Tepi Barat Kisah Perjalanan Sang Mata-mata
Sastra | 2024-11-05 07:48:292
Ada begitu banyak lubang dan pertanyaan yang belum terjawab dari cerita yang telah ia sampaikan kepadaku. Apakah cerita yang ia sampaikan adalah benar adanya? Atau cerita itu adalah sebuah propaganda untuk membingungkan kami yang selalu menaruh perthatian serius terhadap mereka setiap saat? Aku hanya bisa menggelengkan kepala memikirkan langkah apa yang harus aku ambil dalam keadaan seperti ini. Apakah aku hanya duduk-duduk saja sambil menunggu informasi yang akan disampaikan oleh seorang agen yang saat ini sedang berada di lapangan dan meneruskannya ke markas besar yang berada di Israel? Atau aku menyampaikan informasi ini kepada siapa saja yang mau mendengarkannya untuk secepatnya membatalkan operasi ini sebelum berubah menjadi skandal yang memalukan? Apa pun keputusan yang akan aku ambil pada saat ini, itu akan memiliki implikasi yang sangat serius bagi kantor pusat dan orang-orang yang sedang menjalankan operasi rahasia ini.
Aku terus merenungkan dampak yang akan timbul jika sampai operasi ini mengalami kegagalan dan akhirnya berubah menjadi sebuah skandal yang sangat memalukan. Waktu terus berjalan dan ketegangan yang aku rasakan semakin memuncak, sedangkan pada saat yang bersamaan aku juga mengalami kebingungan dengan situasi yang tengah aku hadapai saat ini. Tidak lama lagi malam pun tiba dan pada pukul delapan telepon yang aku tunggu akan masuk dengan sebuah pesan yang harus segera aku teruskan ke sebuah nomor rahasia yang berada di sebuah pangkalan rahasia tempat operasi ini dijalankan. Aku mengambil minuman keras dari lemari pendingin dan menuangkannya ke dalam gelas kristal, kemudian aku meminumnya dengan satu tegukan panjang. Aku membiarkan alkohol mengalir masuk ke dalam tubuhku dan setelahnya membuat tubuhku sedikit merasa tenang dari tekanan yang hampir saja membuatku gila.
Aku tidak mengetahui lagi sudah berapa lama aku hanya duduk di kursi sambil memandang keluar melalui jendela kamar hotelku. Tidak terasa malam sepertinya datang lebih cepat, di luar jendela kamar hotelku terlihat kerlap-kerlip lampu kota sudah mulai menyala. Aku menoleh ke kanan dan memandang jam digital yang berada di atas meja rias tepat di samping tempat tidur. Pada saat itu waktu menunjukkan pukul tujuh lebih lima puluh lima menit, itu artinya tidak lama lagi akan ada panggilan masuk dari seseorang yang saat ini sedang berada di salah satu bandara di Tunisia dan menyamar sebagai seorang jurnalis asing. Orang inilah yang akan memastikan bahwa orang-orang yang sedang dicari oleh pihak berwenang meninggalkan Tunisia dengan menggunakan pesawat jet pribadi. Ia akan melaporkannya kepadaku untuk segera diteruskan ke pangkalan operasi rahasia yang berada di dalam Israel.
Tepat pada pukul delapan malam waktu Siprus telepon genggam yang sedari sore tergeletak di atas meja berdering. Aku segera melihat nomor yang muncul di layar dan langsung mengetahui jika ini adalah panggilan yang sedang aku tunggu. Dengan segera aku mengambil telepon genggam lalu menekan tombol terima yang muncul di layar.
“Ini Haim,” kataku menggunakan nama sandi yang sudah kami sepakati sebelumnya.
“Ini Arthur,” jawabnya singkat, “aku memiliki pesan untukmu dan tolong dengarkan baik-baik.”
Aku memegang telepon genggamku lebih erat dan menempelkannya ke telingaku untuk dapat mendengar dengan jelas kata-kata yang akan disampaikannya. Karena tidak ada pengulangan ataupun pertanyaan yang bisa aku ajukan kepadanya. Jadi aku harus mendengarnya dengan serius dan penuh konsentrasi.
“Burung-burung telah menaiki pesawat jet pribadi dengan nomor ekor PL3075,” katanya singkat.
“Pesan telah diterima dan akan segera diteruskan kepada pihak yang berkepentingan,” jawabku dengan singkat.
Panggilan itu segera terputus dan aku meletakkan kembali telepon genggamku di atas meja. Aku menarik napas panjang untuk meredakan ketegangan yang aku rasakan. Sekarang bola panas ini ada padaku dan aku harus segera menyampaikan pesan tersebut kepada seorang operator rahasia pada pukul sembilan malam. Aku merasa bimbang dengan situasi yang sedang aku hadapi saat ini, karena begitu banyak pertanyaan tengah berputar-putar di dalam kepalaku. Akan tetapi, aku tidak punya pilihan selain melaksanakan perintah yang telah diputuskan oleh orang-orang yang berada pada level yang lebih tinggi. Aku mengambil sebatang rokok dan menyulutnya, setelah itu aku menghisapnya dalam-dalam serta membiarkan asap nikotin masuk ke dalam tubuhku dan berjalan ke manapun yang ia mau. Aku kembali menghembuskan asap rokok dengan perlahan sambil melihat asap rokok itu menari-nari indah di depan wajahku yang berantakan karena tekanan pekerjaan.
Tepat sebelum pukul sembilan malam, aku segera mengenakan jaket lalu berjalan meninggalkan kamarku dan turun ke lobi hotel yang disinari dengan cahaya lampu. Setelah berada di lobi hotel, aku segera berjalan menuju ke pintu keluar hotel. Ketika telah berada di luar hotel, aku dapat melihat para wisatawan yang berlalu-lalang sambil berjalan kaki menikmati suasana malam yang hangat. Tapi tidak dengan diriku yang tengah diliputi dengan ketegangan akan bayang-bayang terjadinya kegagalan dari operasi rahasia ini. Aku segera berjalan santai sambil memasukkan kedua tanganku ke dalam saku jaket menuju ke sebuah bilik telepon umum. Aku mencari bilik telepon umum yang lumayan jauh dari hotel tempatku menginap serta tidak terlalu ramai dengan orang yang berlalu-lalang. Karena aku tidak menginginkan ada orang yang mengenaliku ketika aku sedang melakukan panggilan telepon.
Setelah berjalan selama beberapa menit, aku mendapati sepasang bilik telepon umum yang berada di pinggir jalan. Aku mengamati keadaan sekitar yang saat itu tampak lengan dari aktifitas orang yang berlalu-lalang. Aku memilih menggunakan salah satu dari bilik telepon umum tersebut untuk melakukan panggilan singkat. Aku segera membuka pintunya dan masuk ke dalam bilik telepon umum tersebut. Aku segera mengeluarkan beberapa uang koin dan memasukkannya ke dalam mesin telepon, lalu menekan beberapa nomor. Aku menempelkan gagang telepon ke telinga kananku sambil menunggu panggilanku tersambung. Tidak berapa lama terdengar suara seorang pria berkata kepadaku dengan nada sedingin es Antartika:
“Ada yang bisa saya bantu, Sir?”
“Ini Haim, paket sudah dalam perjalanan,” kataku dengan menggunakan nama sandiku dalam operasi kali ini.
“Terima kasih banyak, Sir,” jawabnya dengan singkat dan segera menutup panggilan.
Aku masih menempelkan gagang telepon di telingaku ketika panggilan telah ditutup. Aku masih merasa bimbang dengan keputusanku menyampaikan pesan rahasia ini ke pusat operasi yang berada jauh di dalam wilayah Israel. Aku takut sesuatu yang memalukan akan segera terjadi dalam beberapa jam ke depan. Aku masih memandangi gagang telepon yang aku pegang dan ingin rasanya aku kembali menekan nomor yang baru saja aku gunakan, lalu memberi tahu sang operator telepon tersebut bahwa semua ini merupakan tipuan yang dilakukan oleh pihak musuh untuk mempermalukan pemerintah Israel. Jika aku memberi tahu sang operator telepon mengenai informasi yang sangat sensitif ini, dan kemudian ia meneruskan informasi ini ke level yang lebih tinggi. Aku khawatir akan terjadi kekacauan yang tidak bisa dikendalikan dan pada akhirnya akan berdampak buruk pada jalannya operasi rahasia yang sedang berjalan saat ini. Bagaimana jika peringatan yang aku sampaikan ini merupakan salah satu bagian dari penyesatan informasi untuk membuat kami bingung dan akhirnya melakukan tindakan yang salah? Aku hanya bisa menggelengkan kepalaku manakala membayangkan apa yang akan terjadi esok hari.
Aku kembali membuka pintu bilik telepon umum dan mulai berjalan santai kembali menuju ke hotel tempatku menginap. Ketika aku telah berada di dalam kamarku, aku segera mematikan lampu kamar dan merebahkan tubuhku di atas kasur. Aku berusaha sekuat tenaga memejamkan mata namun gagal. Aku masih terus terjaga hingga dini hari. Pikiranku masih terus membayangkan apa yang akan terjadi esok hari dan aku takut sesuatu yang buruk bakal terjadi.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.