Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image taufik sentana

Menakar Paradigma Politik Islam

Politik | 2024-10-10 08:48:58

Secara praktis, paradigma politik Islam berlandaskan pada dua prinsip utama: kedaulatan Tuhan dan perwakilan manusia; Yaitu kemampuan fitrawi manusia untuk memakmurkan bumi dan menjadi khalifah, sejalan dengan maksud penciptaannya.

Dalam konteks ini, politik Islam tidak hanya mengatur aspek pemerintahan tetapi juga mengintegrasikan nilai-nilai agama ke dalam sistem kehidupan sosial.

Sering disebut dengan konsep madani. Model kota madinah, yang kemudian tereflikasi di andalusia, damaskus, baghdad, mesir dan era turki usmani.

Pola struktur ini berkembang dalam kancah kerajaan romawi dan persia kala itu. Jauh sebelum Barat mengenal kata demokrasi.

Terdapat beberapa pendekatan atau paradigma dalam relasi agama dan negara, yaitu:

Integralistik, yaitu mewakili pandangan bahwa agama dan negara harus bersatu dan tidak dapat dipisahkan. Dalam paradigma ini, hukum dan nilai-nilai agama menjadi dasar dalam pengambilan keputusan politik.

Sekularistik. Pendekatan ini berupaya memisahkan agama dari urusan negara, di mana kebijakan publik tidak dipengaruhi oleh ajaran agama.

Substantif, yaitu sikap mengakui adanya interaksi antara agama dan negara tanpa harus menghilangkan identitas masing-masing, menciptakan ruang bagi keduanya untuk saling mempengaruhi dalam kerangka yang lebih fleksibel.

Pendekatan ini, walau tampak menarik, namun berpangkal dari liberasi politik-individualistik dan bisa saja berujung pada nihilisme agama. Sehingga agama menjadi ruang yang berdiri sendiri dan perannya dikembalikan ke individu.

Tentu Islam tidak memandang seperti ini. Sebab..ada wilayah value yang baku dan mutlak serta ada pula wilayah yang bisa dimusyarahkan.

Dalam konteks Indonesia, sejak era awal pergerakan kemerdekaan, relasi antara agama dan negara mengalami dinamika yang beragam.

Kenyataan tersebut mencerminkan tantangan dalam penerapan prinsip-prinsip politik Islam di tengah masyarakat yang pluralistik.

Eksistensi partai Islam menjadi tantangan sendiri bagi pergerakan politik Islam. Negasi politik sering membuat masyarakat apatis terhadap visi politik Islam.

Hal itu diperberat dengan arus sekularisasi yang kental di tengah masyarakat Islam. Hegemoni politik Barat ( sekarang Cina) juga menjadi pertimbangan yang sejalan dengan ketergantungan moneter kita.

Dalam sisi lain, partai itu diperlukan sebagai medium ekspresi dan sarana membela kepentingan normatif dan universalitas ajaran Islam. Term Rahmatan lil alamin mesti menjadi pokok paradigma untuk kebaikan bersama.

Diharapkan bahwa partai Islam mesti dapat menjadi representatif ikhtiar syura dalam iklim bernegara kita, guna mencapai tujuan ideal di tengah bayang bayang krisis dunia!

Ilustrasi

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image