Resensi Buku: Potret Perjuangan Tahun 45 dalam Novel: Di Tepi Kali Bekasi
Sastra | 2024-10-30 03:27:33Identitas Buku
Judul Buku: Di Tepi Kali Bekasi
Pengarang: Pramoedya Ananta Toer
Penerbit: Dinas Balai Pustaka
Tahun Terbit: 1957
Jumlah Halaman: 339
Sinopsis
"Bekasi..... Bekasi, tempat jang membekas di hati"
Novel "Di Tepi Kali Bekasi" menjadi salah satu novel Pramoedya Ananta Toer yang menceritakan perjuangan dan perlawanan rakyat Indonesia pada masa revolusi. Fun fact, bahwa novel ini sesungguhnya baru satu perempat dari naskah aslinya, sedangkan tiga perempatnya sudah disita oleh Nefis dan tidak dikembalikan. Novel ini mengisahkan pemberontakan rakyat Bekasi terhadap Belanda, emosi mereka berkecamuk melihat dengan mata kepalanya sendiri, banyak rakyat Bekasi yang tidak berdosa, yang tidak mengenal umur, harus mati ditembaki.
Hal ini mendorong rakyat Bekasi, khususnya para pemuda amatir yang hanya memiliki sejumput pengalaman di militer. Novel ini bercerita pada perjuangan tiga orang serangkai, yaitu Farid, Amir, serta Soerip yang merantau ke Cikampek dan bersikeras ingin menjadi pasukan militer dengan didorong rasa nasionalisme yang begitu besar. Meski tidak memiliki pengalaman perang yang cukup, tidak memiliki strategi, dan tidak paham cara menggunakan senjata yang baik dan benar, hal itu tidak melunturkan semangat mereka untuk melawan penjajah yang sudah menindas warga pribumi.
Tema novel ini adalah perlawanan rakyat kecil yang mati-matian mencari keadilan. Farid merupakan anak dari seorang bapak mantan serdadu kompeni di Aceh, bapak Farid sebetulnya melarang Farid untuk turun ke dalam peperangan, ia tahu bengisnya perlakuan penjajah terhadap rakyat kecil, sungguh orang tua mana yang rela anaknya menjadi korban kejahatan. Farid tidak menghiraukan larangan tersebut, dirinya pemuda keras kepala yang memikirkan nasib bangsa Indonesia, membela negara adalah sebuah kewajiban. Selain berfokus pada kisah Farid, novel "Di Tepi Kali Bekasi" mengisahkan pula teman seperjuangan Farid, yaitu Soerip si penakut, dan Amir yang selangkah lebih unggul karena mempunyai pengalaman perang sebelumnya.
Kekurangan
Novel "Di Tepi Kali Bekasi" memiliki alur yang sedikit lambat, penggunaan diksi yang berat, dan masih bersimpuh pada penggunaan ejaan zaman dahulu, sehingga akan menyulitkan beberapa pembaca yang belum terbiasa membaca novel-novel karya Pram. Naskah yang diterbitkan tidak sepenuhnya ada membuat kita jadi tidak mengetahui kisah novel ini secara keseluruhan.
Kelebihan
Walaupun penggunaan diksi yang berat, rangkaian kalimat yang dipakai tetap realistis membuat pembaca ikut merasakan sensasi ketegangan dan kerusuhan pada masa revolusi, sehingga menimbulkan rasa iba yang mendalam. Pengembangan tokoh yang digambarkan mampu menimbulkan gairah, mengingat di antara mereka bukanlah seorang ahli militer. Selain memuat nilai nasionalisme, novel ini juga mengandung kritik sosial pada zaman revolusi, bagaimana ketidakadilan dan ketimpangan ekonomi sosial yang tercipta pada masa itu.
Dalam novel "Di Tepi Kali Bekasi", Pram ingin bercerita bagaimana kerusuhan yang terjadi serta bagaimana kiat pemuda untuk mempertahankan bangsanya. Kita sebagai warga negara Indonesia harus memiliki jiwa nasionalisme dan patriotisme yang kuat agar tidak kembali dijajah. Novel ini cocok bagi yang menyukai sejarah, karena membantu kita untuk mengetahui lebih dalam peristiwa apa saja yang terjadi ketika masa revolusi dan tentunya akan menambah wawasan kita.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.