Indonesia Darurat Pangan?
Politik | 2024-10-15 00:28:54Sungguh merupakan ironi yang meresahkan, negeri yang dikenal sebagai negeri yang subur kang sarwa tinandur, namun seolah tak cukup untuk menanggung beban bagi ketahanan pangan bangsa. Pasalnya, berderet angka-angka seperti menbayangi dan menghantui masa depan, yakni protein yang langka, benih yang sudah berpuncak pada kejenuhan, serta ketergantungan pada impor. Lengkaplah sudah.
Bila hanya bersandar pada janji kesuburan alamnya, tanpa diimbangi oleh strategi yang matang dan seksama dalam bertahan dari hantaman badai kebutuhan, lebih-lebih di era kali ini, di tahun 2024 ini, maka apa jadinya? Bukankah tanda-tanda ke arah krisis pangan sudah kian menggejala? Ataukah hal itu diabaikan dan disepelekan saja?
Negeri ini dihadapkan pada beberapa tantangan besar terkait dengan soal ketahanan pangan. Data terbaru dari Badan Pangan Nasional (Bapanas) sebagaimana yang bisa dikutip pada 11 Oktober 2024 menunjukkan bahwa komoditas vital seperti daging ayam ras, telur ayam ras, kedelai, bawang putih, dan bahan daging sapi serta gula, berada pada ambang krisis. Sementara, tanpa intervensi melalui impor, negeri ini sangat riskan mengalami defisit yang cukup serius.
Perhatian utama lebih ditujukan terhadap sumber protein yang paling terjangkau, yakni daging ayam ras dan telur ayam ras. Oleh karenamya, program Makanan Bergizi Gratis (MBG) yang diusung oleh pemerintah akan bergantung kepada pasokan dimaksud. Sedangkan data Bapanas menunjukkan bahwa kebutuhan daging ayam ras yang mencapai 3,9 juta ton per tahun hanya ditopang stok akhir sekitar 239 ribu ton. (badanpangan.go.id)
Pun demikian halnya terhadap telur ayam ras, dimana kebutuhan tahunan mencapai 6,4 juta ton, sementara stok akhir diperkirakan hanya 127 ribu ton. Menilik selisih yang sebesar itu, dapat dipastikan bahwa tanpa tambahan impor, pasokan protein murah bakal menghadapi tekanan besar.
Di samping itu, benih padi yang digunakan telah mengalami titik jenuh, yakni sebagian besar berusia lebih dari dua dekade. Produktivitas padi di tahun 2024 terancam, akibat minimnya inovasi dalam pengembangan benih baru. Pasca restrukturisasi balai perbenihan ke dalam Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), koordinasi untuk pembaharuan benih nampaknya tersendat. Padahal, padi merupakan pondasi pangan bangsa ini. Artinya, betapa ketergantungan terhadap beras sebagai makanan pokok begitu besar akibat tidak dlakukannya diversifikasi tanaman pangan di negeri ini.
Ketergantungan pada impor juga berakibat mencengkeram komoditas seperti kedelai dan bawang putih. Stok akhir kedelai diperkirakan hanya 192 ribu ton, padahal kebutuhan tahunan terhadap kedelai melampaui 3 juta ton. Bawang putih pun mengalami nasib yang serupa . Di saat pasar internasional bergejolak, posisi Indonesia menjadi kian rentan.
Tidak berhenti sampai di sini, daging sapi dan gula konsumsi pun mengalami ancaman defisit. Kebutuhan terhadap daging sapi yang menyentuh lebih dari 950 ribu ton, hanya ditopang stok akhir sekitar 180 ribu ton. Gula konsumsi juga berpotensi mengalami kekuarangan, dimana kebutuhan tahunan sekitar 4 juta ton, dan stok akhir diprediksi hanya mencapai 1,2 juta ton. Apabila tidak ada tambahan impor, pasokan kedua komoditas dimaksud tak akan mampu memenuhi permintaan domestik. Miris dan mengerikan.
Yang jelas, krisis pangan yang telah menggejala ini memerlukan tindakan cepat. Mengingat urusan pangan adalah menyangkut hidup matinya suatu bangsa, kata Bung Karno, presiden RI pertama, dalam salah satu pidatonya (27 April 1957). Oleh karenanya, pemerintah harus mempercepat impor, di sisi lain strategi jangka panjang harus difokuskan pada revitalisasi sistem pembenihan nasional dan peningkatan produktivitas pangan domestik mandiri. Di tengah pelbagai tantangan ini, program-program seperti Makan Bergizi Gratis akan bergantung pada kelancaran pasokan protein yang stabil dan murah untuk menjaga gizi masyarakat agar tetap terpenuhi.
Presiden terpilih, Prabowo Subianto, sebenarnya telah menyadari terhadap situasi pasokan pangan terkini. Masalah perang dan ketegangan di pelbagai kawasan hingga soal perubahan iklim merupakan pemicunya. Ditambah dengan adanya beberapa negara yang dengan sengaja menahan pasokannya untuk tidak diekspor ke negara lain, menjadikan situasi pasokan pangan kian bertambah rumit dan pelik.
"Dari sejak awal saya ingatkan kalau kita tergantung impor, dan kalau terjadi krisis sebagaimana terjadinya krisis Covid, ternyata negara-negara eksportir pangan menghentikan ekspornya? Seperti India, Vietnam, Thailand, Kamboja," kata beliau saat pertemuan investor di JCC Senayan, Jakarta, 9 Oktober 2024.
Sektor pangan menjadi fokus utama pemerintahan Prabowo Subianto selama lima tahun ke depan. Sederet kebijakan telah dipersiapkan demi kebutuhan perut masyarakat Indonesia supaya bisa terpenuhi.
"Hal fundamental, survival kita sebagai bangsa tergantung dan sangat mendasar, pertama adalah swasembada pangan," tegas Prabowo Subianto.
Gemah Ripah Loh Jinawi, Tata Titi Tentrem Kerta Raharja, Thukul Kang Sarwa Tinandur, Murah Kang Sarwa Tinuku, masihkah relevan dan bisa ditbuktikan dalam tindak nyata di negeri ini, manakala situasi sudah memasuki awal krisis sebagaimana saat ini?
Tanah subur dan ramai semarak, kehidupan teratur dan tertata, segala yang ditanam tumbuh, dan barang-barang serba murah, semoga bukan hanya sekedar untaian kata yang sloganistis belaka, ketika Darurat Pangan sudah menghadang di depan mata ...
*****
Kota Malang, Oktober di hari kelima belas, Dua Ribu Dua Puluh Empat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.