Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image achmad fahad

Tepi Barat Kisah Perjalanan Sang Mata-mata

Sastra | 2024-11-03 13:35:40
sumber foto: milik pribadi

1

New York, Amerika Serikat

Ruangan kecil tempat di mana aku sedang berada saat ini seakan membawa kembali semua ingatan masa lalu ketika aku masih berdinas aktif di militer Israel. Begitu banyak kenangan yang berkelebat di dalam kepalaku. Masa itu adalah masa-masa yang penuh dengan kebanggaan dan rasa patriotisme. Kami yang waktu itu masih menjadi prajurit muda di angkatan bersenjata Israel selalu dicekoki dengan doktrin-doktrin mengenai Zionisme, kerelaan kami untuk mengorbankan jiwa raga demi membela negara Israel, serta pencucian otak yang sangat sistematis mengenai musuh abadi yang akan selalu mengintai dan menjadi ancaman yang serius bagi keberlangsungan negara Israel.

Aku sedang duduk sendiri di dalam sebuah kamar hotel yang mungkin namanya tidak akan pernah Anda ditemukan di buku telepon maupun mesin pencari seperti Google dan Edge. Aku masih bisa mengingat dengan jelas perjalanan hidupku yang sepertinya akan sampai di puncak karir yang membanggakan. Akan tetapi, semua gambaran dan angan-angan itu berubah seratus delapan puluh derajat menjadi sebuah kenyataan pahit yang tidak pernah aku duga sebelumnya. Saat ini aku bagaikan orang buangan tanpa ada kepastian akan jaminan masa depan yang lebih baik. Beberapa hari yang lalu aku masih bisa bertemu serta bercengkrama dengan istri dan kedua anakku yang sedang dalam proses pertumbuhan. Selama ini kami memiliki kehidupan yang bisa dibilang sedikit normal dibandingkan dengan keluarga-keluarga lainnya yang menjalani kehidupannya dengan keteraturan dan normalitas.

Mengingat pekerjaanku selama ini yang bergerak dalam dunia bayang-bayang alias spionase yang penuh dengan intrik serta tipu muslihat. Sehingga aku harus terus menerus memisahkan dua kehidupan yang saling bertolak belakang ini antara kehidupan keluarga dan pekerjaan. Semua ini bermula ketika aku masih aktif berdinas di militer. Pada suatu hari yang cerah di bulan Juni, tiba-tiba saja aku didatangi oleh dua orang berpakain resmi yang mengajukan beberapa pertanyaan layaknya wawancara kerja. Menurut dugaanku saat itu, kedua orang ini sepertinya berasal dari Dinas Keamanan Dalam Negeri dan ternyata dugaanku salah. Setelah pertemuan pertama tersebut, aku masih beberapa kali lagi mengikuti sesi wawancara resmi dan dilanjutkan dengan mengikuti beberapa kali tes yang dilaksanakan di tempat yang selalu berbeda. Setelah semua rangkaian wawancara dan beberapa tes yang membosankan serta melelahkan itu berakhir, akhirnya aku bisa kembali menjalani kehidupanku dengan normal. Waktu terus berjalan dan sejauh ini tidak ada pemberitahuan ataupun informasi mengenai hasil dari berbagai tes dan wawancara yang telah aku jalani beberapa waktu lalu. Seakan orang-orang itu bagaikan hantu yang hanya muncul sesaat dan setelahnya pergi menghilang entah ke mana.

Aku tidak bisa mengingat dengan jelas kapan tepatnya panggilan telepon itu tiba. Saat aku menerima telepon dari seorang yang tidak pernah aku kenal, pada saat itulah kehidupanku mulai berubah. Selama berbicara di telepon aku menerima sebuah instruksi khusus yang harus aku ikuti dengan seksama. Singkat cerita, dari percakapan telepon itulah aku akhirnya direkrut ke dalam sebuah organisasi elit yang bertugas sebagai pelindung negara Israel. Tempat berkumpulnya orang-orang pilihan dan berbakat dari seluruh penjuru negeri yang telah melalui serangkaian tes dan wawancara yang sangat ketat, serta pengecekan latar belakang yang mendalam hingga keputusan untuk merekrut atau menolak akhirnya diambil.

Rasa bangga dan percaya diri seakan selalu meliputi hari-hariku saat bekerja di tempat yang baru ini. Setiap hari baru tiba, aku selalu merasakan gairah untuk melakukan yang terbaik bagi organisasi ini. Di dalam organisasi ini aku mendapatkan kemudahan serta akses ke berbagai tempat juga fasilitas rahasia milik negara yang dijaga sangat ketat, bahkan mungkin banyak dari warga Israel yang tidak mengetahuinya atau bahkan hanya mendengar namanya. Aku juga mendapatkan kemudahan akses ketika memasukkan orang asing yang namanya tidak ingin diketahui oleh publik ke Israel. Tidak ada pengecekan paspor layaknya orang biasa, kerumitan serta antrian di bagian imigrasi, semua prosedur tersebut dapat aku lewati dengan mudah karena adanya kartu sakti yang diberikan oleh kantor kepadaku. Begitulah hari-hariku berlalu sebagai seorang perwira muda yang masih dalam masa uji coba. Pekerjaan baru ini memberiku sensasi rasa kesenangan juga ketegangan pada saat yang hampir bersamaan, sehingga akan membuatmu mengalami sensasi kecanduan untuk terus melakukan yang terbaik.

Pada saat itu semuanya terlihat berjalan dengan baik, kondisi keuanganku, kehidupanku bersama istriku yang masih diselingi dengan sedikit pertengkaran bagaikan hujan yang turun di tengah musim kemarau. Hingga suatu hari semuanya berubah di luar kendaliku. Pada saat itu kantor sedang menjalankan sebuah operasi rahasia yang melibatkan beberapa departemen yang ada di dalamnya. Pada intinya kantor ingin melakukan sebuah operasi pencegatan terhadap sebuah pesawat jet pribadi yang infonya akan ditumpangi oleh orang-orang yang selama ini telah menjadi musuh nomor satu Israel. Jika operasi rahasia ini berhasil dilakukan, tentu ini akan menjadi sebuah tangkapan besar dan juga merupakan keberhasilan bagi kantor dalam mengeliminasi musuh-musuh berbahaya bagi Israel di kemudian hari.

***

Pada operasi rahasia kali ini untuk pertama kalinya aku dilibatkan, tetapi hanya sebagai tim pendukung yang bertugas untuk menyampaikan informasi dari seorang agen yang pada saat itu tengah bertugas di lapangan. Aku tidak memiliki wewenang untuk merubah, menafsirkan ataupun menambah isi pesan yang aku terima dari agen tersebut. Pada operasi rahasia kali ini aku ditempatkan di Siprus sebuah pulau kecil yang berada di laut Mediterania dan menjadi salah satu tempat yang banyak dikunjungi oleh wisatawan dari berbagai belahan dunia. Jadi tidak mengherankan jika banyak warga negara asing yang berada di Siprus untuk menikmati liburan musim panas. Dalam operasi rahasia kali ini aku menyamar sebagai seorang konsultan karya seni yang memiliki klien dari berbagai negara termasuk di Israel. Tentu saja ini semua hanyalah kebohongan yang sengaja aku ciptakan untuk penyamaranku selama berada di Siprus. selama operasi rahasia ini sedang berlangsung, aku tinggal dan menginap di salah satu hotel terbaik yang berada tepat di pinggir pantai berpasir putih yang menyajikan pemandangan spektakuler. Selama berada di Siprus, aku lebih banyak menghabiskan waktu dengan berjalan-jalan sambil menikmati keindahan dari bangunan-bangunan tua bersejarah, meminum minuman khas Siprus yang tidak bisa aku ingat namanya dari sebuah kafe pinggir jalan, serta duduk bersantai di pantai sambil melihat para wisatawan yang bermain air laut. Aku begitu menikmati pekerjaan ini karena semua biaya pengeluaran akan ditanggung oleh kantor.

Sore itu aku sedang duduk di salah satu restoran hotel sambil menyantap hidangan khas Siprus yang begitu menggugah selera. Tidak berapa lama datanglah seorang pria arab dengan berpakain rapi serta membawa sebuah tas kulit yang terlihat mewah keluaran dari salah satu rumah mode yang ada di Italia. Pria itu duduk di Seberang mejaku dengan menyunggingkan senyum menawan yang mampu meluluhkan hati para wanita yang berada di dekatnya. Aku pun balas tersenyum kepadanya dan berkata, “Apakah kamu ingin memesan makanan seperti yang sedang aku makan saat ini?”

“Tidak, terima kasih banyak,” jawabnya dengan bahasa Inggris yang fasih. “Aku akan memesan secangkir kopi hitam dan sepiring bacon,” imbuhnya.

“Baiklah,” kataku. Aku segera memanggil seorang pelayan dan menyampaikan pesanan tamuku.

Tidak berapa lama pesanan berupa secangkir kopi hitam dan sepiring bacon tiba di meja kami. Pelayan tersebut segera menghidangkan di atas meja lalu berjalan pergi meninggalkan kami sebagai seorang pebisnis yang sedang bertemu sambil menikmati hidangan.

Tamuku segera meminum kopinya yang disusul dengan memakan sepotong bacon. Aku hanya duduk diam sambil menikmati minumanku serta memandang keadaan sekitar yang saat itu ramai dengan lalu-lalang para wisatawan dari berbagai negara. Setelah ia menikmati hidangannya, barulah tamuku mulai berbicara kepadaku dengan penuh semangat seakan kami ini adalah kawan lama yang telah lama berpisah dan sekarang berhasil dipertemukan kembali.

“Bagaimana kabar kamu hari ini? Sepertinya bisnis sedang berjalan sangat baik akhir-akhir ini.”

“Seperti yang bisa kamu lihat kawan. Aku sedang dalam kondisi yang baik dan penuh semangat dalam menjalani hari ini,” jawabku sambil meneguk minuman seolah menunjukkan rasa kemenangan. “Kau benar, bisnis sedang berjalan baik saat ini dan semoga saja akan terus berjalan seperti ini. Dengan kondisi ekonomi seperti sekarang, uang akan dengan mudah dihasilkan dan itu bisa membiayai gaya hidup kita yang selalu menginginkan kemewahan.”

“Itu benar sekali, apa yang baru saja kamu katakan.” Temanku kembali memasukkan bacon ke dalam mulutnya dan ia begitu menikmatinya.

“Kalau boleh tahu, apa yang membawamu datang ke Siprus?” tanyaku dengan rasa ingin tahu.

“Aku datang ke Siprus karena ada urusan bisnis yang harus aku selesaikan. Mengingat besarnya keuntungan yang akan aku peroleh jika semuanya berjalan tanpa ada hambatan.” Ia mengambil cangkir kopi yang ada di atas meja, lalu dengan gaya bersulang ia meminum kopinya.

“Aku sangat bangga kepadamu kawan,” kataku dengan tulus. Baru saja aku menyampaikan pujian untuknya, tiba-tiba ia menyampaikan sebuah informasi penting yang hampir saja membuat aku terjengkang ke belakang karena sensitifnya informasi yang ia sampaikan.

“Aku baru saja datang dari Tunisia untuk suatu urusan bisnis. Ketika aku tengah berada di sana, aku sempat mendengar sebuah kabar burung yang belum dapat dipastikan kebenarannya, bahwa akan ada sebuah kejutan yang tengah dipersiapkan untuk pemerintah Israel. Mengingat beberapa hari belakangan ini, berbagai faksi atau kelompok perlawanan sedang melakukan pertemuan di Tunisia. Aku sangat yakin jika dinas intelijen Israel pasti akan sangat tertarik untuk mengetahui jalannya pertemuan tersebut.”

Aku masih tidak percaya dengan apa yang baru saja aku dengar. Kata-kata yang baru saja ia sampaikan kepadaku telah membuat pikiranku menjadi terasa berat untuk mencernanya. Dengan raut wajah bingung aku berkata kepadanya, “Apakah ada sebuah permainan yang akan dimainkan oleh kelompok perlawanan yang saat ini sedang melakukan pertemuan di Tunisia?”

“Aku tidak dapat memastikannya,” jawabnya singkat dengan seulas senyum mengembang di wajahnya. “Semua itu hanya kabar burung yang aku dengar dan sejauh ini belum ada pihak yang bisa mengonfirmasinya. Tetapi aku meyakini, jika kabar itu mengandung sebuah kebenaran.”

“Apakah engkau yakin dengan semua ini? Ataukah ini hanya sebuah candaan belaka yang dilontarkan oleh orang yang tidak bertanggungjawab?” tanyaku dengan jantung yang mulai berdegub kencang karena sensitifnya informasi yang baru saja aku dengar.

“Aku yakin dengan apa yang aku katakan ini.” Ia kembali menyesap kopinya dan memandangku dengan tersenyum. Sedangkan aku hanya bisa duduk diam sambil mencerna apa yang baru saja ia sampaikan. Ini sangat aneh dan janggal, seperti ada seseorang yang sedang memainkan permainan tipu muslihat. Aku tidak memiliki izin untuk melakukan pengecekan lebih jauh atas desas-desus yang berkembang untuk mendapatkan konfirmasi.

Didorong oleh rasa patriotisme untuk membela negara Israel dan menjadi seorang pahlawan, aku akhirnya mengambil sebuah inisiatif yang berbahaya karena tindakan ini tidak mendapat persetujuan dari kepala operas dan aku juga tidak melaporkannya. Jika aku sampai salah dalam mengambil keputusan ini, maka karirku di Mossad akan berakhir saat itu juga. Aku menarik napas dalam-dalam untuk meredakan ketegangan yang aku rasakan. Kemudian aku mengajukan sebuah pertanyaan berani yang bisa membongkar identitasku yang sebenarnya. “Apakah kamu bisa mencari informasi untuk memastikan jika desas-desus yang kamu dengar itu adalah sebuah kebenaran?”

“Kelihatannya kamu mulai tertarik dengan apa yang baru saja aku sampaikan?” jawabnya dengan suara pelan seolah ia bisa membaca raut wajahku yang nampak kebingungan.

“Aku hanya ingin memastikan saja. Karena jika itu sampai terjadi, maka akan terjadi kehebohan yang luar biasa,” ujarku kepadanya.

“Aku tidak bisa berjanji kepadamu,” ujarnya. “Bisakah kamu menunggu sebentar di sini? Karena aku akan bertanya kepada seseorang dan kita akan lihat apa yang aku dapatkan.”

Aku hanya mengangguk sekali dan ia segera bangkit dari tempat duduknya lalu berjalan dengan santai menuju ke pintu keluar restoran. Aku masih tidak percaya dengan semua kejadian ini. Apakah semua ini merupakan kebetulan semata atau jangan-jangan identitasku sudah terbongkar? Jika itu yang terjadi maka aku harus bersiap dengan segala kemungkinan terburuk. Dalam hati kecilku, aku meyakini jika semua ini adalah kebetulan semata dan pria arab yang notabena adalah seorang pebisnis hanya ingin berbagi informasi mengenai berbagai hal untuk diperbincangkan. Aku memanggil seorang pelayan dan memesan secangkir kopi hitam pekat untuk meredakan ketegangan yang selama ini aku rasakan.

Aku hanya duduk berdiam sambil menganalisa keadaan sekitar untuk mencari tahu apakah ada orang yang tengah mengawasiku. Sejauh yang dapat aku pindai, tidak ada orang yang sikapnya mencurigakan semua berjalan seperti apa adanya. Tidak berapa lama pintu restoran kembali terbuka dan terlihat seorang pria arab kembali berjalan masuk dengan penuh percaya diri menuju ke meja tempat ia duduk sebelumnya. Setelah ia duduk kembali di kursinya dan meminum kopi hitam yang pastinya sudah dingin, ia tersenyum bahagia kepadaku dan berkata dengan suara penuh kemenangan:

“Aku baru saja menelepon seorang kawan lama yang sudah lama tinggal di Tunisia. Aku tidak akan menyebutkan siapa orang ini, yang pasti aku sudah lama mengenalnya dan ia adalah orang yang dapat dipercaya. Aku bertanya mengenai desas-desus yang selama ini berkembang tentang sebuah tipuan yang ditujukan untuk pemerintah Israel apakah itu benar adanya? Ia menjawab: itu benar. Akan ada sebuah tipuan yang akan dilancarkan. Untuk waktu, tempat, dan bagaimana tipuan itu dilaksanakan ia tidak tahu dan tidak bisa memastikannya.”

Aku susah payah menelan ludahku. Informasi ini sangat sensitif dan bisa merubah jalannya operasi yang sedang berjalan. Aku harus mengambil sebuah keputusan penting serta risiko yang akan terjadi jika semua ini tidak berjalan dengan semestinya dan ternyata semua ini hanyalah kabar burung yang biasa digunakan dalam dunia intelijen untuk tujuan disinformasi. Aku membutuhkan waktu serta ketenangan untuk mengambil keputusan penting ini. Aku memutuskan untuk mengakhiri pembicaraan dengannya dengan alasan ada sesuatu yang mendesak yang harus segera aku selesaikan.

“Biarlah aku yang membayar semuanya,” ujarku kepadanya dengan senyum ramah. Aku segera meletakkan beberapa pecahan uang dolar di atas meja lalu berjabat tangan dengannya bagai seorang kawan lama yang akan berpisah. “Terima kasih banyak, pertemuan ini sungguh berkesan,” imbuhku sambil melepas jabat tanganku.

“Sama-sama,” jawabnya. “Semoga di lain kesempatan kita bisa bertemu kembali dan membahas mengenai bisnis.” Ia kembali tersenyum kepadaku dengan ramah.

“Aku pergi dulu dan silakan menikmati hidanganmu,” ujarku dengan kedipan sebelah mata. Aku segera bangkit dari tempat dudukku, tak lupa menghabiskan sisa minumanku dan meletakkan kembali gelas kosong di atas meja. Aku segera berjalan menuju ke pintu keluar restoran dan langsung menuju hotel yang tempatnya tidak jauh dari restoran yang baru saja aku kunjungi. Di ujung jalan aku dapat melihat pintu masuk hotel tempatku menginap yang saat itu terlihat ramai dengan para wisatawan yang sepertinya baru saja tiba. Ketika aku telah sampai di depan pintu masuk hotel, seorang petugas hotel dengan cekatan membukakan pintu untukku. Aku segera masuk ke dalam hotel dengan menganggukkan kepala sebagai ucapan terima kasih kepada petugas yang sedang berjaga di pintu masuk hotel.

Di lobi hotel tempatku menginap terlihat para wisatawan yang berlalu-lalang dan sebagian lagi sedang duduk bersantai sambil membaca koran serta menikmati hidangan kecil. Aku segera berjalan menuju ke sebuah lift yang berada di tengah ruangan, menekan tombolnya lalu masuk ke dalamnya setelah pintu terbuka. Aku segera menekan angka delepan tempat di mana kamarku berada. Lift segera berjalan ke atas dengan hening menuju ke lantai delapan. Setelah sampai di lantai delapan, pintu lift secara otomatis terbuka dan aku segera berjalan menuju ke kamarku yang berada tepat di ujung lorong. Aku segera membuka kunci pintu kamarku dengan menggesekkan kartu dan masuk ke dalamnya. Di dalam kamar hotel yang tidak terlalu luas ini, aku segera duduk di sebuah kursi santai yang berada di samping jendela kamar. Aku segera membuka tirai jendela supaya dapat melihat pemandangan yang ada di luar. Dari dalam kamarku yang berada di lantai delapan, aku dapat melihat dengan jelas birunya air laut yang berpadu dengan hamparan pasir berwarna coklat terlihat begitu indah dengan kontras warna yang saling melengkapi. Keindahan bentang alam yang terbentang di bawah sana seolah sirna dengan kabut yang tengah meliputi pikiranku. Semakin aku merenungi cerita yang disampaikan oleh seorang pebisnis arab yang baru saja tiba dari Tunisia, aku semakin merasa gelisah bahwa sesuatu yang buruk tidak lama lagi akan terjadi.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image