Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Abban Said

Mencoba Belajar dan Belajar Mencoba

Pendidikan dan Literasi | Thursday, 19 Sep 2024, 08:27 WIB

Saya berasal dari keluarga guru. Bapak saya guru. Ibu saya guru. Adik saya juga guru. Saya sendiri pun guru. Namun saya melakukan bid'ah. Bapak, ibu, dan adik saya guru agama. Sedangkan saya tersesat di belantara kata. Ya, saya guru bahasa. Tentu penyimpangan yang aaya lakukan tidak bertentangan dengan prinsip keluarga. Toh meskipun saya banting setir jadi pedagang, bapak dan ibu saya tetap mendukung. Ini intro untuk mengawali tulisan saya.

Berkisah tentang suka dan duka sebagai guru di MAN 3 Bantul tentu tak luput dari pengalaman-pengalaman yang telah saya lalui. Bermula dari keputusan untuk menimba ilmu di jurusan sastra yang notabene menjadi gairah saya. Meskipun menyimpang dari keluarga lain, tetapi bukan menjadi suatu persoalan. Apapun pilihan saya, orang tua tetap mendukung.

Saya tidak asing dengan MAN 3 Bantul meskipun bukan alumnusnya. Pada pendidikan dasar saya bersekolah di SDN Jejeran yang merupakan tetangga dekat MAN 3 Bantul. Pada jenjang selanjutnya saya terdampar di SMPN 1 Pleret yang temboknya menjadi satu dengan MAN 3 Bantul. Pada level pendidikan menengah atas saya diterima di SMAN 1 Jetis. Bangku kuliah saya rasakan di UNY yang menasbihkan saya secara utuh dalam menimba ilmu di lembaga pendidikan di bawah naungan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
Karir saya selama delapan tahun sebagai guru pun masih di lingkungan Kemendikbud. Ilmu yang saya timba saya amalkan di SMP dan SMA. Semua itu berubah tatkala saya mencoba mengadu nasib dengan mengetuk pintu di Kementerian Agama. Alhamdulillah dengan senang hati Kemenag membukakan pintunya untuk saya. Tentu saja dengan y58rimaan CPNS.

Belajar selama 18 tahun dan bekerja selama 8 tahun di bawah payung Kemendikbud memberikan kekaguman yang baru saat saya putar haluan ke Kemenag. Atmosfer yang berbeda. Dinamika yang lain. Terasa lahir kembali dengan jiwa yang baru. Terlebih keluarga saya yang semua guru PAI malah bernaung di Kemendikbud. Bapak saya mengajar di SMP. Ibu saya di SD. Adik saya di SMP. Suatu keunikan tersendiri yang saya rasakan.

Hal yang saya sukai sebagai pendidik di MAN 3 Bantul tentu tidak sedikit. Salah satunya bertemu orang-orang yang bisa membuat saya lebih banyak belajar tentang agama. Berjumpa dengan orang-orang hebat yang selalu memotivasi dan tanpa sungkan menuangkan petuah-petuah bijaknya ke bejana hati saya yang masih terbilang kosong. Satu hal yang tidak saya dapatkan sebelumnya yaitu saya bisa menyalurkan hasrat menulis. MAN 3 Bantul dipenuhi guru-guru hebat yang gemar menulis. Saya beruntung diizinkan bergabung ke circle tersebut. Terlebih setiap tahun tidak kurang belasan buku diterbitkan. Segenap kebahagiaan yang senantiasa membuncah oleh sebab remah-remah tulisan saya dikumpulkan dan disatukan dalam sebuah karya berupa buku.

Tentu saja ada duka yang menyelimuti hati. Saya terkesiap ketika diterima di MAN 3 Bantul. Bahagia iya, sedih juga iya. Bahagia karena status sebagai guru jadi lebih baik. Namun di sisi lain saya mesti beradaptasi dengan jadwal yang mengharuskan masuk kerja setiap hari secara penuh (pagi-sore). Perlu diketahui bahwa ketika mengabdi di lembaga pendidikan sebelumnya saya tidak diwajibkan masuk kerja setiap hari. Saya hanya masuk saat ada jam mengajar saja. Sehingga waktu untuk keluarga lebih banyak. Di MAN 3 Bantul tentu berbeda. Kewajiban masuk kerja setiap hari menjadikan waktu bagi keluarga berkurang. Padahal saya dan istri masih terbilang pasangan yang relatif muda. Kami memiliki anak-anak yang masih balita. Tentu saja mereka masih sangat membutuhkan kehadiran sosok bapak yang mengayomi keluarga. Namun hal itu tidak menjadi sebuah perkara pelik kalau saya berpikir dan berlaku bijaksana. Waktu yang lebih banyak di madrasah saya niatkan dengan segenap kesungguhan hati untuk menafkahi keluarga. Dengan demikian secara hati saya merasa masih berada di sekitar mereka meskipun fisik berada di tempat kerja.

Tulisan ini berada di ujung kesimpulan bahwa manusia menjalani kehidupan dengan segala dinamikanya. Ruang dan waktu merupakan keniscayaan. Fisik boleh berada di suatu tempat. Akan tetapi hati boleh berada di tempat lain. Utamanya berada di tempat ternyaman; keluarga. Di rumah ada keluarga yang lahir secara biologis. Di MAN 3 Bantul hadir sebuah keluarga baru yang terbentuk secara ideologis. Keduanya bisa saling menguatkan hati dan pikiran. Keduanya pula bisa mengokohkan jiwa dan raga. Saya berada fase mencoba belajar dan belajar mencoba. Saya mencoba untuk terus belajar kapan pun dan di mana pun. Saya juga terus belajar mencoba menjadi pribadi yang lebih baik. Semoga ilmu dan pengalaman yang terus saya selami semakin menempa diri saya menjadi pribadi yang tak letih belajar, beribadah, dan berkarya. Tabik.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image