Lagu Tanah Airku sebagai Empty Signifier Indonesia: Dilihat dari Sudut Pandang Sepak Bola
Politik | 2024-12-11 19:30:03Penulis ini mengamati bahwa hubungan sosial dan politik dalam masyarakat sering terbentuk karena dua hal: perang dengan negara lain atau keberhasilan dalam ajang internasional seperti Piala Dunia. Menariknya, hal serupa terlihat dalam sepak bola Indonesia, di mana berbagai lapisan masyarakat bersatu mendukung tim nasional dengan penuh semangat.
Mari kita bahas bagaimana rasa nasionalisme bisa muncul dalam sebuah bangsa. Rasa persatuan sebagai bangsa (nasionalisme) cenderung terasa ketika ada ancaman dari luar. Sama seperti nasionalisme di Indonesia yang dulu tumbuh dari keinginan untuk merdeka dari penjajahan. Namun, bagaimana nasionalisme ini muncul di era modern? Indonesia kini sedang mendefinisikan ulang siapa saja yang dianggap berhak membela bendera merah putih.
Perhatikan fenomena di sepak bola Indonesia, di mana tim nasional kini memiliki pemain multirasial hasil dari proses naturalisasi. Hal ini menimbulkan diskusi tentang apakah anak-anak imigran atau diaspora pantas untuk kembali dan mewakili tanah air mereka. Ini menyentuh perdebatan antara Local Pride dan naturalisasi. Namun, jawabannya sederhana: ya, hal ini mungkin. Dalam praktiknya, masyarakat secara alami mencapai kesepakatan politik, disatukan melalui nyanyian lagu Tanah Airku yang menciptakan rasa kebersamaan.
Saat ini, Indonesia adalah rumah tidak hanya bagi warga yang lahir di dalam negeri tetapi juga bagi diaspora dan keturunannya yang tersebar di seluruh dunia. Dengan demikian, Indonesia bukan lagi sekadar kumpulan suku-suku dari Sabang sampai Merauke. Rasa nasionalisme kini berkembang seiring dengan upaya bangsa ini mendefinisikan ulang siapa yang berhak membela merah putih di era globalisasi.
Fenomena menyanyikan lagu Tanah Airku setelah pertandingan Timnas Garuda adalah salah satu bentuk baru dalam membangun rasa nasionalisme. Lagu ini menghubungkan pemain multirasial dengan pendukung yang beragam secara etnis. Dalam konteks ini, lagu Tanah Airku seolah menjadi "lagu kebangsaan kedua". Di Stadion GBK, semua perbedaan politik seolah lenyap. Kesukuan yang dulu membedakan pribumi dan diaspora kini tidak lagi relevan. Bahkan, afiliasi politik pun tidak memiliki pengaruh. Pada momen tersebut, semua anak bangsa bersatu untuk mendukung sesama anak Indonesia di lapangan hijau. Rasanya seperti lahirnya norma politik baru yang lebih inklusif.
Lagu Tanah Airku karya Bu Sud kini menjadi medium baru untuk mempererat rasa kebersamaan. Lagu yang awalnya hanya lagu sederhana, terinspirasi dari para pahlawan Indonesia yang belajar di luar negeri dan kembali untuk memajukan bangsa, kini memiliki makna baru yang lebih besar.
Fenomena ini selaras dengan teori Empty Signifier dari Ernesto Laclau (1935–2014). Teori ini menjelaskan bagaimana sebuah empty signifier berfungsi sebagai representasi yang menyatukan berbagai tuntutan, membentuk rantai kesetaraan. Dalam rantai ini, setiap elemen didefinisikan oleh hubungan dengan elemen lainnya, namun tetap disatukan oleh logika kesetaraan.
Pada dasarnya, empty signifier adalah konsep yang terbuka untuk berbagai interpretasi, sering kali saling bertentangan. Konsep ini tidak memiliki makna tetap, melainkan menjadi wadah untuk menyerap dan menyampaikan makna yang diproyeksikan kepadanya. Dalam hal ini, lirik lagu Tanah Airku sangat relevan bagi diaspora. Di mana pun kita berada di dunia, Tanah Air adalah rumah kita.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.