Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Adeummunasywah Adeummunasywah

Perkuat ketahanan keluarga

Politik | Wednesday, 26 Jan 2022, 12:11 WIB

Perkuat Ketahanan Keluarga

Oleh Atik Setyawati

Miris. Satu kata ini mewakili keprihatinan. Tidak sedikit keluarga muslim yang terpaksa kandas di tengah jalan. Biduk rumah tangga berakhir di meja pengadilan dengan satu ketukan palu. Perceraian. Tidak ada yang tidak tersakiti sebagai akibat peristiwa perceraian.

Sejatinya, adanya pernikahan untuk terus hidup bersama dalam bingkai persahabatan, balutan pernikahan. Apa daya banyak yang tidak tahan dan memilih jalan perpisahan.

Lampost.com. menuliskan bahwa sebanyak 16.391 kasus perceraian terdaftar di 14 pengadilan agama di Provinsi Lampung selama Januari hingga November 2021. Angka yang fantastis, terdiri dari 705 perkara sisa tahun 2020 dan 15.685 perkara yang masuk. Astaghfirullah. Lampung, salah satu provinsi di Indonesia memiliki angka kasus perceraian yang demikian memprihatinkan.

Banyak hal yang menjadikan pasangan terpaksa mengakhiri kehidupan rumah tangganya. Adanya orang ketiga alias perselingkuhan, perselisihan dan pertengkaran, masalah PHK yang berdampak pada perekonomian keluarga dan sebagainya.

Mengapa pondasi keluarga demikian rapuhnya? Tentu ada beberapa hal yang mempengaruhinya.

Pertama, minimnya ilmu berumah tangga bagi pasangan suami istri. Generasi muda yang akan menikah kurang pembekalan bagaimana seluk beluk hidup berumah tangga. Modal cinta saja tidak cukup untuk membina bahtera rumah tangga. Harus tahu ilmunya baru kemudian memasuki gerbang pernikahan. Kurang dewasa dalam berpikir sebagai akibat pembiasaan dalam kehidupan sehari-hari. Permasalahan diselesaikan secara instan tanpa berpikir cara terbaik dalam memutuskan permasalahan.

Kedua, keimanan, belum tertancapnya konsep rezeki bagi setiap pasangan. Istri merasa kurang dalam pemenuhan nafkah, kurangnya rasa bersyukur akan nikmat kehidupan berumah tangga. Atau suami yang dinilai kurang bertanggung jawab dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Belum terbentuk kesadaran akan penerimaan kelebihan berikut kekurangan pasangan. Yang terjadi merasa terzalimi dalam membina hubungan. Sangat disayangkan.

Ketiga, adanya campur tangan pihak ketiga dalam masalah berumah tangga. Alih-alih menyelesaikan permasalahan rumah tangga, yang terjadi menambah buruk keadaan pasangan suami istri akan adanya pihak ketiga.

Keempat, kurangnya kontrol dari lingkungan sebagai akibat individualisme yang menjangkit di tengah kehidupan bermasyarakat.

Kelima, kurangnya perhatian negara dalam memperhatikan pendidikan keluarga dan ketahanan keluarga

Penyebab permasalahan tersebut dapat teratasi ketika:

Pertama, sebelum menikah, baik calon suami maupun calon istri memiliki bekal yang cukup dalam membina bahtera rumah tangga. Ini bisa didapat dari mengikuti kajian-kajian, menerima nasihat orang tua. Meluruskan visi dan misi berkeluarga dalam rangka menyempurnakan separuh agama. Menjalani kehidupan berumah tangga sebagai bentuk beribadah yang paling lama. Insyaallah, menuai berkah-Nya dengan hidup berumah tangga. Suami memahami perannya sebagai qowwam (pemimpin) dalam berumah tangga, yang ia akan dimintai pertanggungjawaban di hari pembalasan. Istri sadar betul perannya sebagai ummun warobatul bayt, yang di sana akan dimintai pertanggungjawaban terhadap pengaturan urusan domestik rumah tangganya. Suami dan istri sama-sama menyadari perannya dan berupaya agar pasangannya dapat menjalankan perannya dengan baik.

Kedua, pemahaman akan konsep rezeki dari Allah. Rezeki bukan sekadar materi semata tapi lebih dari itu. Hadirnya teman dalam mengarungi keluarga, hadirnya buah hati adalah nikmat yang selayaknya disyukuri. Bersabar ketika ada ujian yang menimpa. Ujian disifati sebagai permasalahan bersama bukan masalahku atau masalahmu lagi tetapi masalah kita. Dengan demikian terbenakkan keinginan lepas dari masalah bersama-sama. Saling memaafkan kesalahan yang terjadi. Tentu melangkah ke jannah tetap bersama, bukan?

Ketiga, pandai-pandai meminta tempat nasihat. Bukan curhat pada lawan jenis yang semakin memperuncing masalah keluarga. Selesaikan permasalahan dengan pemahaman bahwa kekeliruan yang terjadi karena kelalaian berdua dan mencari pemecahannya berdua pula.

Keempat, kontrol masyarakat terhadap kehidupan berumah tangga anggota masyarakat. Adanya kepedulian terhadap masalah yang menimpa tetangga. Bukan untuk ikut campur, tetapi hadir memberi solusi terhadap permasalahan yang terjadi.

Kelima, negara memberi edukasi yang memadai terhadap generasi muda yang akan menikah. Memberikan lapangan pekerjaan yang seluas-luasnya bagi setiap laki-laki baligh agar sanggup menanggung tanggung jawab memberi nafkah bagi keluarganya. Negara melarang konten-konten pornografi, pornoaksi maupun film yang memberikan pembelajaran tidak baik bagi generasi. Negara memberi sanksi tegas terhadap pelaku tindak kekerasan dalam rumah tangga.

Akhirnya, apa yang terjadi pada keluarga muslim hari ini menjadi perhatian kita. Semoga alam yang kondusif, yang melindungi setiap keluarga muslim dari perceraian segera terwujud. Menciptakan ketahanan keluarga muslim dalam bingkai sistem kapitalisme adalah harapan yang sia-sia. Selayaknya, kita berupaya mewujudkan satu tatanan kehidupan yang manusiawi, tatanan yang memanusiakan manusia, yaitu tatanan yang berasal dari Sang Pencipta. Wallohu'alam bish shawwab

Metro, 24 Januari 2022

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image