Membuat Wajah, Tangan, dan Kaki Bercahaya di Hari Kiamat: Rahasia Keutamaan Wudhu dalam Islam
Agama | 2024-10-10 01:08:00Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah, Rasulullah ﷺ bersabda, “Sesungguhnya umatku akan datang pada hari kiamat dengan wajah, tangan, dan kaki yang bercahaya (ghurrah dan tahjil) dari bekas wudhu'. Maka barang siapa yang mampu memperpanjang ghurrah-nya, maka lakukanlah.” (HR. Muslim).
Hadis ini memberikan gambaran betapa agungnya wudhu di mata Allah. Bukan hanya sebagai syarat sahnya shalat, wudhu memiliki dimensi spiritual yang mendalam, bahkan menjadi tanda yang membuat seorang muslim dikenali pada hari kiamat. Lantas, apa yang dimaksud dengan ghurrah dan tahjil, dan bagaimana cara kita meraih keutamaan tersebut?
Memahami Makna Ghurrah dan Tahjil
Imam Al-San'ani dalam kitabnya Subulussalam menjelaskan bahwa ghurrah adalah cahaya yang muncul di wajah seorang muslim akibat dari wudhu. Ghurrah berasal dari kata yang dalam bahasa Arab merujuk pada kilatan putih di dahi kuda, simbol kemuliaan dan keindahan. Cahaya ini akan muncul pada wajah umat Islam yang rajin menjaga wudhu mereka.
Sedangkan tahjil adalah cahaya yang akan muncul di tangan dan kaki, yang juga merupakan bagian dari anggota wudhu. Sehingga, di hari kiamat, umat Nabi Muhammad ﷺ akan dikenal melalui cahaya ini—wajah, tangan, dan kaki mereka bersinar sebagai bukti kesucian diri yang telah mereka jaga selama di dunia.
Namun, yang menarik dari hadis ini adalah anjuran Rasulullah ﷺ untuk memperpanjang ghurrah dan tahjil. Apakah ini berarti kita harus membasuh anggota wudhu kita lebih dari yang dianjurkan? Ataukah ada makna lain di balik anjuran tersebut?
Memperpanjang Ghurrah: Makna dan Hukum
Beberapa ulama memahami "memperpanjang ghurrah" dalam hadis ini sebagai bentuk sunnah yang dianjurkan, bukan kewajiban. Artinya, umat Islam dianjurkan untuk memperpanjang basuhan wudhu mereka, misalnya dengan membasuh tangan hingga ke bahu, atau membasuh kaki hingga ke lutut. Pendapat ini didasarkan pada penafsiran literal dari anjuran Rasulullah ﷺ.
Namun, Imam Al-San'ani juga memberikan penjelasan dari beberapa ulama lain yang berbeda pendapat. Mereka menekankan bahwa memperpanjang ghurrah dan tahjil sebenarnya lebih berkaitan dengan mudawamah, atau kontinuitas dalam menjaga wudhu. Dalam konteks ini, memperpanjang ghurrah bukanlah memperpanjang basuhan fisik, melainkan menjaga wudhu dengan sempurna dan melakukannya secara konsisten, menjaga wudhu sepanjang hari, bukan hanya saat hendak shalat.
Wudhu Sebagai Kebiasaan Harian
Sebagai seorang muslim, menjaga wudhu secara kontinu atau مداومة الوضوء adalah salah satu bentuk pengabdian yang mulia. Wudhu bukan hanya membersihkan fisik, tetapi juga menyucikan jiwa. Dalam kondisi berwudhu, seorang muslim berada dalam keadaan suci, yang melambangkan kesiapannya untuk mendekatkan diri kepada Allah kapan saja.
Perdebatan Ulama: Apakah Memperpanjang Ghurrah Bagian dari Hadis?
Dalam kajian hadis ini, ada satu frasa yang menarik perhatian para ulama, yaitu "من استطاع" (barang siapa yang mampu). Beberapa ulama berpendapat bahwa frasa ini mungkin bukan merupakan bagian dari sabda asli Rasulullah ﷺ, melainkan tambahan dari perawi, yaitu Abu Hurairah. Imam Al-San'ani dalam Subulussalam mengutip pandangan bahwa frasa tersebut mungkin merupakan ijtihad perawi yang ingin menganjurkan umat untuk memperpanjang wudhu mereka.
Pandangan ini diperkuat oleh penelitian dari Ibn Hajar dalam Fathul Bari yang menyatakan bahwa frasa "من استطاع" tidak terdapat dalam riwayat sahabat lain yang juga meriwayatkan hadis ini. Hal ini menimbulkan perdebatan di kalangan ulama apakah memperpanjang ghurrah dan tahjil adalah anjuran dari Rasulullah ﷺ atau hanya hasil ijtihad Abu Hurairah.
Namun, apapun perdebatan yang ada, esensi dari wudhu tetaplah sama: wudhu yang sempurna akan memberikan cahaya yang menerangi wajah, tangan, dan kaki seorang muslim di hari kiamat.
Cahaya di Hari Kiamat: Keistimewaan Umat Nabi Muhammad ﷺ
Salah satu keistimewaan umat Nabi Muhammad ﷺ adalah tanda ghurrah dan tahjil yang muncul di hari kiamat. Dalam banyak riwayat, Rasulullah ﷺ menyebutkan bahwa umatnya akan dikenal melalui tanda-tanda ini. Wajah, tangan, dan kaki mereka akan bercahaya, menjadi saksi amalan wudhu mereka selama di dunia.
Meskipun wudhu juga dikenal dalam syariat umat terdahulu, tanda cahaya yang muncul dari wudhu ini merupakan kekhususan bagi umat Islam. Inilah yang menjadi bukti bahwa amalan wudhu tidak hanya memberikan kebersihan fisik, tetapi juga memiliki dimensi spiritual yang mendalam.
Menjaga Kesempurnaan Wudhu
Sebagai seorang muslim, menjaga kesempurnaan wudhu adalah salah satu cara untuk meraih keberkahan di dunia dan akhirat. Rasulullah ﷺ selalu menekankan pentingnya kesucian dalam beribadah, dan wudhu adalah gerbang utama menuju kesucian tersebut. Oleh karena itu, memperhatikan setiap detail dalam wudhu dan melakukannya dengan penuh kesadaran adalah langkah kecil yang berdampak besar di akhirat.
Dengan menjaga wudhu, kita tidak hanya membersihkan diri dari kotoran fisik, tetapi juga mempersiapkan diri untuk menghadapi Allah dalam kondisi terbaik. Semoga kita termasuk di antara umat yang datang pada hari kiamat dengan wajah, tangan, dan kaki yang bercahaya, sebagai bukti bahwa kita telah menjaga kesucian diri di dunia. (Pra Ujian Pendahuluan, KA Jakatingkir, Jogja-Jakarta, 10-10-2024)
Materi ini diambil dari Hadis Ke-40 Kitab Subulussalam dan telah disampaikan pada Kajian Bakda Maghrib Masjid Al-Muhibah Tegalmulyo Bantul.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.