Ketika Lelaki itu Pergi
Sastra | 2025-11-11 10:46:07
Bahar menguap setelah mandi dan sarapan pagi. Pisang goreng serta segelas teh cukup membuat perutnya terisi dengan baik. Sejak ditinggal Minarti, ia tetap tidak terpuruk. Walau hatinya dicabik-cabik dengan pengkhianatan istrinya itu, begitu besar ia perjuangkan mati-matian bahkan harga dirinya sebagai laki-laki harus tergadaikan.
"Sudah Abang bilang padamu dek, aku ini orang susah, miskin, yatim, ibu di kampung saja yang kupunya. Yakinkah kau mau menikah denganku?" Ucap Bahar berkali-kali pada Minarti sebelum hubungan terlarang itu terjadi.
"Aku juga sudah katakan padamu sayang," jawabnya sambil menggenggam tangan Bahar, "bahwa aku rela menanggung beban kemiskinan asal bersamamu."
Melihat Minarti menjawab tulus, Bahar terdiam belum lagi melihat paras pesona dan manisnya. Minarti mendekatkan wajahnya pada Bahar. Lelaki yang telah berusia kepala tiga itu, mencoba menahan hasratnya agar tidak tergoda. Yang berada di dekatnya ini bukan gadis sembarangan. Walau gadis itu hanya tamat SMP, tapi ia adalah anak juragan kebun teh terbesar di kampungnya.
"Jangan Mina, aku tak mau menanggung resiko. Kau masih gadis." Tolak Bahar lalu melepas genggaman tangan Minarti.
"Mengapa? Tidak ada yang menolakku."
Lagi-lagi gadis manis itu menggoda. Kali ini ia langsung memeluk Bahar dan menciumnya. Bahar terbawa oleh suasana. Merekapun melakukannya. Hujan yang sebelumnya hanya rintik-rintik ringan telah bergemuruh riuh hingga udara dingin menjalar ke tubuh namun hangat dengan dekapan Mina. Dari jendela kaca mobil truk aliran hujan semakin deras dan Bahar juga Minarti tenggelam dalam keindahan yang mendalam.
Dua bulan setelah kejadian itu, Bahar dipanggil oleh atasannya untuk menghadap. Terlihat dari jauh saat Bahar mulai memasuki ruang tersebut, terdapat dua pria bertubuh besar menatapnya dengan bengis. Wajah kasar, mata besar, cukup membuat Bahar paham apa yang akan ia alami.
"Masuk kau Bahar."
Bahar tidak menjawab ia hanya terdiam dan kembali menatap atasannya itu. Jantungnya yang berdetak kencang mencoba ia tenangkan dengan sekuat tenaganya.
"Kau hamili putriku Bahar." Tanpa basa basi pria tua itu langsung menggertak perbuatan mesum yang pernah putrinya lakukan pada Bahar. Lelaki itu hanya terdiam karena itu adalah benar. Bahar tidak dibabak belur oleh orang-orang ayah Minarti. Meskipun suasana memanas dan menegangkan.
Pernikahan mereka diadakan seminggu kemudian. Orang-orang tidak ada yang berani bertanya mengapa Minarti gadis manis itu menikah dengan seorang kuli. Entah apa yang diketahui orang-orang tentang gadis itu. Bahar, adalah orang baru di kampungnya.
Setelah menutup pintu, Bahar dengan jaket hitam memanasi motornya untuk berangkat ke pelabuhan. Dan terik matahari di pukul delapan pagi sangat memanaskan atap rumah. Ia ingat kejadian di pagi yang sama. Saat Minarti mengandung tujuh bulan, ia mengeluh kesakitan dan air ketubannya pecah. Di bawa ke dukun kampung, namun bayi dalam rahimnya begitu susah untuk keluar. Karena mengeram dan Bahar tidak sanggup melihat istrinya terus kesakitan akhirnya, ia membawanya ke rumah sakit. Di sana ayah Mina telah menunggu. Mina mengalami kesulitan melahirkan karena posisi bayinya tidak bisa keluar dalam keadaan normal. Akhirnya, ia dioperasi. Bayinya berjenis kelamin perempuan. Bayi itu bernama Arsa. Cantik seperti ibunya dan tinggi seperti Bahar.
"Ada yang ingin aku sampaikan padamu Bahar!" Ucap ayah Mina saat berada di luar ruang bersalin.
"Ada apa ayah?" Jawab Bahar sambil menelan ludah.
"Aku tidak bisa menyembunyikan ini padamu lama-lama."
Sepertinya Bahar tahu apa yang akan disampaikan oleh mertuanya.
"Sampaikan saja ayah, tidak apa-apa."
"Aku tidak tahu, anak Mina itu apakah darah dagingmu atau anak temanku. Tapi, walau apapun itu, kau tetap menantuku. Aku melihatmu tidak sama dengan pria lain. Aku diam-diam sering memperhatikanmu. Kau taat dan penyayang, suka memberi, aku sangat suka. Ternyata, diam-diam putriku yang awalnya depresi melihatmu jadi jatuh cinta. Tapi aku tahu, pria manapun akan berat menerima gadis yang telah pernah diperkosa. Maka itu, aku minta Mina menggodamu sehingga kau bersedia bertanggungjawab."
Pria tua itu menunduk menyesali apa yang ia lakukan
"Aku tahu ayah."
"Apa???"
Sehari sebelum menjelang pernikahan, Bahar melihat sebuah foto Minarti bersama mantan kekasihnya. Di belakang itu, ada tulisan kesedihan Mina. Namun, walau awalnya Bahar meragukan, ia mendatangi pria mantan kekasih istrinya itu. Mencari tahu dengan orangnya langsung tidak cukup, banyak bukti yang ia dapat. Ingin ia bertanya pada Mina, melihat reaksinya. Tapi, Mina lagi hamil takut mempengaruhi kondisinya.
"Pak saya sudah menemui langsung ayah bayi itu. Sesungguhnya ia juga masih mencintai Mina, namun Mina menolak karena bipolarnya. Satu tahun setelah anak ini lahir, saya akan menceraikan Mina. Pengobatan bipolar Mina harus ditindak. Saya bersedia merawat bayi itu sementara juga ada kakak saya. Lalu Mina harus menikah dengan ayah bayinya."
Wajah pucat ayah Mina seketika ternganga. Ia tidak salah memilih seseorang untuk anaknya.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.
