Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image galuh rosmaniar

Nasib Anak Bangsa Makin Naas Dengan Miras

Agama | Sunday, 15 Sep 2024, 17:59 WIB

Masalah miras sepertinya kian memanas. Bukannya reda, justru makin merajalela. Pembukaan outlet kian menjamur, ditutup satu tumbuh yang lain. Gerai-gerai penjual miras sangat gamblang menunjukkan keberadaannya, sehingga masyarakat terutama generasi muda cenderung mudah menjangkaunya. Bahkan pembelian melalui jasa antar tetap dilayani walau outlet disegel aparat. Dan lebih memprihatinkan lagi sebagian masyarakat masih menganggap bisnis miras itu biasa saja. Sungguh miris.

Padahal kita tahu bagaimana efek buruk dari konsumsi miras. Tahun 2018 WHO melaporkan bahwa alkohol berkontribusi terhadap lebih dari 200 penyakit dan kondisi kesehatan terkait cedera, termasuk penyakit hati, cedera di jalan raya, kanker, penyakit kardiovaskular, bunuh diri, TBC, dan HIV/AIDS. Bahkan data tahun 2019, secara global, alkohol menyebabkan 2,07 juta kematian pada laki-laki dan 374.000 pada perempuan. Ini efek buruk yang langsung dirasakan oleh tubuh. Belum lagi efek bagi orang di sekitar yang bukan peminum. Seperti kriminalitas, pencurian, pemerkosaan, ataupun kekerasan kepada orang terdekat dan lain-lain.

Berdasarkan data yang dihimpun Polri di tahun 2020 ada 223 kasus tindak pidana yang dilatarbelakangi karena minuman keras. Dan 70% tindak kriminalitas dilatarbelakangi oleh penggunaan miras. Dan bukan tidak mungkin di tahun 2024 ini bisa jadi mengalami peningkatan.

Untuk di DIY sendiri pun banyak kasus konsumsi miras, atau kasus-kasus kriminalitas karena miras. Seperti yang terjadi di Bantul, tujuh orang tewas setelah mengonsumsi miras oplosan (www.kompas.id 4/10/2023).

Kemudian dilaporkan Polresta Yogyakarta, bahwa terjadi peningkatan kasus peredaran miras dan penggunaan knalpot brong di kalangan remaja (jogja.polri.go.id 2/2/2024). Belum lagi kasus klithih, banyak diantara pelaku klithih adalah pengonsumsi miras oplosan.

Menurut data Forum Komunikasi Anti Miras Yogyakarta F-KAMY, peredaran miras oplosan tersebar di 17 kapanewon di Sleman. Tiga diantara 17 kapanewon dinyatakan darurat miras oplosan yaitu Kapanewon Mlati, Depok dan Ngaglik (koranbernas.id 8/3/2024).

Tidak heran jika kasus miras seperti yang dipaparkan di atas terus meningkat, karena tingkat konsumsi miras di atas usia 10 tahun saja juga meningkat. Menurut hasil riset kesehatan dasar ( Kemenkes RI, 2018), proporsi minuman beralkohol pada penduduk usia 10 tahun ke atas di Indonesia meningkat menjadi 3,3%. Minuman tradisional 38,7%, oplosan 3,3%, anggur 2,95%, anggur-arak 21,6%, whisky 3,8%, lainnya 3,1%. Sedangkan di DIY, konsumsi minuman beralkohol yang berlebihan pada penduduk meningkat 0,8%.

*Utopia Pemberantasan Miras dalam Sistem Kapitalisme*

Pemberantasan miras memang sudah lama digalakkan, tetapi nyatanya tidak kunjung terselesaikan. Sebut saja, penegak hukum sudah melakukan patroli dan penangkapan; sekolah memberikan pendidikan akan tidak sehat dan haramnya miras; orang tua berusaha mendidik dengan benar. Namun peredaran dan pengguna miras tetap banyak.

Solusi tersebut pun diperkuat oleh Perda. Seperti Perda Gubernur DIY No 12 tahun 2015, pasal 24 ayat 1 menyebutkan bahwa peredaran Minuman Beralkohol dilarang dilakukan pada: pemukiman masyarakat; mini market; tempat yang berdekatan dengan: tempat peribadatan; lembaga pendidikan; dan rumah sakit; gelanggang remaja; kaki lima; terminal; stasiun; kios kecil; penginapan remaja; bumi perkemahan; dan warung. Namun boleh diperjualbelikan di tempat-tempat tertentu, seperti di hotel berbintang,klub malam dll (pasal 27).

Kenapa hal ini bisa terjadi? Ini karena kebijakan yang dibuat adalah untuk mengatur bukan melarang. Seperti Peraturan Daerah DIY nomor 12 tahun 2015 tersebut diatas , ia hanya mengatur saja tapi tidak melarang, artinya jika peredaran miras itu sesuai perda yang berlaku maka boleh untuk diperjualbelikan. Jikalau ada pelarangan, hanya untuk peredaran tanpa ijin resmi dan minuman oplosan artinya peredaran miras yang sudah sesuai ijin dan minuman beralkohol tanpa oplosan boleh diperjualbelikan. Dan realita di lapangan, perda ini pun tidak mampu menahan maraknya penjualan miras di outlet2 yang dibuka. Banyak pelanggaran terjadi yang dilakukan oleh penjual/peredar miras yang telah berizin maupun tidak berizin.

Kemudian mini outlet penjualan miras bisa beroperasi karena dampak terbitnya UU Cipta Kerja yang memberikan kemudahan proses perijinan melalui one single submission (oss).

OSS adalah singkatan dari online single submission yang memudahkan pelaku usaha mengurus perijinan yang berkaitan dengan badan usaha.

Sistem OSS dapat memudahkan perizinan usaha minuman beralkohol di Indonesia. Dari sini sangat jelas bahwa kebijakan pemerintah terkait penjualan minuman beralkohol tidak bersandar pada halal dan haram tapi bersandar kepada orientasi materi, kepentingan bisnis , kebebasan gaya hidup dan tersandra oleh kepentingan OLIGARKI.

Pemerintah lebih mengacu pada kepentingan bisnis para kapitalis daripada kepentingan penjagaan moralitas rakyatnya. Bagaimana tidak, karena dari bisnis miras saja negara menerima cukai sebesar Rp 8,1 triliun di akhir Desember 2023, angka ini setara 93,24% dari target APBN 2023 sebesar Rp 8,67 triliun. Inilah cermin dari penguasa sekular-kapitalistik dalam demokrasi. Selalu lebih berpihak pada kepentingan para kapitalis daripada kepentingan rakyat kebanyakan.

*Solusi Tuntas Kasus Miras*

Sebagai seorang muslim, merupakan kewajiban untuk menaati perintah Allah dan Rasul-Nya, termasuk tentang makanan dan minuman yang boleh dikonsumsi.

Islam memandang miras sebagai minuman yang memabukkan. Siapa pun akan hilang akal ketika menenggaknya.

Allah Swt. berfirman, “Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan setan. Maka, jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS Al-Maidah: 90).

Ayat di atas mengungkapkan bahwa meminum miras (khamar) itu haram sehingga tidak boleh dikonsumsi.

Rasulullah saw. bersabda,

“Aku didatangi oleh Jibril dan ia berkata, ‘Wahai Muhammad, sesungguhnya Allah melaknat khamar, melaknat orang yang membuatnya, orang yang meminta dibuatkan, penjualnya, pembelinya, peminumnya, pengguna hasil penjualannya, pembawanya, orang yang dibawakan kepadanya, yang menghidangkan, dan orang yang dihidangkan kepadanya.’.” (HR Ahmad).

Artinya, tidak hanya meminum miras yang dilarang, melainkan juga pembuatnya (pabrik/produsen), konsumennya, penjualnya, pembelinya, yang membawa dan menghidangkan, serta semua yang terlibat dengannya.

Dari sini kita dapat menyimpulkan, berarti negara wajib menutup seluruh tempat pembuatan barang haram ini, juga melarang setiap orang untuk mengedarkan dan mengonsumsinya. Bahkan, tidak boleh pula menarik pajak dari hasil produksi dan penjualannya.

Di sisi lain, negara juga perlu menanamkan keimanan kuat pada rakyat (terutama remaja) dengan menerapkan kurikulum Islam. Membimbing masyarakat mengenai haramnya khamar, baik di media massa, media sosial, televisi, seminar, dsb. Penegak hukum juga harus menjalankan tugasnya dengan baik dan adil. Jika semua sudah berjalan, baru miras akan sirna dan tidak melahirkan masalah. Para remaja juga akan terlindungi.

Sayangnya, hal itu tidak bisa dilakukan dalam sistem demokrasi. Demokrasi membebaskan segala usaha yang menghasilkan manfaat (materi) tanpa mengambil aturan Allah Taala. Jadi, penyelesaian bisa terealisasikan hanya dengan penerapan Islam kafah. Wallahu a'lam bishshowwab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image