Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Rut Sri Wahyuningsih

MBG, Proyek Perbaikan (Gizi) Bagi Siapa?

Bisnis | 2024-10-31 12:47:23

Mantan menteri komunikasi dan digital era Presiden Joko Widodo, Budi Arie Setiadi, yang kini di Kabinet Merah Putih menjabat sebagai Menteri Koperasi pada Kabinet Merah Putih, menerima kunjungan audiensi dari Ketua Koperasi Simpan Pinjam (KSP) Nasari, Frans Meroga Panggabean.

Pertemuan yang berlangsung pada Selasa, 29 Oktober 2024 itu membahas perlunya strategi pendidikan dan pembudayaan koperasi dengan penekanan pentingnya strategi promosi dan pendidikan dalam mengembangkan koperasi sekaligus integrasi dengan program gizi nasional.

Berkaitan dengan integrasi program gizi nasional, Budi Arie menegaskan koperasi akan diberikan peran utama dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG). Mengingat pentingnya kesehatan dan pendidikan generasi muda sebagai investasi jangka panjang untuk masa depan bangsa (liputan6.com, 30-10-2024).

Pertemuan ini menegaskan bahwa koperasi adalah instrumen penting dalam mendukung kesejahteraan masyarakat dan pertumbuhan ekonomi berbasis kerakyatan, sebab koperasi tidak hanya berfungsi sebagai alat penciptaan bisnis, tetapi juga sebagai sarana untuk membangun fondasi ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.

Bank Dunia melakukan survei dengan hasil lebih dari 72% populasi usia produktif di Indonesia, telah mendapatkan akses ke layanan keuangan melalui koperasi. Sayangnya, partisipasi generasi muda dalam koperasi masih rendah, khususnya Gen Y dan Z. Sehingga perlu pendekatan yang lebih modern untuk menjadikan koperasi sebagai pilihan utama bagi generasi muda yang penuh semangat inovatif.

Siapa Diuntungkan dalam Proyek Makan Bergizi Gratis?

Presiden Prabowo sendiri melalui Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sudah membentuk badan khusus yang mengurus pelaksanaan makan bergizi gratis.

Namun seperti biasa, jika ada proyek semua berkerumun, banyak badan dan kementerian yang akhirnya tumpang tindih kewenangan. Seolah hanya proyek itu yang jadi unggulan dan dibutuhkan masyarakat.

Melihat fenomena ini, Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Didik J Rachbini, bahkan menyarankan agar pemerintah mendesentralisasikan pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) kepada usaha mikro, kecil dan menengah di daerah.

Tidak hanya itu, meski anggaran yang dialokasikan untuk program itu berasal dari APBN, pelibatan pemerintah daerah juga dapat mengurangi potensi diintervensinya pelaksanaan program MBG oleh ‘bandit-bandit’ atau pihak yang hanya mengambil untung (tirto.id, 18-10-2024).

Anggaran jumbo yang mencapai Rp 71 triliun dan banyaknya peluang dari pengadaan pasokan bahan baku makanan sampai distribusi MBG inilah yang banyak diincar para bandit. Harus ada elemen ekonomi politiknya yaitu opsi diserahkan kepada daerah atau UMKM dengan didesentralisasikan.

Di sisi lain, program MBG juga disinyalir bakal mengerek realisasi impor, khususnya untuk bahan pangan karena selama ini Indonesia belum dapat memenuhi kebutuhan secara mandiri.

Fakta di atas baru dari sisi pengadaan bahan baku dan mekanisme pembiayaan, dari sisi sumbangan ke Produk Domestik Bruto (PDB) , Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan program MBG ini dapat menyumbang PDB 2025 hingga Rp4.510 triliun atau setara 34,2 persen dari PDB nasional (tirto.id, 17-10-2024).

Direktur Eksekutif Indeef Esther Sri Astuti, mengatakan, sumbangan tersebut berasal dari efek pengganda (multiplier effect) dampak dari program yang anggarannya digolongkan ke dalam belanja pendidikan itu. Untuk setiap peningkatan Rp1 triliun pada belanja pendidikan, akan mendorong peningkatan nilai PDB hingga Rp63,52 triliun. Sementara, setiap Rp1.000 yang dikeluarkan pemerintah untuk MBG, dapat memberi manfaat hingga Rp63.500 terhadap perekonomian nasional.

Hingga didapati hitungan pada tahun terakhir pemerintahan Presiden Prabowo Subianto, jika sasaran penerima program dinaikkan menjadi 82,9 juta orang dan dengan biaya Rp298,4 triliun, sumbangan ke PDB berpotensi melonjak hingga Rp18.958,8 triliun. Sungguh luar biasa. Negara untung, bagaimana rakyatnya? Akankah sejahtera semua karena kebutuhan makan bergizinya sudah terpenuhi?

Fakta ini diperkuat dengan berjalannya beberapa proyek percontohan (pilot project) MBG yang sudah diikuti oleh beberapa UMKM di 10 kabupaten/kota di Indonesia. Rata-rata pendapatan mereka meningkat sekitar 33,68 persen. Kemudian multiplier effect yang ditimbulkan dari repeat order 3 kali, dengan pendapatan laba bersih meningkat 17 persen.

Terakhir, tim Prabowo menghitung , proyek MBG ini mampu menciptakan 1,8 juta lapangan pekerjaan, berdasarkan 377 ribu dapur yang digunakan untuk menyiapkan makan siang gratis di sekolah dan tiap dapur akan diisi oleh lima pekerja (cnbcindonesia.com,14-10-2024).

Kesimpulannya, Program MBG bukan hanya berdampak positif pada masyarakat namun juga perusahaan industri pendukungnya terutama penggunaan barang dan jasa dari sektor pertanian dan perkebunan, consumer goods (untuk makanan olahan seperti bumbu dapur dan pendukungnya), sektor susu olahan, non-cyclical (beras), logistik (pengiriman bahan baku makanan). Sekaligus beberapa lembaga keuangan seperti koperasi.

Aroma Bisnis Menguar Mengabaikan Pokok Persoalan

MBG menjadi salah satu jurus pemerintahan Prabowo-Gibranb untuk percepatan pertumbuhan ekonomi sebesar 3 persen. Dengan kampanye, program ini untuk rakyat, terutama perbaikan gizi anak sekolah dan pembentukan generasi yang sehat. Banyak pihak dilibatkan, sama seperti tambunnya kabinet menteri yang ia susun.

Namun jika melihat paparan fakta sebelumnya, bukankah kita menjadi ragu? Benarkan demikian adanya? Sebab yang tampak jelas, bukan hadirnya negara sebagai pengurus urusan rakyat (Ra’iin) , tapi negara sebagai pemulus jalan-jalan perusahan menuju sumber pendapatannya yang strategis. Sehingga merekalah yang semakin “bergizi”. Negara sendiri yang menjadi fasilitatornya.

Jelas di sini, perusahaan besar sebagai pemasok bahan baku yang memperoleh bagian terbesar, meski melibatkan UMKM dan koperasi atau pun stokholder lainnya. Sedangkan upah tenaga kerja masih mengikuti keumumam ketentuan upah dalam kapitalisme. Sekadar bisa untuk menutupi kebutuhan hidup minimalis. Proyek percontohan yang sudah dilakukan, tak bisa mewakili pengurusan negara secara keseluruhan. Proyek berdana besar ini jelas berpotensi membuka celah korupsi.

Tegasnya, inilah solusi tambal sulam yang mampu diselenggarakan pemerintah dalam menyelesaikan problem generasi khususnya kesehatan dan kecukupan gizi. Tak ada lagi yang tersisa, sebab dengan penerapan sistem kapitalisme ini sejatinya kedaulatan negara susah hilang. Negara hanya meratifikasi kebijakan asing, atau tepatnya hanya mengikuti tren negara maju, padahal kita sudah dimiskinkan oleh mereka. Baik secara pemikiran maupun SDA.

Islam Telah Terbukti Mampu Sejahterakan Rakyat

Jaminan kesejahteraan dalam pandangan Islam adalah kewajiban negara dan menjadi konsekwensi keimanan kepada Allah SWT. Sehingga, struktur negara yang berdasarkan syariat sebagaimana yang dicontohkan Rasulullah Saw tidak membutuhkan program khusus.

Dan bentuk jaminannya bukan sekadar makan bergizi, tapi kebutuhan pokok rakyat lainnya seperti kesehatan, pendidikan, sandang, pangan, papan dan keamanan. Untuk rakyat baik kaya maupun miskin. Hal ini karena Rasulullah Saw.bersabda, “Imam (Khalifah) adalah raa’in (pengurus rakyat) dan ia bertanggung jawab atas pengurusan rakyatnya.” (HR al-Bukhari).

Artinya, berkebalikan dengan negara penerap sistem kapitalisme, Islam mewajibkan negara bersifat rain dan junnah. Penerapan sistem ekonomi Islam, yang tidak hanya blunder pada pengelolaan harta kekayaan melulu dari APBN yang berbasis utang dan pajak. Melainkan pengelolaan kekayaan alam yang menjadi harta milik umum dan negara. Yang itu dikaruniakan Allah secara berlimpah.

Hanya sistem Islam inilah yang mampu menjamin terwujudnya kesejahteraan karena tercapainya ketahananan pangan dan kedaulatan pangan bukan sekadar teori. Penyediaan lapangan pekerjaan benar-benar disediakan negara dan tidak mengkhususkan pada impor, tapi riil dari aspek pertanian, kehutanan, laut dan tambang. Yang depositnya melimpah, jelas tidak akan menzalimi rakyat.

Ditambah dengan kinerja pejabat yang amanah karena bekerja dengan keimanan yang kuat, merasa selalu terhubung dengan Allah sehingga bisa nyata mencegah adanya korupsi dan penyalahgunaan wewenang lainnya termasuk memperkaya pribadi. “Bandit-bandit” proyek itu jelas terlibas dengan suasana keimanan yang dibangun negara dan tegasnya sanksi hukum jika terjadi pelanggaran.

Belum saatnyakah kita menyadari, terutama bagi seorang muslim, bahwa apapun yang digagas rezim tak akan mencapai tujuan dengan selamat, selama masih bersandar pada keyakinan kapitalisme demokrasi sebagai jalan perubahan bahkan sistem aturan terbaik? Allah berfirman,”Apakah hukum Jahiliyah yang mereka kehendaki, dan (hukum) siapakah yang lebih baik daripada (hukum) Allah bagi orang-orang yang yakin?" (TQS al-Maidah: 50). Wallahualam bissawab.

 

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

 

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image