Perlawanan Yoav Gallant yang Berakhir Dengan Pemecatan
Agama | 2024-11-07 13:48:48Ketegangan politik di Israel semakin memanas sejak Perdana Menteri Benjamin Netanyahu memutuskan untuk menerapkan reformasi besar, termasuk tindakan agresif terhadap Gaza. Kebijakan ini memicu protes besar di dalam negeri dan kritik dari berbagai negara. Mereka yang menentang rencana tersebut, termasuk Menteri Pertahanan Yoav Gallant, menghadapi ancaman diberhentikan atau menghadapi risiko keselamatan. Gallant, yang lantang menolak beberapa kebijakan pemerintah, akhirnya diberhentikan oleh Netanyahu.
Ketegangan meningkat setelah Netanyahu memecat Gallant, yang selama ini memainkan peran penting dalam konflik Gaza. Keputusan ini memicu aksi protes besar di beberapa kota, terutama Tel Aviv, pada Rabu pagi, 6 November 2024. Netanyahu secara resmi mengumumkan pemecatan Gallant karena sudah tidak mempercayainya, setelah ketegangan berkepanjangan antara mereka berdua. Gallant digantikan oleh Menteri Luar Negeri, Katz, setelah berselisih dengan Netanyahu terkait kebijakan wajib militer bagi ultra-Ortodoks, pembebasan sandera di Gaza, dan penyelidikan atas serangan Hamas 7 Oktober lalu.
Pasca pemecatan, Gallant menyampaikan pernyataan emosional bahwa Israel sedang berada dalam "kabut pertempuran" dan "kegelapan moral." Ia juga menyerukan penyelidikan terhadap kegagalan militer Israel dalam menghadapi serangan Hamas pada 7 Oktober 2023, yang menyebabkan ratusan korban jiwa dan lebih dari 250 orang menjadi sandera. Pemecatan ini semakin memperburuk ketegangan di dalam negeri di tengah konflik yang sedang berlangsung dengan Hamas.
Sebelum terjun ke dunia politik, Gallant menghabiskan karier panjangnya di militer dan bergabung dengan Partai Likud pada 2018. Sejak saat itu, ia memegang berbagai posisi penting, termasuk Menteri Perumahan, Menteri Aliyah, dan akhirnya Menteri Pertahanan pada 2022. Gallant juga dikenal sebagai salah satu tokoh yang menolak reformasi peradilan yang diusulkan Netanyahu karena dinilai mengancam peran Mahkamah Agung Israel.
Penolakan Gallant memicu aksi protes di kalangan militer Israel, termasuk ancaman mogok jika reformasi tersebut diterapkan. Gallant sendiri berpendapat bahwa kebijakan Netanyahu dapat memperburuk perpecahan internal di Israel.
Pada Maret 2023, Gallant pernah diberhentikan karena kritiknya terhadap reformasi tersebut, yang juga memicu demonstrasi di berbagai wilayah. Gallant dikenal kerap mengkritik keputusan politik Netanyahu, terutama terkait krisis di Gaza.
Situasi ini memperlihatkan bahwa siapa pun yang menentang kebijakan pemerintah Israel, seperti Gallant, dapat menghadapi konsekuensi serius. Netanyahu tampaknya siap menggunakan segala cara untuk menghadapi Palestina, meski tindakannya menuai kritik internasional.
Sudah saatnya seluruh manusia berani bersuara untuk keadilan Palestina dan memperjuangkan hak mereka untuk merdeka dengan seruan penerapan syariat islam secara kaffah, sebab negosiasi atau cara lain yang diupayakan untuk mencari solusi Palestina tidak membuahkan hasil sedikitpun, serangan Israel terhadap Palestina hanya bisa diakhiri dengan adanya kekuatan besar yang berasal dari negara yang menerapkan islam secara keseluruhan. Wallahu Allam Bi Ash Shawab....
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.