Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Hidayatulloh

Lulus S3 Dalam Waktu Dua Tahun di Kampus Eropa, Mungkinkah?

Kultura | 2024-11-01 16:10:59

 

Berapa lama waktu yang kamu butuhkan untuk menyelesaikan studi doktoral di kampus benua biru? Apakah mungkin studi diselesaikan dengan waktu singkat, misalnya dua tahun atau empat semester? Atau ada semacam jalur akselerasi seperti Rekognisi Pembelajaran Lampau?

Saya awali cerita dengan batasan pengalaman pribadi sebagai mahasiswa S3 di University of Miskolc, Hongaria. Bagi yang belum tahun, Hongaria adalah anggota Uni Eropa, NATO dan Schengen area. Posisinya di Eropa Tengah yang berbatasan dengan Austria, Kroasia, Serbia, Slovakia, Slovenia, Romania, dan Ukraina. Pendidikan tinggi di Hongaria mengikuti Bologna Process yaitu kesepakatan negara-negara Uni Eropa untuk menyetarakan dan saling mengakui sesama anggota. Jadi merek dapat saling bekerjasama dalam riset, pertukaran pelajar dan dosen, dan pengakuan ijazah di semua negara anggota.

Berapa tahun durasi studi doktoral di Hongaria? Merujuk kepada aturan pemerintah, studi doktoral dapat ditempuh dalam waktu 4 tahun atau 8 semester. Masa studi tersebut terbagi menjadi dua tahapan. Dua tahun pertama atau semester 1-4 adalah doctoral course (mengikuti perkuliahan di kelas) lalu mengikuti a complex exam (ujian komprehensif) di semester empat. Dua tahun kedua atau semester 5-8 adalah individual research work (menyelesaikan penelitian untuk disertasi) hingga mengikuti a public defense (ujian promosi doktoral). Selama empat tahun kuliah, mahasiswa diwajibkan memenuhi 240 SKS yang dapat diselesikan dengan mata kuliah di kelas, publikasi ilmiah, konferensi, mengajar, dan aktifitas laboratorium. Adapun disertasi tidak bernilai SKS jadi diluar kewajiban 240 SKS untuk meraih absolutorium (sertifikat lulus program PhD diluar disertasi).

Tantangan terbesar bagi mahasiswa doktoral adalah kewajiban publikasi ilmiah berupa jurnal dan penulisan disertasi. Adapun beberapa mata kuliah yang diambil tidaklah terlalu berat karena bersifat penguatan basis teori yang pernah dipelajari sewaktu sarjana dan magister. Beberapa kampus mewajibkan publikasi di jurnal bereputasi seperti Scopus dan lainnya, tetapi ada juga kampus yang membolehkan publikasi di jurnal selain Scopus. Namun jika kamu menerbitkan jurnal di Scopus, tentu angka kredit yang dicapai lebih tinggi dibandingkan jurnal biasa.

Perbedaan mendasar perkuliahan doktoral di Hongaria dengan Indonesia adalah tradisi akademiknya. Pendidikan S3 di Hongaria bertujuan untuk menciptakan lulusan yang akan menjadi peneliti dan akademisi dan kedepannya mengisi lembaga-lembaga riset dan perguruan tinggi. Memang faktanya disini, karir peneliti dan dosen dimulai setelah lulus S3. Tidak aneh mahasiswa S3 disini masih muda rata-rata dibawah usia 30 tahun. Oleh sebab itu, pendidikan doktoral didesain dalam durasi panjang sebagai sarana mahasiswa calon peneliti dan akademisi menyiapkan dirinya dengan belajar riset, menulis, presentasi dan publikasi karya ilmiah. Lalu disertasi sebagai tugas akhir mahasiswa S3 adalah hasil penelitiannya selama masa studi dibawah bimbingan profesor. Harapannya setelah lulus, alumni S3 ini mampu meneliti bidang ilmunya secara mandiri dan berkompetisi di dunia akademik yang luas.

Ada catatan yang sangat menarik dari kode etik penulisan disertasi. Saya membaca aturan tertulis bahwa penulisan disertasi adalah kerja individu seorang mahasiswa, tidak boleh ada co author atau penulis kedua dan seterusnya. Disertasi bukan seperti publikasi jurnal yang boleh dikerjakan dalam sebuah tim.

Pendidikan tinggi di Indonesia masih membolehkan lulusan S2 atau magister untuk menjadi dosen di perguruan tinggi atau peneliti di lembaga riset. Oleh sebab itu, mayoritas mahasiswa doktoral adalah dosen atau profesional dengan rata-rata usia diatas 30 tahun. Maklum saja, setelah lulus S2 dan diterima menjadi dosen di perguruan tinggi, dosen muda jarang yang langsung studi lanjut S3 karena aturan institusi dan seterusnya. Secara aturan pun, syarat pendidikan minimal melamar dosen adalah lulusan magister di kampus negeri dan swasta. Sehingga dapat dimaklumi faktor-faktor ini membentuk budaya akademik di pendidikan doktoral di Indonesia. Namun, dengan berbagai pilihan beasiswa seperti LPDP, sudah banyak mahasiswa magister fresh graduate yang langsung studi lanjut S3, meskipun belum terlalu banyak karena jumlah dosen bergelar magister pun masih dominan di berbagai kampus Indonesia.

Adakah jalur percepatan studi di Hongaria agar lulus S3 kurang dari empat tahun? Selama saya studi sejak tahun 2021, rata-rata mahasiswa asing yang kuliah doktoral dengan Beasiswa Stipendium Hungaricum menyelesaikan studi dalam waktu empat tahun paling cepat, bahkan banyak juga yang menambah durasi waktu beberapa bulan sampai tahun. Penyebabnya antara lain proses kewajiban publikasi, penulisan disertasi, menunggu koreksi disertasi dari pembimbing dan/atau penguji, hingga urusan akademik dan non akademik lainnya.

Apakah para pejabat, profesional dan politisi tidak tertarik meraih gelar doktor di Hongaria? Jawabannya ada sebagian mereka yang melanjutkan studi hingga doktor tetapi dengan durasi normal tanpa ada percepatan dan sebagainya. Merujuk kepada umumnya budaya masyarakat Eropa yang individualistik, gelar akademik yang disandang tidak terlalu menjadi fokus utama. Saya tidak pernah melihat ada guru besar, dosen atau seseorang yang menampilkan gelar-gelar akademik yang sangat panjang dan rinci mulai dari tingkat sarjana, apalagi gelar-gelar pelatihan profesional yang beranekaragam. Di dunia akademik pun, mereka hanya mencantumkan gelar akademik terakhir, misalnya Dr. atau Ph.D. atau jika seorang guru besar cukup mencantumkan Prof. Dr. lalu nama yang bersangkutan.



Hidayatulloh

Mahasiswa S3 Deak Ferenc Doctoral School of Law, University of Miskolc

Dosen Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image