dapat meningkatkan risiko anak menjadi korban bullying.
Oleh karena itu, penting bagi setiap orang tua untuk lebih berhati-hati dalam berkomunikasi dan memperlakukan anak. Hindari melakukan kesalahan-kesalahan seperti tidak mendengarkan cerita anak, melontarkan candaan yang menyakitkan, memberikan panggilan berdasarkan fisik, membicarakan keburukan anak di depan orang lain, serta memberikan kritik yang tidak membangun. Dengan demikian, orang tua dapat membantu membangun rasa percaya diri anak dan menciptakan lingkungan yang lebih aman bagi mereka, sehingga anak terhindar dari risiko perundungan.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.