Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Zahara Chairani

Antara Nuklir dan Korea Utara

Politik | 2024-09-08 11:37:20

Korea Utara dan nuklir. Dua hal ini bak sepasang DNA yang berkelindan satu sama lain. Selalu berhubungan erat. Korea Utara sudah sejak 1950 mulai merencanakan program nuklir dan pada tahun 1984, negara dengan sebutan ‘Hermit Kingdom’ ini mulai melakukan tes nuklir pertama mereka untuk rudal Scud-B Soviet. Hal ini tentu menjadi sesuatu yang ‘mencuri’ perhatian dunia internasional, karena nuklir merupakan senjata pemusnah massal yang daya rusaknya sangat luar biasa, terutama jika mengingat kehancuran yang ditimbulkan pada Hiroshima dan Nagasaki di tahun 1945.

https://www.pexels.com/id-id/pencarian/nuclear/

Jika efek bom nuklir pada 1945 sudah begitu menghancurkan, bagaimana dengan senjata nuklir modern yang lebih canggih dan mematikan? Inilah yang terus menjadi perhatian dunia hingga hari ini. Ketegangan terkait program nuklir Korea Utara bukan hanya masalah yang mempengaruhi kawasan Asia Timur, tetapi juga menyita perhatian dunia. Dalam artikel ini, kita akan melihat lebih dekat tantangan-tantangan diplomatik yang dihadapi dunia dalam menghadapi Korea Utara, serta berbagai solusi potensial untuk mengatasinya.

Sejarah Singkat Nuklir Korea Utara

Dilansir dari Republika.co.id, sejarah nuklir Korea Utara sudah dimulai sejak pertengahan abad ke-20. Tahun 1950-an, Korea Utara mulai mengejar teknologi senjata nuklir dengan bantuan Uni Soviet. Sepuluh tahun setelahnya Korea Utara mulai mengembangkan program nuklirnya sendiri. Tahun 1984 Korea Utara mulai melakukan tes nuklir pertamanya untuk rudal Scud-B Soviet. Uji coba nuklir pertama Korea Utara terjadi pada tahun 2006 dan berlanjut sampai uji coba nuklir keempatnya di tahun 2016. Pada tahun 2019, Korea Utara melakukan uji coba nuklir keenam dan merupakan yang paling kuat. Hingga saat ini, sejarah program nuklir Korea Utara merupakan hal yang kompleks dan cukup mengkhawatirkan. Program nuklir ini menciptakan ancaman serius terhadap keamanan regional dan global dan membuat situasi kedepannya menjadi semakin tidak menentu.

Ancaman Nuklir Bagi Keamanan Global

Program nuklir Korea Utara ini juga mencuri perhatian banyak negara. Salah satunya Amerika Serikat. Sejak Korea Utara keluar dari perjanjian Non Proliferasi Nuklir (Non Proliferation Treaty/NPT) pada tahun 2003 setelah sebelumnya menjadi anggota perjanjian NPT pada tahun 1985, AS bereaksi keras terhadap langkah tersebut. Misalnya pada tahun 2016, ketika Korea Utara melakukan uji coba nuklir keempat, AS merespons dengan menjatuhkan sanksi ekonomi melalui Executive Order 13722, yang memblokir semua aktivitas ekonomi yang berhubungan dengan Korea Utara (Jody, Sylvia, 2021).

Tidak hanya AS, negara-negara di Asia Timur seperti Korea Selatan dan China juga merespon dengan kebijakan masing-masing. Korea Selatan yang memiliki ikatan sejarah yang sangat kuat dengan Korea Utara memiliki tindakan sendiri, yaitu penerapan sunshine policy, sebuah kebijakan yang berusaha mendekati Korea Utara dengan menawarkan bantuan ekonomi, namun tanpa mengisolasi negara tersebut. Namun, ketegangan tetap ada, terlihat dari latihan militer gabungan yang rutin dilakukan antara Korea Selatan dan Amerika Serikat pasca Korea Utara meluncurkan rudal terbarunya. Latihan tempur ini mengarahkan ratusan pesawat jet tempur dan puluhan ribu tentara.

China menjadi negara yang sangat concern terhadap nuklir dan misil Korea Utara sejak krisis nuklir semenanjung Korea terjadi kembali. China punya peran besar sebagai negara yang harus membantu agar peperangan tidak terjadi. Namun, upaya melucuti senjata nuklir Korea Utara sering menemui kegagalan, sebagian karena penempatan sistem pertahanan rudal di Korea Selatan yang dianggap China sebagai ancaman terhadap keseimbangan kekuatan di kawasan tersebut.

Organisasi internasional seperti PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa) juga telah memberikan respon terhadap pengujian nuklir oleh Korea Utara. Selama lebih dari sepuluh tahun, Dewan Keamanan PBB telah mengeluarkan berbagai resolusi yang memberlakukan sanksi ekonomi untuk menghambat pengembangan nuklir Korea Utara. Di luar PBB, terdapat pula perjanjian bilateral seperti Kesepakatan Jenewa antara Korea Utara dan Amerika Serikat pada tahun 1994, yang bertujuan untuk membatasi program nuklir Korea Utara dengan imbalan bantuan energi. Negara-negara seperti Amerika Serikat dan Jepang juga telah memberlakukan sanksi tambahan sebagai bentuk tekanan internasional.

Tantangan Diplomasi dan Sanksi Internasional

Berbagai upaya diplomatik telah dilakukan. Termasuk perundingan 6 pihak (Six-Party Talks) yang melibatkan Amerika Serikat, Korea Utara, Korea Selatan, Cina, Jepang dan Rusia. Selama perjalanannya, Six-Party Talks mencapai beberapa kesepakatan, namun beberapa kali menemui kegagalan. Seperti pada September 2005 ketika Korea Utara sepakat untuk meninggalkan program senjata nuklirnya dengan imbalan bantuan energi dan jaminan keamanan. Namun ternyata kesepakatan ini gagal karena Korea Utara kembali melakukan uji coba nuklir pada tahun 2006.

Selain Six-Party Talks, ada juga upaya diplomasi bilateral yang telah dilakukan seperti pertemuan antara pemimpin Korea Utara dan Amerika Serikat. Namun, pertemuan ini sering kali tidak menghasilkan solusi jangka panjang yang bisa menghentikan ambisi nuklir Korea Utara. Jadi meskipun Six-Party Talks dan upaya diplomasi lainnya telah dilakukan, pada akhirnya program nuklir Korea Utara ini juga belum mampu dihentikan.

Ketidakpastian mengenai niat Korea Utara dan ketidakmampuan untuk mencapai kesepakatan yang langgeng menciptakan ketegangan yang berkelanjutan di kawasan serta mengancam stabilitas regional dan global.

Bagaimana Dunia Dapat Mengatasi Ancaman Nuklir Korea Utara?

Untuk memperkuat diplomasi dalam proses denuklirisasi Korea Utara, ada beberapa langkah konkret yang bisa diambil, seperti bantuan pangan dan kemanusiaan. Langkah ini merupakan langkah awal untuk membangun kepercayaan dan dapat membantu mengurangi penderitaan rakyat Korea Utara serta menunjukkan bahwa komunitas internasional bersedia membantu tanpa syarat. Kemudian pengembangan kerjasama ekonomi regional yang melibatkan Korea Utara, Korea Selatan dan negara-negara lain di kawasan dapat membantu mengurangi ketegangan dan membuka peluang bagi negosiasi yang lebih konstruktif.

Langkah-langkah seperti pertukaran budaya dan program pendidikan juga bisa menjadi cara untuk menciptakan hubungan yang lebih erat dan menciptakan lingkungan yang lebih kondusif untuk negosiasi. Kemudian penyediaan mekanisme pemantauan dan verifikasi yang transparan untuk memastikan bahwa Korea Utara memenuhi komitmennya dalam proses denuklirisasi. Ini dapat membantu membangun kepercayaan antara pihak-pihak yang terlibat.

Ancaman nuklir Korea Utara tetap menjadi masalah besar bagi keamanan global dan regional. Meskipun berbagai upaya diplomatik telah dilakukan, tantangan yang dihadapi masih sangat besar. Namun, dengan pendekatan yang lebih terbuka, fleksibel, dan melibatkan bantuan kemanusiaan serta dialog yang berkelanjutan, ada peluang untuk mengurangi ketegangan dan menciptakan perdamaian yang lebih stabil di Asia Timur.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image