
Lenyapnya Naluri Ibu karena Sistem Sekularisme
Agama | 2024-09-15 05:40:06
Tidak semua perempuan bisa menjadi seorang ibu. Kalimat ini mewakili seorang oknum ibu di kabupaten sumenep yang tidak menjalankan perannya sebagai ibu. Bahkan ibu tersebut tega mengantarkan sang Anak untuk dicabuli oleh oknum Kepala Sekolah Dasar di Kabupaten Sumenep. Na’udzubillah.
Kamis 29 Agustus 2024, Polres Sumenep berhasil mengamankan seorang kepala sekolah di kediamannya dan ibu korban yang juga seorang ASN di salah satu Taman Kanak-kanak di kabupaten yang sama atas laporan dari Ayah korban pada 26 Agustus 2026.
Kasus ini terungkap pertama kali ketika sang Ayah yang mendapatkan informasi bahwa sang Anak diantarkan langsung oleh ibu nya untuk ke rumah Kepala sekolah yang kemudian disanalah dia dicabuli oleh oknum kepala sekolah tersebut dengan dalih sedang menjalankan ritual pensucian diri.
Mirisnya, kejadian tersebut bukan lah pertama kali bagi korban. Bahkan menurut pengakuan sang ibu, dia juga pernah mengantarkan anaknya ke salah satu kamar hotel untuk memuaskan hawa nafsu Kepala sekolah tersebut.
Seorang ibu yang harusnya menjadi madrasatul ’ula atau pendidik pertama dan role model bagi anak-anaknya sungguh nyata justru dengan secara sadar membawa anak kandungnya untuk dirudapaksa. Maka, nyatalah fakta bahwa naluri keibuan pada wanita tersebut sudah tiada, dan menambah deretan panjang potret buram rusaknya pribadi ibu.
Peristiwa ini membuktikan bahwa kerusakan moral di masyarakat kita telah mencapai titik yang mengkhawatirkan. Ini adalah buah dari sistem kehidupan yang sekular, yang memisahkan agama dari kehidupan sehari-hari. Akibatnya, nilai-nilai kemanusiaan terkikis dan nafsu menguasai perilaku manusia.
Sistem sekularisme menjadikan seorang ibu bisa melakukan hal-hal yang bahkan binatang pun tidak akan mungkin melakukan hal keji tersebut.
Pandangan sistem sekularisme-kapitalis terhadap peran ibu juga turut andil pada maraknya kasus-kasus amoral yang melibatkan seorang perempuan hari ini. Seorang ibu di sistem hari ini dipaksa untuk terus selalu produktif dan menghasilkan materi semata, dan akhirnya melupakan kewajibannya sebagai madrasatul ula bagi anak-anak mereka.
Karena itu, saat nya kita ganti sistem sekularisme ini ke sistem islam yang sudah nyata sangat memuliakan dan juga merawat fitrah seorang ibu.
Sistem pendidikan Islam telah menyediakan pedoman yang sempurna untuk mendidik anak. Salah satu poin pentingnya adalah peran ibu dalam menanamkan akidah Islam pada anak sejak dini. Oleh karena itu, setiap ibu Muslim perlu membekali diri dengan pemahaman agama yang benar.
Tujuan akhir dari semua upaya ini adalah terbentuknya individu yang bertakwa. Untuk mencapai tujuan tersebut, Islam telah memberikan peran sentral kepada ibu. Negara sebagai institusi yang paling berwenang harus memastikan bahwa ibu memiliki semua dukungan yang diperlukan untuk menjalankan tugasnya.
Selain fitrah ibu yang dijaga, sebagai bentuk perlindungan terhadap masyarakat, negara berkewajiban menegakkan sanksi terhadap setiap pelanggaran syariat. Sanksi yang tegas dan tanpa pandang bulu diharapkan dapat memberikan efek jera dan mencegah terjadinya pelanggaran serupa di masa depan.
Dengan menerapkan nilai-nilai Islam secara kaffah dalam kehidupan sehari-hari, kita akan menciptakan masyarakat yang sejahtera lahir batin. Masyarakat yang sehat fisik dan mental, serta memiliki keimanan yang kuat akan membawa keberkahan dan keselamatan bagi seluruh anggota masyarakat
Sebagaimana yang dijanjikan Allah Swt. Dalam QS. Al-A’raf ayat 96 yang artinya:
"Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi ternyata mereka mendustakan (ayat-ayat Kami), maka Kami siksa mereka sesuai dengan apa yang telah mereka kerjakan."
wallahu'a'lam
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
Komentar
Gunakan Google Gunakan Facebook