Halimah Penunggu Jembatan Kembar
Sastra | 2024-09-12 22:46:23Malam ini Ade bergegas mempersiapkan baju dan peralatan yang dibutuhkan untuk kegiatan Pramuka di Kota Banda. Menurutnya, jika keberangkatan dilakukan pada jam sepuluh malam, maka akan tiba sebelum subuh. Ibu sudah memperingatkan untuk pergi besok pagi. Tapi, karena bandel dinasehati, Ade banyak beralasan agar ia dapat pergi.
Ade menghubungi Yanti yang sudah duluan sampai sebelum Magrib.
"Hati-hati pas di jembatan Selawah De," suara Yanti terdengar menakuti.
"Di mana we?"
"Udah bareng anggota lah. Nanyak lagi."
Jam setengah tiga bus melewati perbatasan. Hujan diluar sangat deras sampai membuat Ade tertidur.
Bus tiba-tiba berhenti karena ban bocor. Penumpang hanya berjumlah dua dan seorang supir.
"Pak di mana kita?" Tanya Ade sambil mengucek matanya.
"Di Sare dek."
"Loh kok hutan semua?"
"Kita dipertengahan gunung Selawah,"
Gemetar bibir Ade mendengar jawaban pria berpeci itu. Ia langsung masuk ke dalam dan mencoba memejamkan matanya kembali. Tetapi, bulu kuduknya semakin merinding terutama suara petir terdengar kencang. Hujan deras perlahan reda. Sebuah pohon besar samping trotoar jembatan, bergerak kisruh. Ah mungkin hanya angin, pikirnya. Tetapi, itu bukan sekedar daun yang bergoyang diterpa angin. Sosok kepala berwajah pucat pasi dengan rambut gondrong mengintip ke arahnya.
"Astagfirullah ya Allah. Pak masih lama?"
"Nyantai aja bego, aku mau pergi ni. Lagi nunggu jemputan."
"Jadi juga malam-malam. Berani bener kau ya. Hati-hati pas di jembatan kembar De," suara Yanti terdengar menakuti. "Kau tak habisnya membuatku kesal ya," Ade mematikan ponselnya dan tak berapa lama kemudian bus mini tiba dan mengklaksonnya agar segera bergegas. Ia menyalami ibu dan bapak lalu pamit sambil melambaikan tangan.Jam setengah tiga bus melewati perbatasan. Hujan diluar sangat deras sampai membuat Ade tertidur. Headset terlihat masih menempel di telinganya. Lagu bazz dan dangdut adalah kesukaannya. Dengan jaket hitam dan sepatu cokelat membuatnya terlihat siaga untuk tampil di perkemahan dengan gitar yang tersimpan di bagasi mobil. Bus tiba-tiba berhenti karena ban bocor. Penumpang hanya berjumlah dua dan seorang supir."Pak di mana kita?" Tanya Ade sambil mengucek matanya. "Kurang tahu aku dek. Soalnya baru lewat aku di sini""Loh kok hutan semua?""Kita dipertengahan gunung kembar kayaknya dek,"Bibir Ade gemetar mendengar jawaban pria berpeci itu. Ia langsung masuk ke dalam dan mencoba memejamkan matanya kembali. Tetapi, bulu kuduknya semakin merinding terutama suara petir terdengar kencang. Hujan deras perlahan reda. Sebuah pohon besar samping trotoar jembatan, bergerak kisruh. Ah mungkin hanya angin, pikirnya. Tetapi, itu bukan sekedar daun yang bergoyang diterpa angin. Sosok kepala berwajah pucat pasi dengan rambut gondrong mengintip ke arahnya. "Astagfirullah ya Allah. Pak masih lama?"Tak seorangpun menjawab panggilannya. Adepun keluar melihat sekeliling namun telah sepi. Ternyata mereka naik bus lain, kecuali supir yang tidur nyenyak di depan menunggu besok untuk diperbaiki.
Ade semakin gemetar. Saat matanya tersorot pada pohon tadi, sosok itu tidak kembali terlihat. Ia belum lega selama masih di gunung yang terkenal sejarah hantu wanita korban pemerkosaan. Lalu ketukan terdengar dari jendela dan wajah itu terlihat semakin dekat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.