Pendidikan Adalah Hak Rakyat, Wajib Dipenuhi Oleh Negara
Agama | 2024-09-15 18:15:27Sejumlah ekonom menilai bahwa rencana pemerintah dan DPR untuk mereformulasi mandatory spending atau mengubah anggaran pendidikan dalam APBN tidak tepat. Selama ini, anggaran pendidikan ditetapkan 20% dari belanja negara, namun ada wacana untuk menyesuaikannya. Bhima Yudhistira, Direktur Eksekutif Celios, menegaskan bahwa prosentase anggaran pendidikan masih sangat kurang dan tidak seharusnya diubah. Meskipun anggaran pendidikan sering dievaluasi karena dianggap tidak tepat sasaran dan ada indikasi korupsi, Bhima berpendapat bahwa yang perlu diperbaiki adalah efektivitas program, bukan mengurangi anggaran. (ekonomi.bisnis.com)
Manusia memiliki kebutuhan dasar yang harus dipenuhi. Kebutuhan dasar ini ada dua tingkatan, yakni kebutuhan dasar individu dan kebutuhan dasar masyarakat. Kebutuhan dasar individu adalah kebutuhan utama per orang yang menuntut untuk dipenuhi, apabila tidak dipenuhi maka aia akan menyebabkan bahaya pada diri seseorang bahkan sampai kematian. Misalnya, makan, minum, pakaian, tempat tinggal, dan lain sebagainya. Sedangkan kebutuhan dasar masyarakat adalah kebutuhan komunitas yang harus dipenuhi, apabila tidak dipenuhi maka ia akan menyebabkan kesengsaraan, kerusakan secara luas. Seperti, pendidikan, kesehatan dan keamanan.
Maka kewajiban negara lah untuk bisa memenuhi dua kebutuhan dasar terebut. Dengan kata lain pemenuhan kebutuhan tiap warga negara baik ia sebagai individu ataupun sebagai bagian dari komunitas masyarakat adalah hak bagi warga negara tersebut. Kenyataan hari ini kebutuhan dasar, baik individu maupun masyarakat, hampir-hampir tidak terpenuhi dengan baik. Untuk pendidikan saja masih banyak anak-anak Indonesia yang tidak bersekolah atau tidak mampu melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi disebabkan mahalnya biaya pendidikan. Hal ini disebabkan kepemimpinan dalam kapitalisme sekuler tidak berfokus pada pemeliharaan terhadap rakyatnya, melainkan lebih mirip hubungan antara penjual dan pembeli. Pendidikan pun diserahkan kepada sektor swasta untuk dikomersialisasi.
Negara wajib memenuhi kebutuhan dasar setiap warganya secara individu dan komunal. Maka dalam Islam, pendidikan adalah hak setiap warga yang harus dipenuhi oleh pemerintah dengan layanan terbaik. Ini bisa dipenuhi melalui kebijakan negara Islam berkenaan dengan anggaran yang sesuai prinsip ekonomi Islam dan didukung oleh sistem-sistem lainnya. Negara lah yang wajib membangun gedung sekolah terbaik, terlengkap, dengan ketersediaan guru yang sesuai dengan kebutuhan pendidikan. Kualitas sekolah dan guru adalah kualitas terbaik dan merata di setiap penjuru negeri. Tidak dibedakan antara kota dan pelosok desa.
Bagaimana ini terwujud, sedangkan ia butuh pembiayaan yang sangat besar. Maka sistem ekonomi Islam pun mengatur pendapatan negara. Salah satunya dengan mengelola SDA yang ada di negara Islam. Dan keuntungan pengelolaan SDA ini akan masuk ke kas negara, yang nantinya akan didistribusikan untuk kebutuhan masyarakat, salah satunya pendidikan. Demikian luas dan kaya raya wilayah negeri-negeri muslim saat ini, sayangnya kekayaan alam tersebut dirampas oleh para kapital yang hanya mementingkan diri sendiri. Maka disinilah urgensitas menyatukan negeri-negeri muslim –bahkan semua negara- dalam satu kepemimpinan yang adil, tidak rasis, dan bertangggung jawab. Kepemimpinan yang seperti itu tidak terwujud selama satu abad terakhir ini.
Hanya ada satu negara yang berhasil memberikan pendidikan terbaik pada masanya yakni negara Islam yang menggunakan sistem Islam. Maka seharusnya sistem Islam inilah yang kita terapkan jika kita ingin serius memperbaiki sistem pendidikan kita, dan pastinya juga sistem kehidupan lainnya. Wallahua'lam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.