Kejahatan Anak Kian Menjadi, Pornografi Jadi Biang Keladi
Politik | 2024-09-22 19:00:23Oleh: Lia April, Pendidik Generasi
Sungguh sangat miris melihat potret generasi saat ini. Seperti dikutip dari Jakarta, CNN Indonesia -- Empat remaja di bawah umur di Sukarami, Palembang, Sumatera Selatan, memperkosa dan membunuh seorang siswi SMP berinisial AA (13). Kapolrestabes Palembang Kombes Haryo Sugihhartono menyebut jasad korban ditinggalkan keempat pelaku di sebuah kuburan Cina, pada Minggu (1/9) sekitar pukul 13.00 WIB.
Empat pelaku pemerkosaan dan pembunuhan itu masih duduk di bangku SMP dan SMA. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Sumatera Selatan Kombes Anwar Reksowidjojo mengatakan bahwa keempat remaja itu sudah ditetapkan jadi tersangka. Mereka adalah IS (16), MZ (13), AS (12), dan NS (12). IS merupakan kekasih dari AA. Menurut Anwar, keempat bocah itu terbukti merencanakan pemerkosaan hingga menyebabkan korban meninggal dunia. "Polda Sumsel dan Polrestabes Palembang berhasil mengungkap pelakunya, ada empat orang sudah kita amankan dan kita tetapkan tersangka," kata Anwar kepada wartawan, Rabu (4/9).
Maraknya kejahatan yang terjadi di kalangan pelajar menjadi bukti nyata bahwa generasi saat ini sedang tidak dalam kondisi baik-baik saja. Perilaku liberal yang seringkali mereka lakukan menjadikan mereka berbuat sekehendak hati tanpa memikiran akibat yang akan terjadi. Apalagi mengaitkan segala perbuatan yang dilakukan dengan kehidupan akhirat nanti.
Kebebasan berperilaku para remaja ini cenderung menjadi kebebasan yang kebablasan. Era digitalisasi pun mempunyai peranan penting bagi generasi saat ini dalam berperilaku. Pornografi misalnya, tayangan yang tidak selayaknya ditonton ini dengan begitu mudahnya diakses melalui media massa oleh generasi.
Pornografi telah membuat rusak generasi. Kecanduan pornografi akan mengakibatkan serentetan perilaku lainnya yang menyimpang seperti seks bebas, hamil di luar nikah, pernikahan dini, aborsi, rudapaksa (perkosaan) bahkan sampai berani menghilangkan nyawa seseorang (pembunuhan), seperti fenomena yang marak terjadi saat ini.
Seharusnya anak-anak bisa menikmati masa kecilnya dengan bahagia, bermain, belajar dan bertumbuh kembang sesuai dengan fitrah anak dalam kebaikan.
Fenomena seperti ini tidak lepas dari paham liberalisme (kebebasan) yang merupakan buah dari sekularisme yaitu memisahkan agama dari kehidupan. Agama hanya dijadikan sebagai ibadah ritual saja, tanpa mengambil peranan dalam kehidupan. Sekularisme menjadi asas dari paham kapitalisme yang dianut oleh Barat. Hidup serba bebas dan dituntun oleh hawa nafsu merupakan buah pemikiran dari paham ini.
Adapun kapitalisme memandang tolok ukur kebahagian dari kepuasan materi dan kesenangan jasadiyah belaka, sehingga kita bisa melihat sistem pendidikan yang berasaskan sekelurasime-kapitalisme hanya akan menciptakan generasi dengan tujuan materialistik. Namun, minus akan kepribadian (bertakwa). Maka tidaklah heran ketika ada generasi yang pintar secara akademik, tapi masih kecanduan dengan pornografi ataupun memiliki mental illness.
Namun, berbeda dengan Islam. Negara dalam Islam akan melindungi generasi dari berbagai aspek, dan menjadikan syariat Islam sebagai tuntunan dalam bermasyarakat dan bernegara akan menjadi junnah (perisai) bagi generasi.
Islam memiliki aturan yang komprehensif (menyeluruh) yang membawa kerahmatan dalam penerapannya. Islam mewajibkan negara mencegah kerusakan pada generasi. Negara akan menjaga generasi dari berbagai aspek, diantaranya:
Pertama, negara dalam Islam akan memberikan sistem pendidikan yang berdasarkan kepada akidah Islam. Kurikulum pendidikan pun disusun berdasarkan Islam sehingga terwujud generasi yang berkepribadian Islam, memiliki pola pikir dan pola sikap yang islami. Sehingga segala perbuatan akan dilakukan berdasarkan standar halal dan haram. Setiap individu akan menyadari tujuan penciptaan dirinya hanyalah untuk beribadah kepada Allah Swt. Alhasil mampu menciptakan generasi yang bertakwa yang mampu mendobrak peradaban.
Kedua, negara dalam Islam akan memfilter semua tayangan yang ada di media massa. Negara akan menutup dan memblokir serta membersihkan semua konten yang berbau pornografi.
Ketiga, negara dalam Islam akan memberikan sanksi yang tegas dan adil baik bagi pelakunya maupun bagi penyedia konten maupun pelaku bisnis pornografi. Hal ini bertujuan untuk memberikan efek jera bagi pelakunya. Sanksi ini diberikan tanpa pandang bulu dan dihukum sesuai dengan syariat Islam baik dia masih anak-anak maupun sudah baligh.
Ketika pelakunya sudah baligh maka ia tergolong kepada mukallaf (orang yang sudah dibebani hukum syariat dan kewajiban dari Allah), sehingga mereka dihukum dengan hukuman zina yaitu dijilid 100 kali karena belum menikah.
Allah Swt. Berfirman :
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali.” (QS An-Nur [24]: 2).
Dan ketika pelaku tersebut sampai menghilangkan nyawa dengan sengaja maka pelaku tersebut dikenai hukum qisas (dibunuh dengan cara dipegal).
Sebagaimana firman Allah Swt.,
“Wahai orang-orang yang beriman, diwajibkan kepadamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah [2]: 178).
Begitu indah ketika syariat Islam diterapkan di setiap aspek kehidupan. Begitu indah ketika negara berkolaborasi dengan individu dan masyarakat dalam menjaga, melindungi dan mencetak generasi yang berkepribadian mulia.
Negara menjamin individu dan masyarakatnya dalam suasana keimanan sehingga tercipta masyarakat yang islami. Masyarakat yang senantiasa amar makruf nahi munkar, saling menasihati dalam kebaikan, dan senantiasa untuk menjauhi kemaksiatan.
Walhasil ketika sistem pergaulan, media massa, sanksi yang diterapkan sesuai dengan syariat Islam secara kaffah (keseluruhan) maka segala kejahatan dan kemaksiatan yang marak terjadi pada generasi saat ini akan sirna.
Wallahualam bissawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.