Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image achmad fahad

Tepi Barat Kisah Perjalanan Sang Mata-mata

Sastra | 2024-11-09 09:32:32
sumber foto: milik pribadi

Kepalaku teras berat dan pusing manakala aku berusaha membuka mata. Dengan perlahan aku memiringkan tubuhku ke arah kanan untuk mengambil telepon genggam yang aku letakkan di atas meja rias tepat di samping tempat tidurku. Aku mengetuk layar sebanyak dua kali hingga layar kembali menyala. Setelah layar kembali menyala, aku dapat melihat jika sekarang sudah pukul delapan pagi. Aku harus memaksa tubuhku bangun dari tempat tidur dan membersihkan diri di kamar mandi. Karena aku harus segera keluar dari hotel dan pergi menuju ke sebuah dermaga untuk memulai perjalanan kembali ke Israel dengan menggunaka kapal motor. Sejauh ini aku masih belum mendapatkan informasi apa pun mengenai jalannya operasi yang sedang berlangsung. Setelah turun dari tempat tidur, aku mulai berjalan perlahan menuju ke kamar mandi dan mulai membersihkan diri dengan air dingin.

Setelah selesai membersihkan diri dan berganti dengan pakaian bersih. Aku segera merapikan kembali kamar tempat di mana aku menginap selama beberapa hari ini. Aku tidak ingin meninggalkan petunjuk apa pun yang bisa mengarahkan seseorang kepadaku dan akhirnya membongkar siapa aku sebenarnya. Setelah merasa yakin tidak ada petunjuk apa pun yang bisa menuntun ke arah pengungkapan identitasku yang sesungguhnya. Aku mulai berjalan menuju ke pintu kamar, membukanya lalu mulai berjalan santai menuju ke meja resepsionis yang berada di lobi hotel untuk mengembalikan kunci kamar. Setelah aku mengembalikan kunci kamar kepada petugas resepsionis yang selalu tersenyum ramah, aku berjalan dengan santai menuju ke pintu keluar hotel dan segera disambut dengan sinar matahari musim panas yang menyilaukan mata.

Aku segera memakai kacamata hitam untuk menghalau sinar matahari yang membuat kepalaku kembali terasa pusing. Aku segera berjalan menuju ke deretan taksi yang sedang terparkir menunggu penumpang. Aku memilih taksi yang terdepan, masuk ke kursi penumpang dan memberi tahu sopir ke mana tujuanku. Taksi mulai berjalan perlahan meninggalkan area parkir Hotel Continental dan masuk ke jalan raya utama yang ada di kota Siprus. Taksi yang aku tumpangi berjalan perlahan karena siang itu jalanan di pusat kota Siprus tengah dipadati oleh kendaraan yang berlalu-lalang. Selama perjalanan aku hanya duduk bersandar di kursiku sambil pandanganku memandang ke luar jendela taksi. Sebenarnya banyak yang bisa dilihat dari pulai kecil yang menarik ini. Akan tetapi, saat itu pikiranku masih berkecamuk menanti bagaimana hasil dari operasi yang sedang berjalan. Sampai sejauh ini aku masih belum mendapat kabar apa pun dari beberapa pihak yang terlibat dalam operasi ini,

Aku baru menyadari jika taksi yang aku tumpangi saat ini sedang berjalan menyusuri jalanan pinggir pantai yang dipenuhi dengan berbagai jenis kapal dan ukuran yang tengah ditambatkan. Itu artinya tidak lama lagi aku akan tiba di tempat tujuan. Sopir taksi yang aku tumpangi mulai berbelok masuk ke sebuah Pelabuhan Internasional Limassol dan kemudian berhenti di terminal keberangkatan. Aku segera turun dari taksi beserta barang bawaanku dan segera berjalan menuju ke sebuah tempat di mana kapal-kapal pribadi sedang ditambatkan. Saat ini aku sedang mencari sebuah kapal dengan nama lambung ‘Sang Helena’ yang akan membawaku keluar dari Siprus. Dengan hati-hati aku memerhatikan setiap nama lambung kapal yang saat itu sedang ditambatkan hingga akhirnya aku berhasil menemukan kapal yang sedang aku cari. Aku segera menuju ke tangga kapal lalu menaikinya hingga sampai di buritan kapal.

Setelah aku berada di buritan kapal, seorang pria paruh baya berusia awal 50-an datang menghampiriku dari balik ruang kemudi kapal. Kami langsung bersalaman bagaikan seorang sahabat yang sudah lama tidak pernah berjumpa. Setelah bersalaman singkat, pria paruh baya tersebut mempersilakan aku untuk masuk ke dalam kapal. Aku segera berjalan menuju ke pintu masuk kapal dan duduk di salah satu ruang yang dilengkapi dengan pendingin udara. Sedangkan pria paruh baya segera menuju ke ruang kemudi untuk memberi informasi kepada otoritas pelabuhan bahwa kapal dengan nama lambung ‘Sang Helena’ meminta izin untuk meninggalkan Pelabuhan Limassol. Setelah memberi tahu pihak otoritas Pelabuhan Limassol, pria paruh baya tersebut bergegas kembali untuk menemui tamunya di ruang santai yang ada di kapal Sang Helena.

“Perkenalkan nama saya Yakov,” ujarnya sambil duduk di kursi sofa lalu tangannya mulai membuka tutup botol minumannya.

“Nama saya Haim,” kataku menjawab. “Apakah kita sudah mendapat izin untuk meninggalkan Pelabuhan Limassol?” imbuhku.

“Pihak otoritas pelabuhan sudah memberi izin kita berlayar. Akan tetapi, ada beberapa hal yang harus kita selesaikan terlebih dahulu.” Ia tersenyum kepadaku sambil meminum vodka yang dicampur dengan es batu.

“Apakah ini sesuatu yang perlu dikhawatirkan?” aku bertanya kepadanya.

“Tidak ada yang perlu engkau khawatirkan,” katanya sambil mengoyang-goyangkan tanganya. “Ini hanyalah pemeriksaan rutin yang dilakukan oleh pihak berwenang beserta imigrasi mengenai surat-surat serta kelengkapan dokumen kapal ini. Ketika semuanya beres, kita akan mendapat lampu hijau untuk segera berangkat menuju ke perairan internasional.”

Aku mengangguk-angguk dengan malas karena perasaanku semakin tidak tenang dan merasa khawatir sesuatu yang berada di luar kendaliku sedang terjadi saat ini. Mengingat beberapa hari yang lalu aku memasuki Siprus menggunakan paspor palsu beserta identitas yang tertulis di dalamnya. Saat ini aku sedang berada dalam penyamaran sebagai seorang pebisnis barang-barang antik yang akan melakukan pertemuan dengan para pecinta barang antik. Pada kenyataannya keberadaanku di Siprus adalah sebagai tim pendukung untuk sebuah operasi rahasia yang sedang dijalankan oleh dinas intelijen Israel. Jika penyamaranku sampai terbongkar di sini, itu akan menjadi masalah yang sangat serius baik untukku dan juga hubungan diplomatic antara kedua negara. Lebih cepat aku bisa meninggalkan pulai ini akan semakin baik untukku.

Tidak berapa lama aku mendengar suara langkah kaki yang berjalan mendekat ke tempat aku dan yakov tengah duduk santai sambil menikmati minuman keras. Terdengar ketukan di luar pintu kabin kapal kami. Yakov segera bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju ke pintu yang tertutup. Setelah Yakov membuka pintu kabin, terlihat dua orang petugas sedang berdiri santai. Yakov segera tersenyum kepada kedua orang petugas yang datang untuk melaksanakan tugasnya. Yakov kemudian berkata kepada kedua petugas yang sedang bertugas:

“Selamat siang semuanya. Silakan masuk ke dalam untuk memeriksa berkas-berkasnya.”

“Terima kasih tuan,” jawab salah satu petugas dengan bahasa Inggris yang masih terasa berat untuk diucapkan.

Kedua petugas tersebut segera masuk untuk memeriksa semua kelengkapan dokumen pelayaran beserta paspor kami berdua. Setelah petugas tersebut melaksanakan tugasnya dengan seksama dan akhirnya mencap paspor Yakov dan juga milikku. Kedua petugas tersebut mengucapkan terima kasih banyak kepada kami dan segera berjalan menuju ke pintu kabin dan langsung bergegas turun menggunakan tangga kapal. Setelah kedua petugas tersebut berlalu, Yakov segera menaikkan tangga kapal dan menatanya dengan hati-hati. Kemudian ia segera kembali menuju ke ruang kemudi untuk mendengar instruksi selanjutnya dari otoritas Pelabuhan Limassol.

Samar-samar aku mendengar mesin kapal mulai menyala dan sejurus kemudian kapal mulai bergerak perlahan meninggalkan Pelabuhan Limassol. Aku berjalan menuju ke ruang kemudi dan mendapati Yakov sedang fokus menatap ke depan dalam perjalanan kami menuju ke perairan internasional. Aku berdiri di samping Yakov sambil melihat ke depan tempat air laut yang berkilau bagaikan permata karena terkena sinar matahari musim panas. Aku juga dapat melihat beberapa kapal barang yang sedang membuang sauh sambil menunggu giliran untuk dapat masuk serta berlabuh di Pelabuhan Limassol.

Kapal Sang Helena yang aku tumpangi mulai menambah kecepatannya karena saat ini kapal semakin menjauh dari keramaian Pelabuhan Limassol yang mulai terlihat mengecil di belakang kami. Ketika kapal telah mencapai kecepatan maksimal, aku meninggalkan Yakov di ruang kemudi dan kembali ke dalam kabin untuk beristirahat sejenak sambil merenungkan langkah selanjutnya ketika aku telah tiba di Israel. Empat jam telah berlalu sejak aku berhasil meninggalkan Siprus dan sekarang kapal Sang Helena telah berada di perairan internasional. Aku kembali menyulut rokok untuk yang ke sekian kalinya seakan rokok ini telah menjadi teman setia yang selalu menemani hari-hariku.

Pada pukul dua siang aku mendengar Yakov memanggilku melalui pengeras suara untuk datang ke ruang kemudi. Aku segera bangkit dari tempat dudukku dan langsung berjalan menuju ke ruang kemudi yang berada di lantai atas. Ketika aku telah berada di dalam ruang kemudi dan berdiri di samping Yakov yang sedang duduk di balik kemudi kapal. Dari ruang kemudi aku dapat melihat dengan jelas hamparan laut yang terbentang sejauh mata memandang. Jika dilihat dengan mata telanjang, tidak ada objek atau benda yang dapat terlihat. Akan tetapi jika dilihat melalu layar radar yang ada di samping kemudi, akan tampak titik-titik objek yang berserakan di tengah lautan yang luas. Titik-titik itu menunjukkan koordinat kapal yang sedang berlayar ke berbagai tujuan.

“Kau lihat titik hitam yang berada di sebelah barat dari posisi kapal kita dengan jarak kurang lebih 30 mil laut?” katanya sambil menunjuk ke layar radar dengan ujung jarinya.

“Iya, aku bisa melihatnya,” jawabku singkat.

“Itu adalah kapal yang akan membawamu kembali ke Israel. Saat ini kapal tersebut sedang berlayar menuju ke sebuah titik koordinat yang telah disepakati. Dan saat ini kapal Sang Helena juga menuju ke titik koordinat yang sama.”

“Pukul berapa kira-kira kapal kita akan bertemu dengan kapal yang akan membawaku kembali menuju ke Israel?”

“Kurang lebih sembilan puluh menit lagi kita akan melakukan pertukaran.”

Perasaanku semakin tidak karuan ketika akan kembali ke Israel. Sampai saat ini aku masih belum memperoleh informasi tentang bagaimana hasil dari operasi rahasia yang sedang dijalankan oleh Mossad. Apakah operasi rahasia ini menjadi sebuah keberhasilan ataukah malah sebaliknya menjadi sebuah kegagalan yang sangat memalukan? Firasatku mengatakan operasi ini akan menjadi sebuah kegagalan yang sangat memalukan.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image