Sensasi Mukbang : Nikmat Makan atau Kebiasaan Ekstrem?
Cicip | 2024-10-17 10:06:18Mukbang menjadi fenomena di era digital ini dan menarik perhatian jutaan orang di seluruh dunia. Berasal dari Korea Selatan, mukbang adalah siaran langsung di mana seseorang makan sejumlah besar makanan sembari berinteraksi dengan penonton. Konsep ini dimulai pada akhir tahun 2000-an dan dengan cepat memperoleh popularitas berkat platform seperti YouTube dan TikTok.
Dalam mukbang, makanan sering kali menjadi bintang utama. Para pembuat konten biasanya memilih hidangan yang bervariasi dan menarik secara visual, mulai dari makanan cepat saji hingga makanan khas tradisional. ASMR (Autonomous Sensory Meridian Response) menjadi elemen kunci, di mana suara kunyahan dan rasa makanan memberikan sensasi tenang bagi penontonnya.
Fenomena ini tidak hanya menarik perhatian individu yang gemar makan, tetapi juga mereka yang mencari hiburan atau bahkan yang merasa kesepian dan membutuhkan 'teman makan' virtual. Mukbang juga telah membuka peluang ekonomi baru bagi banyak kreator, mulai dari endorsement produk hingga sponsor merek makanan.
Penelitian tentang mukbang menunjukkan bahwa fenomena ini berawal dari Korea Selatan dan kemudian menyebar ke seluruh dunia melalui platform seperti YouTube dan TikTok. Sebuah studi yang diterbitkan dalam Journal of Media Research menemukan bahwa mukbang menawarkan bentuk hiburan unik yang menggabungkan elemen sosial dan sensorik, serta menciptakan komunitas virtual di mana para penonton merasa terhubung dengan host melalui pengalaman makan bersama secara online.
Namun, mukbang juga memunculkan sejumlah kritik dan kekhawatiran. Konsumsi makanan dalam jumlah besar secara publik bisa memberi pesan yang salah tentang kebiasaan makan yang sehat, dan beberapa kreator mungkin tergoda untuk melakukan tindakan ekstrem demi menarik lebih banyak penonton. Fenomena mukbang ini juga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap kebiasaan makan sehat, terutama pada remaja yang menjadi penonton utama konten ini.
Secara keseluruhan, mukbang mencerminkan perpaduan antara kebudayaan, teknologi, dan ekonomi dalam lanskap digital yang terus berkembang. Dengan terus berkembangnya platform media sosial, mukbang kemungkinan akan terus menjadi bagian menarik dari budaya online global. Tidak jarang dalam konten ini makanan yang mereka makan menjadi mubazir atau terbuang, mulai dari konten yang sengaja menghamburkan makanan atau challenge yang mereka buat tidak tercapai yang pada akhirnya menjadi sia-sia.
Memperhatikan fenomena sosial 'kekurangan makanan' bagi sebagian orang dengan fenomena mukbang ada sedikit ketimpangan, di satu sisi ada makanan yang terbuang dan di sisi lain ada pihak yang sangat membutuhkan makanan. Oleh karena itu penting bagi konten kreator untuk menyiasati hal ini agar konten mereka seimbang di kedua sisi tersebut, dengan pesan ini dapat tersampaikan bahwa makanan adalah sesuatu yang berharga dan sebaiknya tidak sampai terbuang sia-sia.
Melihat fenomena tersebut, selain kita memberikan contoh yang baik kita juga dapat berkontribusi dengan lebih menghargai makanan serta mendonasikannya pada yang lebih membutuhkan. Selain itu, kita juga dapat menekan angka pembuangan sampah sisa makanan di Indonesia yang saat ini menyandang gelar juara 2 pembuang sampah sisa makanan terbanyak di dunia menurut laporan The Economist yang bertajuk Fixing Food: Toward the More Sustainable Food System. Bagaimana menurutmu ? berikan komentar mengenai fenomena ini!.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.