Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image M. Haekal Al-Haffafah

Akademisi Inlander dan Politisi Abal-Abal

Politik | 2024-10-15 19:05:46

Dalam diskursus kritis mengenai kolonialisme, akademisi inlander memainkan peran kunci sebagai suara intelektual pribumi pada masa kolonial. Ironisnya, banyak di antara mereka justru berkontribusi pada penguatan struktur kekuasaan yang menindas, meskipun diharapkan dapat menjembatani budaya lokal dan Barat. Dengan melihat sejarah kolonial dan dampak sosialnya, pendidikan yang dijalankan dengan agenda kolonial sering kali berfungsi sebagai alat tersembunyi yang menyamar sebagai modernitas, bukan sebagai sarana emansipasi. Kurikulum kolonial tidak hanya bertujuan untuk mengajarkan pengetahuan, tetapi juga menanamkan ideologi yang mendukung dominasi dan eksklusi.

Perbincangan mengenai dekolonisasi pengetahuan menjadi tantangan besar bagi akademisi. Menggabungkan perspektif tradisional, lokal, dan transdisipliner dalam penelitian dan pengajaran adalah langkah awal penting menuju pengetahuan yang lebih adil dan komprehensif. Seperti akademisi masa lalu yang terpaksa membuat konsesi etis, akademisi sekarang sering kali harus mempertimbangkan sumber pendanaan, pengaruh industri, dan tekanan dari institusi. Penelitian yang menghasilkan temuan yang bertentangan dengan kepentingan sponsor sering kali terabaikan. Meskipun memiliki potensi untuk menjadi agen perubahan, banyak akademisi bermental inlander memilih untuk berdiam diri. Pilihan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, termasuk bayang-bayang birokrasi, ketakutan akan intervensi, dan kebingungan identitas. Suara mereka sering dibatasi oleh kepentingan elit yang tidak selalu sejalan dengan aspirasi masyarakat.

Politisi abal abal

Di dunia politik, istilah politisi abal-abal sering kali muncul sebagai kritik terhadap mereka yang tidak memenuhi syarat sebagai pemimpin yang sejati. Politisi semacam ini biasanya ditandai dengan kurangnya integritas, ketidakmampuan untuk membuat keputusan yang bijaksana, dan ketidakseriusan dalam menjalankan tugas. Keputusan penting lebih sering dipengaruhi oleh kepentingan pribadi atau kelompok tertentu, terjebak dalam permainan politik yang lebih memprioritaskan agenda jangka pendek daripada solusi yang berkelanjutan.

Dalam konteks ini kemudian, mereka menjadi penghalang bagi kemajuan dan inovasi yang sangat dibutuhkan untuk menghadapi berbagai tantangan sosial, ekonomi, dan lingkungan. Politisi abal-abal juga sering menggunakan retorika dan jargon-jargon yang menggelegar untuk menarik perhatian, tetapi tidak diimbangi dengan tindakan nyata. Janji-janji mereka sering kali hanya berakhir sebagai wacana tanpa realisas. Ketika politisi abal-abal menguasai arena politik, kepercayaan publik melihat jalannya pemerintahan kian menurun secara bersamaan para akademisi yang harusnya kritis gagal merawat oposisi loyal dan basis pabrikasi ide gerakan kontra elit.

Akhirnya upaya untuk mengiklankan input kebijakan yang lebih baik juga gagal. Kesimpulan akhirnya, sumbangan kerusakan yang ditimbulkan oleh para pengambil keputusan juga diaminkan oleh kemunculan para akademisi inlander dan politisi abal-abal

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Terpopuler di

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image