Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image andini maratu

Menjaga Suluh Toleransi di Desa Laban: Pendekatan Interaktif untuk Generasi Muda

Edukasi | 2025-12-05 18:40:44

Harmoni di Tengah Garis Pemisah

Indonesia, dengan ciri fundamentalnya yang multikultural, menjadikan toleransi sebagai pilar utama kohesi soisal. Namun, pewarisan nilai ini kepada generasi muda seringkali terhambat oleh derasnya arus informasi dan perubahan sosial. Desa Laban, Kecamatan Menganti, Kabupaten Gresik, adalah contoh praktik nyata keberagaman yang berjalan harmonis. Tempat dimana mayoritas warga beragama Islam hidup berdampingan dengan pemeluk agama Hindu, Kristen, Katolik dan Buddha. Harmoni ini perlu dijaga, dan salah satu cara paling strategis adalah melalui pendidikan karakter sejak usia dini.

Berangkat dari temuan tersebut, tim proyek kebangsaan Universitas Airlangga meranccang sebuah intervensi edukatif yang berfokus pada siswa kelas 5 UPT SDN 226 Gresik. Sasaran ini dipilih karena pada usia 10-11 tahun, anak berada pada fase perkembangan moral konvensional, di mana mereka mulai memahami norma sosial dan nilai kerja yang sama.

Inovasi Pembelajaran: Kekuatan Fun Class dan Experiental Learning

Proyek ini bertujuan menanamkan nilai toleransi dengan menghindari metode ceramah yang cenderung membosankan. Tim memilih pendekatan fun class dan experiental learning (pembelajaran berbasis pengalaman). Metode ini relevan karena sesuai dengan karakteristik anak SD yang membutuhkan stimulasi visual, interaksi sosial, dan aktivitas fisik untuk memahami konsep abstrak seperti toleransi.

Rangkaian kegiatannya dirancang interaktif selama durasi dua jam. Setelah pembukaan yang mematik antusiasme melalui yel-yel keberagaman, inti materi disampaikan dengan diselingi tanya jawab berhadia. Siswa diajak memahami keberagaman, manfaatnya, dan sikap yang harus dilakukan dalam menjaga toleransi.

Puncak dari pembelajaran berbasis pengalaman terlihat dalam dua aktivitas reflektif:

1. Pohon harapan: siswa menulis harapan mereka tentang keberagaman, toleransi, dan hidup rukun di kertas berbentuk daun, lalu menempelkannya di “pohon harapan”.

2. Deklarasi cinta keberagaman: siswa menempelkan topi jari berwarna-warni pada kanvas bertuliskan “cinta keberagaman” sambil mengucapkan “saya cinta damai, saya cinta Indonesia”. Cap jari berwarna ini secara visual merepresentasikan bhineka Tunggal ika, persatuan di ttengah perbedaan latar belakang

Hasil dan Dampak: Perubahan Sikap yang Terukur

Hasil proyek menunjukkan respon positif dan antusiasme tinggi dari 36 siswa kelas 5A. Antusiasme terlihat dari partisipasi aktif saat sesi tanya jawab dan diskusi.

Lebih penting lagi, kegiatan ini berhasil meningkatkan pemahaman siswa. Siswa yang sebelumnya mungkin belum memahami istilah keberagaman kini mampu menjelaskan bahwa perbedaan agama, suku, dan budaya adalah hal yang wajar dan harus dihargai. Hal ini tercermin dari isi harapan mereka, seperti keinginan untuk tetap rukun meskipun berbeda agama.

Pendekatan experiental learning terbukti menjadi sarana efektif untuk menanamkan nilai-nilai toleransi, karena siswa tidak hanya menerima informasi, tetapi juga mengalaminya secara langsung, sehingga nilai yang disampaikan tertanam lebih kuat. Aktivitas kolaboratif ini menciptakan pengalaman yang memungkinkan siswa memahami dan menghayati nilai toleransi secara lebih mendalam.

Jalur Keberlanjutan: Menjadikan Toleransi Karakter Harian

Meskipun terdapat kendala seperti batasan durasi (hanya ± 2 jam) yang membatasi eksplorasi siswa, secara keseluruhan proyek ini efektif dalam memberikan dampak positif.

Proyek ini membuktikan bahwa penanaman nilai kebhinekaan dapat dicapai melalui kegiatan sederhana, kreatif, dan partisipatif yang dekat dengan keseharian anak. Agar nilai toleransi ini tidak berhenti pada satu kegiatan saja, keinginan adalah kunci.

Sekolah dan para guru diharapkan dapat mengintegrasikan nilai-nilai toleransi yang telah ditanamkan ini ke dalam kegiatan pembelajaran harian, menjadikan penghargaan terhadap perbedaan sebagai inheren dari karakter siswa Desa Laban dalam jangka panjang. Dengan bekal karakter yang kuat ini, generasi muda Desa Laban siap menjadi penjaga keharmonisan sosial di tengah keberagaman yang menjadi identitas bangsa.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image