Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Komunitas Ujung Pena

Lindungi Generasi dari Pelecehan Seksual

Politik | Sunday, 13 Feb 2022, 00:33 WIB

Oleh: Siti Subaidah (Pemerhati Lingkungan dan Generasi)

Kasus pencabulan atau pelecehan seksual kini kembali menyeruak disalah satu kota besar yakni Balikpapan. Pelecehan seksual tersebut terjadi di sebuah lembaga pendidikan berbasis Islam yang dilakukan oleh oknum pengasuh. Diketahui sebanyak 15 remaja putri yang menjadi korban dengan rentang usia 15 hingga 16 tahun. Fakta tersebut tentu sangat miris dan memprihatinkan karena hal ini semakin memperlihatkan bahwa kerusakan moral dalam hal ini pelecehan seksual sudah masuk dalam ranah lembaga pendidikan Islam. Tempat yang dinilai paling aman karena mengajarkan nilai-nilai kebaikan.

Siti Subaidah

Kasus diatas hanyalah satu dari sekian banyak kasus pelecehan seksual yang terungkap ke publik. Dilansir dari Inibalikpapan.com, Kepala UPTD Perlindungan Perempuan Anak (PPA) DP3AKB, Esti Santi Pratiwi mengatakan, pada 2021 lalu kasus kekerasan fisik ada 13 kasus, kekerasan fsikis ada 16 kasus, kekerasan seksual 48 kasus, eksploitasi 4 kasus, dan kekerasan lainnya ada 2 kasus. Data tersebut tentu berbanding terbalik dengan penghargaan Kota Layak Anak yang didapat Balikpapan dari pemerintah pusat.

Demi mendukung program Pemkot Balikpapan agar tetap sebagai kota layak anak, UPTD PPA melakukan edukasi dan sosialisasi setiap tahun dengan berbagai macam pola yang diterapkan. Edukasi juga diarahkan kepada anak dan perempuan korban kekerasan seksual agar tidak takut melapor ke polisi. Sosialisasi dan edukasi ini dilakukan dengan menyasar wilayah dengan kasus pelecehan terbanyak hingga ke skala RT. Namun apakah langkah ini tepat?

Akar Masalah yang Tak Kunjung Selesai

Disadari atau tidak maraknya kasus pelecehan seksual utamanya terhadap anak-anak terjadi sebagai akibat dari kondisi sosial masyarakat saat ini yang mudah sekali memantik timbulnya syahwat. Dalam hal ini media menjadi salah satu faktor penyumbang terbesar yang mengakibatkan kasus ini mengalami angka kenaikan. Kemudahan mendapatkan informasi di era sekarang nyatanya tidak hanya memberikan efek positif terhadap masyarakat akan tetapi juga efek negatif. Ibarat dua sisi mata uang, teknologi dan internet pun kerap disalah gunakan. Konten-konten pornografi yang tersedia luas di internet dengan berbagai macam bentuk baik itu lewat iklan, game, komik online, ataupun video berhasil membangkitkan syahwat. Belum lagi ditambah dari tontonan televisi yang semakin tidak mendidik seperti sinetron yang dibungkus pacaran dan percintaan dan majalah-majalah porno yang masih beredar hingga saat ini. Semuanya berkontribusi besar menyumbang terjadinya aksi pelecehan seksual terutama terhadap anak.

Selain itu kebebasan berpakaian ditengah-tengah masyarakat ( tidak menutup aurat) dan pandangan yang salah bahwa hubungan laki-laki dan perempuan hanya semata-mata hubungan seksual pun akhirnya menjadi faktor lain yang menyebabkan kasus ini terus berulang dan tidak mendapatkan solusi yang hakiki. Pandangan liberalisme atau paham kebebasan menjadi andil dari munculnya penyakit masyarakat ini. Standar yang dipakai dalam bertingkah laku adalah kesenangan duniawi bukan halal dan haram dalam syariat Islam. Alhasil upaya pemerintah daerah dengan melakukan sosialisasi dan edukasi di tengah-tengah masyarakat tak akan mampu membendung maraknya kasus pelecehan seksual karena akar masalahnya sedari awal tidak teratasi. Jauh panggang dari api.

Islam Penjaga Hakiki

Dalam hidup, manusia oleh sang pencipta dianugerahi kebutuhan jasmani (hajatul adlawiyah) dan kebutuhan naluri (gharizah). Terdapat perbedaan dalam segi pemenuhan antara kebutuhan jasmani dan naluri. Kebutuhan jasmani jika tidak dipenuhi maka akan mengakibatkan kematian. Namun tidak demikian dengan kebutuhan naluri, jika tidak dipenuhi tidak sampai mengakibatkan kematian akan tetapi hanya menimbulkan perasaan gelisah saja pada diri manusia. Kebutuhan naluri terbagi menjadi tiga yakni naluri beragama (gharizah tadayun), naluri mempertahankan diri (gharizah baqa) dan naluri melangsungkan keturunan (gharizah nau). Rasa sayang terhadap anak, rasa keibuan, rasa kebapakan, cinta terhadap orang tua atau tertarik dengan lawan jenis (seksual) merupakan perwujudan dari adanya naluri melangsungkan keturunan. Islam telah mengatur pemenuhan naluri nau (seksual) dengan tata cara yang benar yaitu dengan adanya pengaturan hubungan laki-laki dan perempuan (pergaulan dalam islam) dan adanya institusi pernikahan.

Dalam kasus pelecehan seksual terlebih pada anak tidak hanya cukup dengan upaya kuratif semisal menjatuhkan sanksi yang berat kepada pelaku tanpa adanya upaya preventif (pencegahan) karena hal itu sama saja dengan mengambil solusi dipermukaan, tapi tidak menyelesaikan akar permasalahan. Islam dalam hal ini sangat memperhatikan keduanya.

Dalam hal upaya preventif atau pencegahan, islam memiliki aturan yang mampu mencegah bahkan menutup pintu kemaksiatan yang menjadi pemicu tindak kejahatan tersebut.

Pertama, Islam dengan tegas melarang segala bentuk perbuatan yang mendekati zina, sebagaimana firman Allah

Dan janganlah kamu mendekati zina. Sesungguhnya zina itu adalah perbuatan keji dan seburuk-buruknya jalan” (TQS. Al isra;32)

Kedua, syariat islam pun mengatur bahwa hubungan laki-laki dan perempuan dicukupkan pada wilayah muamalah dan tolong menolong, bukan seksualitas seperti pandangan pada kapitalis. Jadi interaksi diluar itu tidak diperbolehkan

Ketiga, kewajiban menutup aurat ditempat-tempat umum sehingga pandangan terjaga dari hal-hal yang diharamkan dan tidak memicu bangkitnya syahwat.

Keempat, mempermudah pernikahan. Dalam hal ini baik nikah agama maupun nikah secara hukum dilaksanakan tanpa dipersulit oleh hukum adat ataupun administrasi negara. Sering kita dengar banyaknya pemuda-pemudi yang saat ini masih berstatus lajang enggan untuk menikah karena tersandung uang jujuran yang tinggi atau rumitnya pengurusan administrasi dan sebagainya. Alhasil jalan pintaslah yang diambil yaitu dengan kumpul kebo.

Kelima, pelarangan konten-konten yang mengandung unsur pornografi di semua media baik itu media cetak, televisi maupun media sosial. Maka ini masuk wewenang negara karena negara lah yang memilki akses untuk memfilter atau menyortir situs-situs atau tayangan yang layak dikonsumsi publik.

Ketika langkah preventif telah dilakukan namun masih terjadi kasus pelecehan seksual maka langkah kuratif lah yang diambil. Islam dengan langkah kuratifnya yakni pemberian sanksi tegas terhadap pelaku pelecehan seksual. Sanksi itu berupa hukuman cambuk oleh pelaku yang belum pernah menikah dan hukuman rajam bagi pelaku yang sudah pernah menikah dan keduanya dilaksanakan ditempat umum yang mana hukuman ini jelas akan memberikan efek jera kepada masyarakat.

Dengan adanya langkah preventif dan kuratif yang saling melengkapi oleh syariat islam, maka bayang-bayang kasus pelecehan seksual terlebih kepada anak-anak akan bisa diatasi sehingga tidak akan ada anak-anak yang masa depannya hancur sebagai akibat dari pelecehan seksual. Wallahu a'lam bishawab

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image