PTM Dihentikan, Siswa Tambah Cemas
Lomba | 2022-02-10 20:48:33Surat Keputusan Bersama (SKB) 4 Menteri Nomor 05/KB/2021, Nomor 1347 Tahun 2021, Nomor HK.01.08/Menkes/6678/2021, Nomor 443-5487 Tahun 2021 tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di masa pandemi Covid-19. merupakan angin segar bagi dunia pendidikan, Berdasar surat keputusan tersebut berbagai sekoah/madrasah telah mulai melaksanakan Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100 persen.
Sebagian orang tua dan siswapun menyambut positif. Siswa juga sudah mulai nyaman dengan PTM 100 persen. Namun Santernya berita terkait pemberhentian PTM karena kenaikan covid jenis omicron dapat menimbulkan kekhawiran orang tua dan kecemasan siswa. Bagaimana tidak, PTM baru saja dimula, kasus covid naik lagi, apalagi konon jenis varian baru yang bernama omicron lebih ganas karena penyebarannya bisa 3 kali lipat lebih cepat dibanding Covid 19.
Oleh karena itu usulan yang wajar jika sebagian orang tua mengusulkan agar PTM diberhentikan sementara. “Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Retno Listyarti menyebut ada sekitar 25 persen orang tua yang disurvei mengusulkan agar pembelajaran tatap muka (PTM) 100 persen dihentikan sementara.” republika.id (9/2/2022).
Namun demikian realita menunjukkan bahwa pelaksanaan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dinilai sangat tidak efektif. Orang tua maupun siswa bahkan guru banyak mengalami kendala dan kesulitan.
Eko Susilo, salah satu orang tua yang mempuyai dua anak, seorang duduk di bangku SMA dan yang satu lagi masih duduk di jenjang SMP. Ia mengaku khawatir jika harus diberlakukan PJJ lagi.”. Sebagai orang tua, sebenarnya saya khawatir anak-anak mengalami kejenuhan dengan PJJ,” ungkap Pak Eko. “Hampir sepanjang hari anak-anak tidak terlepas dari Handphone (HP), khawatirnya lagi, apakah anak menggunakan HP untuk belajar dan mengerjakan tugas dari guru atau melainkan digunakan untuk bermain game,” tambahnya. Ia merasa tidak mampu untuk mendampingi anak selama mengikuti PJJ.
Menurut Eko, untuk menghindari penyebaran virus omicron di sekolah, sebaiknya dilakukan PTM terbatas. “PTM sebaiknya dilanjutkan saja, dengan catatan anak telah divaksin, jika diperlukan lakukan tes swab untuk memastikan siswa guru pegawai di sekolah itu sehat, Kalau hasilnya tidak ada yang mengalami gejala-gejala, maka sebaiknya tetap dilanjutkan PTM 100 persen,” lanjut Pak Eko.
Semenatra itu Muhammad Tegar Pratama siswa kelas XII mengaku banyak mengalami kesulitan selama mengikuti PJJ pada tahun lalu. Menurut Tegar, PJJ tidak efektif karena mengikuti PJJ banyak menemui kesulitan. Terutama ketika harus belajar dan memahami materi sendiri tanpa bantuan guru. “Kalao PTM dihentikan, terus PJJ lagi saya merasa cemas tidak bisa memahami materi pembelajaran lagi, Saya merasa sulit kalau tidak ada guru yang membantu menjelaskan materi pelajaran,” ujar Tegar.
“Apalagi akhir akhir ini sudah mendekati ujian sekolah dan Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) untuk mengikuti pendaftaran masuk PTN. “Saya berharap khusus kelas XII dapat dilaksanakan PTM100 persen sehingga ada kesempatan bertemu dengan guru secara langsung walaupun tidak setiap hari, tentu saja dengan protokol kesehatan yang ketat,” harap Tegar, kamis (10/2/2022).
Demikian juga dengan Rahma Febriantika, siswa kelas XII berharap agar PTM tidak diberhentikan. Sebagaimana yang dialami Tegar ketika mengikuti PJJ Rahma mengaku banyak kendala. “Memilih PTM, misalnya 50 persen dengan syarat penerapan protokol kesehatan yang ketat,” ungkap Febri.
Lalu apa yang harus dilakukan?
Menaggapai naiknya kasus omicon menurut hemat penulis ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, pelaksanaan pembelajaran tetap mengacu pada SKB 4 menteri tentang Panduan Penyelenggaraan Pembelajaran di masa pandemi Covid-19. Tentu saja harus diiringi dengan penegakan prokes yang sangat ketat. Bahkan pelaksanaan SKB tersebut harus didukung oleh semua pihak. Tidak hanya prokes siswa di sekolah saja melainkan penerapan prokes di tempat-tempat lain, seperti pasar, mall, tempat wisata dan tempat-tempat hiburan lainnya juga harus diterapkan prokes dengan ketat.
Kedua, sekolah/madrasah perlu memperketatat pelaksanaan prokes .dengan melakukan sosialisasi terus menerus. Semua elemen sekolah/madrasah bersungguh-sungguh dalam menerapkan prokes. Sebaiknya siswa ikut dilibatkan secara langsung dalam sosialisasi maupun penegakan prokes. Dan yang penting lagi sekolah/madrasah wajib melengkapi sarana prokes, ruang- ruang belajar dan tempat lainnya harus disterilisasi secara rutin.
Ketiga, keterlibatan orang tua dan masyarakat juga sangat penting. Orang tua maupun masyarakat agar bahu membahu aktif membantu mengingatkan dan menyadarkan putra putrinya tentang pentingnya penerapan prokes. Dengan demikian siswa sadar diri untuk selalu menaati dan melakasanakan prokes sebagimana yang telah diatur oleh sekolah/madrasah.
Hal ini tentu saja tidak mudah, perlu komitmen yang sungguh-sungguh. Realita menunjukan bahwa penerapan prokes di sekolah/madrasah memang tidak mudah. Di tingkat SMA/MA saja anak-anak sulit jika diminta jaga jarak, tidak berkerumun, dan rutin mencuci tangan. Apalagi anak-anak di tingkat SMP/MTs dan SD/MI serta anak-anak usia PAUD, tentu lebih sulit lagi.
Namun demikian dengan memiliki kesadaran diri untuk memahami pentingnya penegakan prokes, tanpa paksaan. Bahkan kesadaran saling mengingatkan dan mengajak untuk memakai masker, mencuci tangan, menjaga jarak, menghidari kerumunan dapat menjadi sebuah gerakan yang menyenangkan.
Diperlukan kerjasama dari berbagai pihak (pemerintah, sekolah, orang tua dan siswa) untuk menghindari risiko dan meminimalisir terjadinya penularan covid. Jika semua pihak menyadari pentingya prokes maka optimis PTM dapat dilaksanakan walaupun secara terbatas. Setidaknya dapat mencegah dan mengurangi terjadinya learning loos. Semoga.....
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.