Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Yufi Fahidayani

Menyelamatkan Ibu Hamil di Daerah Terpencil

Lainnnya | 2024-10-22 22:03:15

Salah satu yang biasa dilakukan oleh pasangan pengantin baru adalah merencanakan tempat untuk bulan madu. Namun tidak demikian bagi pasangan dokter muda yang baru menikah ini, dr. Yuri Iranda dan dr. Rahmasari Apriliana justru memilih untuk langsung mendaftar sebagai peserta pada program dokter pegawai tidak tetap (dokter PTT), dan memilih daerah yang masuh dalam kategori daerah sangat terpencil

Yuri dan istrinya yang akrab disapa Cayi, menikah pada Januari 2012 dan setelah mendaftar sebagai dokter PTT mereka langsung diterima dan akan mulai bertugas pada Maret 2012. Yuri ditempatkan di Puskesmas Serimbu, Kecamatan Air Besar, Kota Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat sementara sang istrinya akan bertugas di Puskesmas Kuala Behe, Kota Ngabang, Kabupaten Landak, Kalimantan Barat.

Sedari awal mereka sudah mengetahui akan bertugas di Puskesmas yang berbeda namun Yuri memutuskan untuk tinggal di rumah dinas istrinya di Kecamatan Kuala Behe, yang kebetulan berada persis disebelah Puskesmas. Namun menjelang keberangkatan, ada insiden yang membuat pasangan dokter muda ini tidak dapat berangkat bersamaan. Sang istri harus menggugurkan kandungannya karena bayi yang dikandungnya tidak berkembang.

“Aku tetap berangkat sesuai jadwal sementara istri izin kepada Kepala Puskesmas untuk menjalani masa nifas 40 hari dulu seperti yang direkomendasikan dokter spesialis kandungan dan kebidanan,” Yuri menceritakan kembali kenangan bersama sang istri, pada 20 Oktober 2024 lalu.

Ternyata istri Yuri tidak perlu menunggu sampai 40 hari, dokter spesialis kandungan dan kebidanan mengizinkan istrinya untuk mengikuti program dokter PTT meski masa nifasnya baru berjalan dua minggu. Maka sejak itu Yuri tinggal bersama istrinya di rumah dinas yang berada di samping Puskesmas Kuala Behe. Bermodalkan sepeda motor dinas yang dipinjamkan oleh Puskesmas, Yuri setiap hari pulang-pergi menempuh jarak sekitar 80 kilometer.

Menyelamatkan Ibu Melahirkan

Sebagai dokter yang bertugas di daerah sangat terpencil, Yuri mengalami berbagai pengalaman baru yang ditemui. Salah satunya adalah peristiwa yang terjadi di bulan Ramadan. Ketika itu waktu sudah mendekati Maghrib, sementara sang istri tengah memasak di dapur untuk menyiapkan makanan berbuka puasa sedangkan Yuri masih dalam perjalanan pulang dari Puskesmas.

Tiba-tiba pintu rumah dinas istrinya diketuk oleh warga, memberitahukan bahwa ada ibu yang mau melahirkan. Istri Yuri yang akrab disapa Cayi, langsung menemui pasien dan meminta keluarga yang mengantar untuk membantunya membawa pasien ke ruang bersalin, sementara kompor ditinggalkan masih dalam keadaan menyala.

Selang beberapa saat, bidan Puskesmas bergabung di kamar bersalin, setelah dilakukan pemeriksaan ternyata masih pembukaan awal terlebih ini merupakan kelahiran anak pertama jadi istri masih membutuhkan waktu yang lama untuk melahirkan. Sehingga istri Yuri kembali ke rumah untuk mematikan kompor sementara bidan pergi mengambil perlengkapan untuk keperluan persalinan (partus set).

Namun tak lama setelah istrinya kembali ke rumah dan mematikan kompor, tiba-tiba ada warga yang berlari menghampiri, sambil berteriak bahwa ibu yang di kamar bersalin telah melahirkan bayinya. Istri Yuri berlari ke Puskesmas dan ketika sampai di kamar bersalin, dia mendapati bayinya sudah keluar dan sedang dipegang sang kakek tepat di bawah jalan bayi tersebut lahir.

Setelah memastikan bayinya selamat, istri Yuri memeriksa kondisi sang ibu. Ternyata mengalami perdarahan, berbagai upaya medis dilakukan sang istri yang juga lulusan Fakultas Kedokteran Trisakati tersebut, namun darah tak kunjung berhenti. Sehingga akhirnya Yuri ditelepon. Sambil mengendarai motor Yuri memberikan arahan kepada istri dan juga bidan yang ada di Puskesmas Kuala Behe.

Namun diujung telepon, istri Yuri mengabari, bahwa mereka belum berhasil menghentikan perdarahan sang ibu. Yuri terus memacu kendaraannya hingga akhirnya tiba di Puskesmas dan langsung melakukan tindakan untuk menghentikan perdarahan si Ibu.

“Ketika Cayi telepon, aku mengarahkan untuk melakukan penekanan uterus dengan memasukan tangan melalui jalan lahir agar perdarahan berhenti, namun setelah dicoba oleh Cayi dan Ibu bidan, mereka tidak berhasil. Setelah tiba aku akhirnya berinisiatif untuk melakukan tersebut dengan yakin dan alhamdulillah berhasil,” cerita Yuri.

Setelah berhasil menghentikan perdarahan Yuri selanjutnya memastikan kondisi si Ibu stabil karena akan dirujuk ke RSUD di Kabupaten guna keperluan observasi lebih lanjut. Sedari awal kuliah di FK Trisakti Yuri memang memiliki ketertarikan terhadap ilmu Obstetri dan ginekologi, dan momen menolong Ibu melahirkan yang mengalami perdarahan semakin memantapkan hatinya untuk menjadi dokter spesialis kandungan dan kebidanan seusasi menunaikan tugas sebagai dokter PTT.

Setelah enam bulan menjalankan tugas sebagai dokter PTT, Yuri dan Cayi mendapatkan kabar gembira. Sang istri kembali mengandung lagi, namun fasilitas untuk memeriksakan kehamilan masih belum lengkap. Alat ultrasonografi (USG) belum ada, selain itu dokter spesialis kandungan dan kebidanan juga hanya ada di RSUD. Sehingga sang istri tidak bisa memeriksakan kondisi janinnya.

“Jadi sejak tahu positif hamil sampai usia kandungan mencapai 20 minggu, aku hanya memeriksa kondisi istri dengan mendengarkan denyut jantung bayi pakai funandoskop. Saat usia kehamilan 20 minggu akhirnya kita izin untuk kontrol ke dokter spesialis obgyn di Pontianak,” tutur Yuri.

Tak terasa Yuri dan Cayi telah satu tahun menjalani tugas sebagai dokter PTT. Diakhir pengabdiaannya mereka juga memperoeh anugerah berupa bayi dalam kandungan yang telah memasuki usia enam bulan. Anak pertama mereka pun lahir dengan selamat di sebuah rumah sakit di daerah Bekasi. Kini pasangan dokter tersebut telah dikaruniakan empat orang Putri dan Yuri juga sudah mencapai cita-citanya menjadi dokter Obgyn, bahkan ketika lahiran anak keempat dirinya yang membantu persalinan sang istri.

Salah satu permasalahan kesehatan di Indonesia adalah masih tingginya angka kematian ibu dan kematian bayi. Ada beberapa faktor yang menjadi penyebabnya, diantaranya anemia yang bisa menyebabkan ibu mengalami perdarahan saat melahirkan. Selain itu juga ada preeklamsia dan eklamsia, yakni naiknya tekanan darah saat kehamilan yang menyeabkan kejang, sesak dan gagal jantung, terjadi karena tidak dilakukan pemeriksaan rutin saat hamil oleh tenaga medis.

Sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian ibu dan bayi, pemerintah membuat program intervensi, diantaranya pemberian tablet tambah darah bagi remaja putri guna mencegah anemia. Kemudian pemberian makanan tambahan (PMT) bagi ibu hamil yang masuk dalam kategori kurang energi kronis (KEK) dan penyediaan alat-alat yang menunjang pemeriksaan kehamilan seperti USG di seluruh Puskesmas.

Selain itu juga dilakukan penyebaran dokter spesialis kandungan dan kebidanan untuk mengabdi di daerah tertinggal perbatasan dan kepulauan (DTPK). Diharapkan dengan adanya program intervensi tersebut angka kematian ibu dan kematian bayi di Indonesia dapat menurun.

Foto: dr. Yuri Iranda

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image