Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Nurul Izzati Husni

Eksistensi Tari Tradisional di Tengah Arus Global

Kultura | 2024-10-15 09:52:56

Globalisasi menghantarkan manusia kepada kemudahan tanpa batas, segala sesuatu dapat dilakukan secara cepat dan praktis. Teknologi hadir dengan lautan informasi tanpa bisa di cegah. Masyarakat dunia secara umum telah hidup dalam satu kesatuan global yang mendorong kepada berbenturannya modernisasi dengan kebudayaan lokal yang telah lama melekat dalam diri setiap bangsa pada masa sebelumnya. Benturan ini memaksa masyarakat memilih untuk mengikuti modernitas atau tetap bertahan pada budaya yang ada.

Koentjaraningrat dalam bukunya Pengantar Teori Antropologi (2015) menyatakan bahwa, unsur kebudayaan secara universal terbagi dalam beberapa unsur, diantaranya, sistem religi dan upacara keagamaan, sistem dan organisasi kemasyarakatan, sistem pengetahuan, sistem bahasa, sistem kesenian, sistem mata pencaharian hidup, dan sistem teknologi dan peralatan. Hal inilah yang seiring waktu membuat masyarakat terbuai perkembangan zaman dan kemajuan teknologi.

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan 17.508 pulau dengan total penduduk sekitar 270 juta jiwa. Negara ini juga kaya akan keberagaman budaya dan suku bangsa. Terdapat 1.300 suku yang tersebar dari Sabang hingga Merauke. Hal ini kemudian membangun sebuah identitas, keberagaman, dan kekayaan yang memukau (Usman, 2009). Adapun salah satu suku yang cukup menonjol di Indonesia adalah suku Minangkabau yang berasal dari Sumatera Barat.

Masyarakat Minangkabau masa ini umumnya telah meninggalkan banyak kebiasaan dari unsur-unsur kebudayaan yang telah mentradisi di tengah masyarakat. Salah satunya seperti dalam unsur kesenian, pada masa dahulu tatkala melangsungkan upacara pernikahan di Minangkabau, maka akan ada tari piriang, tari pasambahan, basaluang, dan masih banyak lagi sesuai kebiasaan dan budaya lokal di daerah lainnya, yang akan menjadi kegiatan wajib dalam keberlangsungan upacara pernikahan. Pada perkembangan dewasa ini, masyarakat lebih memilih untuk menyewa orgen tunggal daripada menyewa penari dan alat musik seni tradisional.

Sumber: Dokumentasi Pribadi. Tari Piring dalam acara penutupan kegiatan SeiBa International Festival di UIN Imam Bonjol Padang
Sumber: kemlu.go.id. Tari Piring dari Solok, Sumatera Barat penuh makna, sejarah dan gerakan

Kuatnya sistem industri rental orgen tunggal dan musik elektrik lebih praktis dan modern. Sementara sanggar tari mulai kehilangan pentas dan kurang diminati oleh pemuda untuk belajar, karena tidak ekonomis dan tidak praktis. Sejatinya, tidak merta di salahkan tatkala masyarakat lebih memilih orgen tunggal dibandingkan tarian tradisional. Tarian tradisional telah kehilangan ahli yang dapat menarikannya sehingga menjadi kesulitan bagi masyarakat untuk terus menjadikan budaya ini mentradisi. Kemudahan yang di tawarkan pekembangan zaman dirasa lebih masuk akal untuk di terima oleh masyarakat. Berdasarkan pemaparan diatas, dapat di lihat bahwa kesenian Minangkabau mulai di tinggalkan dan digantikan oleh kemajuan dan kecanggihan.

Sesungguhnya budaya lokal yang ada dapat mengikuti perkembangan dan modernitas tanpa meninggalkan nilai-nilai asli yang terkandung di dalamnya. Adapun upaya mempertahankan budaya lokal dalam arus globalisasi memerlukan komitmen dan kesadaran kolektif dari masyarakat untuk menjaga nilai-nilai tradisional mereka. Hal ini bisa dilakukan melalui pendidikan budaya sejak dini, pelestarian bahasa dan kesenian lokal, serta adaptasi inovatif yang tetap menghormati akar tradisi. Selain itu, peran pemerintah dan komunitas dalam mempromosikan budaya lokal di kancah nasional dan internasional sangat penting, agar kekayaan warisan budaya tidak hilang tergerus oleh pengaruh global. Dengan sinergi antara pelestarian dan adaptasi, budaya lokal dapat tetap hidup dan relevan, menjadi identitas yang kuat bagi masyarakat di tengah dinamika perubahan zaman.

Perkembangan zaman yang begitu pesat sejatinya bukanlah alasan hilang dan rusak nilai-nilai budaya yang ada. Karena budaya dapat berkembang mengikuti modernitas dengan tetap mempertahankan keasliannya. Oleh karena itu, hendaknya kita mampu untuk menyelaraskan budaya yang masuk dan memfilter budaya yang akan di ambil sehingga nantinya menghantarkan pada perkebangan kebudayaan yang pesat pula.

Nurul Izzati Husni, mahasiswa program studi Sejarah Peradaban Islam, Fakultas Adab dan Humaniora, UIN Imam Bonjol Padang.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image