Pengaruh Pemahaman Fiqih terhadap Sikap Toleransi Siswa
Eduaksi | 2024-10-19 21:57:31Pengaruh Pemahaman Fiqih terhadap Sikap Toleransi Siswa
Dalam beberapa kasus, pendidikan fikih di sekolah cenderung diajarkan secara normatif, yaitu hanya sebagai hukum yang harus ditaati tanpa memberikan ruang diskusi yang lebih luas tentang bagaimana hukum tersebut diterapkan dalam kehidupan sehari-hari yang lebih kompleks. Pemahaman ini berpotensi memicu eksklusivitas dan mempersempit pandangan siswa terhadap orang lain yang berbeda keyakinan. Hal ini tentu berbahaya bagi upaya menciptakan lingkungan sekolah inklusif, dimana siswa dari berbagai latar belakang dapat hidup berdampingan secara terhormat.
Pemahaman fiqih yang sempit ini dapat menimbulkan sikap ekslusif di kalangan siswa. Ketika siswa hanya diajarkan untuk fokus pada perbedaan, misalnya bagaimana cara shalat yang benar atau cara berpakaian yang sesuai syariat, tanpa diajak memahami makna dibalik perbedaan tersebut, maka mereka cenderung mengembangkan sikap yang kurang toleran terhadap perbedaan yang ada. Oleh karena itu, guru hendaknya tidak hanya berperan sebagai penyampai materi, namun juga sebagai fasilitator yang membantu siswa menganalisis dan menerapkan hukum-hukum agama dalam kehidupan nyata. Dengan demikian, siswa akan lebih mudah memahami bahwa ajaran Islam, termasuk fiqih, tidak bertentangan dengan sikap terbuka dan toleran terhadap perbedaan.
Sebaliknya, jika fiqih diajarkan dengan pendekatan yang lebih komprehensif dan kontekstual, dimana peserta didik diajak melihat ajaran islam dalam kerangka yang lebih luas melibatkan nilai-nilai kemanusiaan dan universal. Salah satu cara untuk mengatasi tantangan tersebut adalah dengan mengintegrasikan pemahaman fiqih dalam pendidikan karakter di sekolah. Pendidikan karakter yang selama ini menjadi fokus utama kurikulum, khususnya dalam rangka membentuk generasi beretika dan berakhlak mulia, dapat diperkuat dengan landasan fiqih yang mengajarkan nilai-nilai kemanusiaan. Selain itu, kurikulum yang mengintegrasikan fiqih dengan pendidikan karakter akan memberikan dampak yang signifikan.
Dalam ajaran Islam, toleransi bukanlah suatu hal yang asing. Padahal, Islam memandang pentingnya hubungan sosial yang harmonis dan saling menghormati. Melalui pemahaman fiqih, siswa dapat diajarkan bahwa hukum agama tidak hanya mengatur hubungan vertikal antara manusia dengan Tuhannya, tetapi juga hubungan horizontal yaitu antara manusia dengan sesamanya. Guru dapat mengajarkan nilai ini dengan memanfaatkan contoh sejarah, seperti Piagam Madinah yang menunjukkan bagaimana Nabi Muhammad SAW memimpin masyarakat yang beragam agama dan etnis dengan prinsip keadilan dan saling menghormati.
Pengajaran seperti ini apabila diterapkan dengan baik akan menanamkan kesadaran pada diri siswa bahwa Islam adalah agama yang menghargai keberagaman dan mendorong terciptanya keharmonisan sosial. Dengan demikian, fiqih tidak hanya menjadi mata pelajaran, namun juga pedoman hidup yang relevan dengan realitas sosial saat ini.
Dengan pendekatan yang tepat, fiqih dapat mengubah cara pandang peserta didik terhadap dunia, sehingga tidak hanya menjadi individu yang taat beragama, namun juga memiliki kesadaran sosial yang tinggi. Pemahaman fiqih yang mendalam jika diajarkan dengan benar akan mengantarkan peserta didik untuk menghargai orang lain, bukan hanya karena mereka berhak dihormati sebagai sesama manusia, namun juga sebagai bagian dari kewajiban moral yang diajarkan agama.
Dalam jangka panjang, pendekatan ini akan menciptakan masyarakat yang lebih damai dan harmonis, dimana perbedaan bukan menjadi sumber konflik, namun justru menjadi kekuatan yang memperkaya kehidupan bersama. Oleh karena itu, pengembangan kurikulum fikih yang mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan, toleransi dan keadilan harus menjadi prioritas dalam pendidikan, khususnya di negara multikultural seperti Indonesia.
Pemahaman fiqih yang benar jika diajarkan secara inklusif dan kontekstual dapat menjadi alat yang sangat efektif dalam membangun sikap toleran di kalangan siswa. Generasi yang terbentuk dengan pemahaman fikih yang inklusif tidak hanya akan menjadi individu yang taat beragama, namun juga akan menjadi anggota masyarakat yang mampu hidup berdampingan secara harmonis dalam keberagaman.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.