Indonesia di Ambang Darurat Toleransi Kebablasan
Agama | 2024-09-08 17:36:54Indonesia di Ambang Darurat Toleransi Kebablasan
Oleh: Eci Aulia
(Pegiat Literasi Islam)
Lawatan Paus Fransiskus, Pemimpin umat Katolik sedunia ke Indonesia sontak menimbulkan kontradiksi. Jika yang antusias menyambut kedatangannya adalah seluruh umat Katolik di Indonesia itu wajar saja. Namun yang mencengangkan adalah sambutan paling hangat justru datang dari umat Islam. Hingga berlebihan memuliakan sosok pemimpin non muslim tersebut melebihi sesama muslim sendiri.
Bukan hanya itu, ayat suci Al-Quran dan injil dibacakan bergantian untuk menyambut kedatangannya di Masjid Istiqlal, Kamis, 5 September 2024.
Pasalnya, sebelum menyampaikan dialog lintas agama, acara dimulai dengan pembacaan ayat suci Al Quran yang dibacakan Kayla Nur Sahwa, seorang hafizah atau penghafal Al Quran tunanetra. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan Injil Lukas oleh Romo Mikail Endro Susanto dari Keuskupan Bogor. (viva co.id, 05-09-2024).
Lebih ironisnya, ketika mendengar curahan hati seorang guru wanita dari Buton, yang berpidato di depan Paus sambil terisak seraya menahan tangis haru dan mengatakan ini kali pertama ia masuk menjadi bagian dari gereja katedral. Ajaibnya di depannya berdiri pula masjid Istiqlal tempat ia beribadah. Menurutnya inilah simbol toleransi. (kompastv, 05-09-2024)
Astaghfirullah, masih banyak umat muslim yang keliru dengan makna toleransi yang sebenarnya dalam Islam. Bisa-bisanya syiar Islam dicampuradukkan dengan agama lain. Bahkan umat muslim sampai masuk ke dalam tempat peribadatan umat lain dengan bangga.
Atas nama toleransi beragama yang dijunjung tinggi oleh demokrasi, akidah umat Islam dipertaruhkan. Mencampuradukkan ajaran Islam dengan agama lain bukanlah potret toleransi beragama, tapi toleransi kebablasan.
Hal ini membuktikan bahwa kaum moderat yang lahir dari asas sekularisme semakin menampakkan eksistensinya. Atas nama toleransi beragama, mereka bukan hanya berani menabrak syariat, tapi sudah mulai berani mengacaukan akidah umat Islam dengan paham sinkretisme. Alhasil, mesra dengan orang kafir tapi sinis dengan saudara sesama muslim. Pemimpin non muslim disambut karpet merah, sementara pengajian ulama dicekal.
Sekelompok kaum kafir Quraisy pernah mendatangi Rasulullah Saw. seraya berkata, "Hai Muhammad! Marilah engkau mengikuti agama kami dan kami pun mengikuti agamamu. Dan engkau bersama kami dalam semua masalah yang kami hadapi. Engkau menyembah Tuhan kami selama setahun, dan kami menyembah Tuhanmu selama setahun pula. Jika agama yang engkau bawa itu benar, maka kami akan bersamamu, dan menjadi bagian darimu dan jika ajaran kami benar, maka engkau akan bersekutu dengan kami, dan menjadi bagian dari kami."
Lantas Nabi menjawab, " Aku berlindung kepada Allah Swt. dari mempersekutukannya." Lalu turunlah surat Al- Kafirun ayat 1-6, di mana ayat terakhirnya berbunyi, lakum dinukum wa liyyadin. Yang artinya untukku agamaku, untukmu agamamu.
Sikap Rasulullah Saw. tersebut menegaskan bahwa toleransi dalam Islam bukan ikut mengucapkan selamat dan ikut masuk ke dalam tempat ibadah agama lain, lalu menjadi bagian dari mereka. Pun bukan memberikan penghormatan berlebihan pada mereka. Akan tetapi, menghargai, membiarkan mereka beribadah tanpa mengganggu dan membaur di dalamnya. Karena toleransi beragama itu bukan kolaborasi dengan umat agama lain.
Perkara akidah bukanlah perkara main-main. Ini menyangkut keimanan dan ketauhidan kita kepada Allah Swt. Perkara akidah bukan perkara abu-abu, tapi jelas hitam dan putihnya.
Anehnya, negara yang semestinya menjaga akidah umat Islam malah memberi ruang bagi kaum moderat untuk mengambil jalan tengah dalam beragama dengan dalih toleransi.
Terbukti, segala ide yang lahir dari rahim demokrasi memang tidak akan pernah sesuai dengan Islam. Selamanya Islam dan demokrasi tidak akan pernah bisa disatukan. Jika memilih demokrasi berarti siap melihat sebagian hukum Allah dicampakkan. Jika memilih Islam secara kafah, maka seluruh hukum Allah akan diterapkan.
Maka dari itu, mari berjuang untuk tegaknya Islam yang mewujud dalam bingkai Daulah Islamiyyah. Dengan begitu akidah umat Islam akan selalu terjaga. Pemimpin negara dalam Daulah Islam tidak akan pernah membiarkan akidah umat rusak oleh paham-paham yang bertentangan dengan Islam. Wallahu alam bissowwab.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.