Waktunya Bebenah Atasi Learning Loss
Eduaksi | 2022-05-20 06:41:26Learning loss diakui oleh semua pihak sebagai dampak langsung dari kebijakan penanggulangan pandemic Covid-19. Pencegahan penularan Covid-19 yang mengharuskan semua orang mengurangi interaksi pasti akan berpengaruh secara signifikan terhadap proses pembelajaran. Apalagi, kebijakan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) dilakukan dalam waktu yang lama.
Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) satu sisi memang terlihat sebagai solusi cepat agar proses pembelajaran tidak terputus begitu saja. Namun, dalam memulai proses tersebut ternyata semua pihak belum siap melakukan pembelajaran yang efektif. Apa sebabnya?
Untuk mencapai proses PJJ yang efektif dan ideal saya yakin membutuhkan waktu. Karena proses ini bukan hanya melibatkan guru dan murid saja, melainkan peran pro aktif orang tua atau seseorang yang mendampingi proses belajar anak.
Dalam tahun pertama PJJ, guru, murid dan orang tua pasti baru sampai kepada tahap pembiasaan, pembudayaan dan peralihan. Esensi belajar sesungguhnya yang dirasakan murid mungkin berbeda-beda. Maksudnya, murid akan mengerti dan menerima informasi yang disampaikan pasti akan berbeda.
Untuk mendukung asumsi ini, terdapat penelitian yang dilakukan oleh UNESCO di Indonesia mengenai pembelajaran di masa pandemi. Hasil penelitian itu menyebut bahwa siswa merasakan pembelajaran selama pandemi tidak sama seperti sebelum pandemic. Artinya, bisa jadi siswa merasakan kesulitan dalam mencerna pelajaran tertentu yang memang membutuhkan praktik atau fokus lebih dalam misalnya.
Kedua, keluhan tentang pembelajaran jarak jauh juga dirasakan oleh jutaan orangtua. Bagaimana tidak, selama pandemic orang tua tidak hanya dituntun oleh beban banyak pekerjaan. Orangtua harus mengatur waktu menyelesaikan pekerjaan rumah, mendampingi anak belajar, dan bekerja untuk menghasilkan uang.
Bayangkan jika dalam sebuah rumah tangga ada lebih dari satu anak. Bagaimana anak-anak di usia sekolah bisa merasakan proses pembelajaran yang efektif dan ideal sebagaimana anak belajar di sekolah. Oleh karenanya, dalam proses PJJ yang panjang inilah learning loss terjadi.
Learning loss dapat di artikan sebagai hilangnya proses pembelajaran. Bayangkan jika harusnya anak dalam sehari bisa mendapatkan 10, selama PJJ berlangsung anak misalnya hanya mendapatkan 2, 3, atau bahkan 0.
Disamping itu, learning loss juga tidak dapat di artikan hanya dari sisi kognitif. Selain adanya potensi pengetahuan yang hilang, dalam proses PJJ ini ada pembelajaran lain juga yang hilang dan tidak di stimulus. Pembelajaran tersebut adalah pembelajaran dari sisi afektif dan psiko motorik.
Berbeda dengan belajar di sekolah, selama di rumah anak tidak akan mendapatkan stimulus sosialisasi dari orang lain. Padahal stimulus ini sangat penting dalam perkembangan anak. Stimulus dari aspek ini juga merupakan pembelajaran yang tidak dapat dipisahkan dari proses belajar anak, karena dari aspek ini, anak akan belajar bagaimana bekerjasama, memecahkan masalah, dan bermain di dalam kelompok.
Aspek terakhir yang berpotensi hilang dalam PJJ adalah stimulus motorik. Saat PJJ apakah ada jaminan orang tua di rumah menjadwalkan waktu olahraga rutin bagi anak dalam seminggu. Padahal stimulus motorik akan melatih otot-otot anak dan mengoptimalkan pertumbuhan fisik anak menjadi lebih optimal.
Oleh karenanya, dengan mengetahui gambaran dari hilangnya potensi-potensi belajar anak, semua pihak harus berbenah. Sekolah dan orang tua harus segera mengembalikan kehilangan-kehilangan yang terjadi selama PJJ.
Ketertinggalan harus segera di atasi dengan segera menyusun agenda dan kalender belajar. Solusi untuk mengatasi learning loss tidak lain adalah dengan mengembalikan anak belajar di sekolah bukan di rumah.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.