Partisipasi Perempuan di Ruang Publik Dalam Perspektif Kesetaraan Gender
Eduaksi | 2024-10-22 08:54:20Isu-isu gender akhir-akhir ini sudah menyentuh hampir ke semua sektor, antara lain sektor politik, ekonomi, hukum, dan sosial budaya (termasuk bidang pendidikan). Fenomena ini muncul antara lain karena di hampir semua sektor telah terjadi ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Sehingga membuat mereka berada dalam kondisi subordinat dan terpinggirkan atas kaum laki-laki. Situasi-situasi seperti itu pada akhirnya telah memicu munculnya suatu tuntutan dan gugatan untuk segera mengakhiri dan menghilangkan ketidakadilan dan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Gugatan tersebut dikenal sekarang dengan ‘analisis gender’.
Analisis gender memberikan kerangka untuk memahami bagaimana ketidakadilan sosial dan diskriminasi dalam masyarakat dapat terjadi, yaitu disebabkan oleh karena adanya keyakinan ‘ideologi gender’ yang dianut baik secara perorangan maupun sekelompok masyarakat. Salah satu penyebab yang dianggap menimbulkan ketidakadilan dan diskriminasi sosial, ekonomi, maupun politik adalah tidak adanya kepekaan gender seseorang atau kelompok pengambil keputusan dalam suatu instansi, lembaga, atau organisasi yang memutuskan kebijakan sosial.
https://www.iai-tabah.ac.id/2022/09/03/di-balik-multinya-peran-perempuan-di-ruang-publik-dan-domestik/
Analisis gender itu sendiri telah memunculkan polemik di kalangan umat Islam, khususnya para ulama, dan organisasi Islam lainnya yang berkiatandengan pandangan Islam terhadap keberadaan perempuan dalam jabatan- jabatan strategis di sektor publik. Polemik ini berawal dari pandangan tentang perbedaan struktur biologis antara laki- laki dan perempuan yang berimplikasi pada peran yang diembannya dalam masyarakat. Dari struktur anatomi biologis, perempuan dianggap memiliki beberapa kelemahan yang lebih banyak dibandingkan dengan kaum laki-laki normal. Oleh karena itu, anatomi biologi laki-laki sangat memungkinkan menjalankan sejumlah peran utama dalam masyarakat (sektor publik) karena dianggap lebih potensial, lebih kuat dan lebih produktif. Organ reproduksi dinilai membatasi ruang gerak perempuan, karena secara kodrati mereka akan hamil, melahirkan dan menyusui. Sedangkan laki-laki secara kodrati tidak memiliki fungsi reproduksi tersebut. Perbedaan itu melahirkan pemisahan fungsi dan peran serta tanggung jawab antara laki-laki dengan perempuan. Dalam hal ini laki-laki dipandang cocok berperan di sektor publik sedangkan perempuan dipandang cocok berperan di sektor kerumah tanggaan
Sukses Partisipasi Perempuan di Ruang Publik
Pada bidang kepemerintahan, telah banyak pula kaum perempuan yang menjabat, ada yang menjabat sebagai perdana menteri, wakil presiden, dan menjadi presiden/kepala negara. Di Indonesia ada Megawati Soekarno Putri sebagai kepala negara perempuan pertama yang menjabat selama 3 tahun, Gloria Macapagal Arroyo kepala negara di Filipina yang menjabat selama 9 tahun. Ia adalah presiden kedua setelah Corazon Aquino yang menjabat selama 6 tahun dari 1986-1992, Elisabeth Kopp menjadi Anggota Dewan Federal Swiss, ia menjabat selama 4 tahun dari 1984-1989, dan masih banyak perempuan- perempuan yang pernah menjabat sebagai kepala negara serta berkecimppung dalam pemerintahan.
Selain itu, di dalam sejarah Nusantara pun ternyata tercatat banyak perempuan yang sukses menjadi kepala negara dan kepala pemerintahan, mulai dari zaman kerajaan-kerajaan yang pernah ada. Sejak 1300 tahun yang lalu, perempuan telah berhasil menjadi pemimpin salah satu negara di Nusantara ini yang sangat dihormati, bahkan ditakuti kekuatan dan keperkasaannya. https://arsip.stkippgrisumenep.ac.id/365/1/PEREMPUAN%20DALAM%20RUANG%20PUBLIK%20%28Kajian%20Diskursus%20Feminisme%20Jurisprudence%20Dalam%20Sistem%20Politik%20Indonesia%29.pdf
Challenges dan Kontroversi dalam RUU Kesetaraan Gender
Sesungguhnya fenomena partisipasi perempuan di ruang publik adalah salah satu wujud dekonstruksi kaum perempuan atas diskriminasi yang selama ini mereka alami. Setiap individu baik laki-laki dan perempuan memiliki hak. Di ruang publik hak seorang laki-laki tidak perlu dipertanyakan, sedangkan sebaliknya seorang perempuan masih tetap diperdebatkan. Oleh karena itu untuk menyuarakan pendapat-pendapat mereka, tertuanglah dalam emansipasi perempuan. Di Indonesia sendiri sedang dirancang dan dirumuskan RUU Kesetaraan Gender. Tujuannya adalah untuk mengakomodasi hak dan kesempatan yang sama antara laki-laki dan perempuan sehingga dapat berpartisipasi dalam kehiduapanberkeluarga, bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Namun, RUU Kesetaraan Gender itu masih menimbulkan pro dan kontra dari masyarakat. Pihak yang kontra datang dari kubu ilmuwan Islam. Mereka berpendapat bahwa ayat- ayat al-Qur’an dan Hadits memandang suami dalam ikatan perkawinan adalah sebagai pemimpin keluarga, sekarang digugat dan dipaksa untuk berubah, mengikuti konsep keluarga dalam “tradisi Barat modern” yang meletakkan suami dan istri dalam posisi setara dalam segala hal.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.