Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Ummu Fatimah

Kesyirikan Dilegitimasi Kapitalis-Liberal

Agama | Sunday, 23 Jan 2022, 04:09 WIB

Miris, kata tersebut tampaknya sesuai dengan kondisi aqidah kaum muslimin pasca adanya seorang pria yang menendang sesajen tempo hari di sekitar daerah Yogyakarta (CNN,10/01/22). Pasalnya kaum Muslim seolah terpecah dalam menanggapi hal ini. Beberapa kelompok menganggap bahwa penendangan sajen merupakan sebuah kesalahan besar yang mencoreng nama toleransi. Pada dasarnya, pendapat ini jelas menjerumuskan kaum muslimin dalam bahaya laten yang sangat mengerikan. Penyimpangan aqidah Islam. Sesajen sendiri dimaknai sebagai suatu persembahan yang diberikan pada leluhur untuk meminta berbagai hal (berdoa).

Dewasa, adanya sesajen serta sikap tegas terhadap hal sejenis seharusnya kaum muslimin telah jelas menyuarakan satu suara atas keharaman hal-hal tersebut. Hal ini didasarkan pada adanya larangan Allah untuk memberikan apapun kepada objek selain Zatnya yang Maha Sempurna. Baik berupa objek yang harus disembelih ataupun objek-objek yang lain seperti bahan makanan dan lain-lain. Peringatan Allah ini telah disampaikan Rasul dalam Hadits Riwayat Muslim bahwa “Laknat Allah atas orang yang menyembelih untuk selain-Nya”

Sayangnya, saat ini legitimasi praktik kesyirikan semakin dibuka dan dipertontonkan, Demi mendukung adanya sesajen, Sabtu 22 Januari 2022 diselenggarakan acara akbar bertajuk doa bersama dengan 1000 sajen di Malang selepas Maghrib. Acara ini diikuti oleh berbagai tokoh agama yang bertujuan melakukan doa lintas agama bersama sesajen yang telah dikumpulkan baik dari donatur ataupun membuat secara pribadi. Mirisnya, aksi akbar kesyirikan ini dilakukan di Alun-Alun Tugu Malang yang notabene menjadi sentral kota Malang setelah alun-alun kota serta didukung oleh berbagai pihak baik rezim maupun orang-orang sesepuh berbagai agama (Times Indonesia, 22/01/22)

Padahal, sesajen merupakan sebuah praktek kesyirikan yang telah nyata yang pasti tanpa tapi mampu mengundang murka Allah apalagi jika dilakukan secara massal. Karena termasuk dari berkurban untuk selain Allah , hal ini dijelaskan dalam kitab Kifayat Al-Akhyar di Halli Ghayat al-Ikhtishar oleh Imam Taqiyuddin Abi Bakr bin al-Hishni. Adanya aktivitas tersebut membuktikan dengan jelas bagaimana praktik kesyirikan telah merajalela dengan bebas serta membahayakan aqidah kaum muslimin.

Maraknya praktik kesyirikan yang merajela bahkan sampai dipertontonkan ini bukanlah tanpa alasan kenapa mampu tumbuh subur di negeri yang mayoritas penduduknya muslim. Kesyirikan ini mampu tumbuh dan berkembang akibat adanya sudut pandang kebebasan atau liberalisme yang telah marak menjangkiti masyarakat yang dinaungi dalam sistem Kapitalisme. Pada sistem ini, manusia diberikan berbagai kebebasan salah satunya kebebasan beragama. Hal ini mengakibatkan masyarakat tidak mampu menentukan kepercayaan apa yang sahih dan memenuhi kriteria kebenaran yaitu menentramkan hati, memuaskan akal dan sesuai fitrah manusia. Sehingga mereka dengan gampang mencampuradukkan agama yang Haq yakni Islam dengan kesyirikan.

Konsep liberalisme semacam ini akan terus menggiring manusia untuk memahami konsep ketuhanan dengan akalnya serta menganggap bahwa semua agama benar. Secara aplikatif hal ini terjadi pada acara di alun-alun tugu Malang 22 Januari 2022. Padahal dalam Islam Allah sudah jelas hanya meridhoi Islam sebagai agama yang Haq pada surat Al-Maidah ayat 3 sehingga tidak ada agama lain yang benar. Hal ini bukanlah bentuk intoleran seperti yang diopinikan karena pembenaran Islam telah nyata dari Tuhan seluruh Alam yang mampu dipastikan kebenarannya melalui akal sehat manusia. Konsep toleransi sendiri bukan akhirnya menganggap semua agama benar namun membiarkan mereka beribadah. Karena jika menganggap semua agama benar atau pluralisme maka pada dasarnya terdapat unsur pemaksaan disana, keburaman aqidah serta mencampuradukkan agama yang Haq dengan yang batil. Sayangnya opini pluralisme lagi-lagi mampu tumbuh subur di negeri liberal yang dibungkus dalam konsep Islam Moderat. Islam yang diopinikan tidak harus menjalankan semua perintah-Nya secara menyeluruh dan sangat menjunjung kebenaran agama lain selain Islam. Padahal konsep semacam ini mampu mengkaburkan aqidah kaum Muslim sendiri. Ketauhidan Islam yang dijadikan landasan diporak-porandakan dengan konsep mengakui agama lain juga benar, otomatis pemahaman ini membuat pengikutnya mengakui bahwa ada tuhan selain Allah yang pantas untuk disembah. Hal ini telah bertentangan dengan dua kalimat syahadat yang mana seorang telah bersaksi bahwa “Tiada Tuhan selain Allah”.

Berbagai pemahaman tersebut bukanlah masalah yang sederhana, namun menjadi problem komplek dan berbahaya bagi kaum muslim. Bahakna mampu mengantarkan pada kemurtadan tanpa sadar. Selain itu ketika praktik kesyirikan serta penyelewengan aqidah telah marak terjadi maka apa lagi yang mampu menahan azab Allah? Hal ini sangat logis terjadi karena Allah begitu murka dengan adanya praktik kesyirikan. Adapun azab tersebut bukan hanya ditimpakan pada orang-orang yang telah berbuat kemusyrikan tetapi juga kepada kaum Muslimin yang diam ketika melihat hal tersebut terjadi.

Dewasa, praktik ini sejatinya akan terus terjadi dan tidak menutup kemungkinan akan semakin meluaskan opininya ke tengah-tengah masyarakat. Hal ini akibat legitimasi dari sistem yang telah digunakan di negeri ini Kapitalis Liberal yang didalamnya menjamin kebebasan beragama bahkan jika itu sesuatu yang batil. Namun, hal semacam ini mustahil terjadi ketika masyarakat dilindungi oleh sistem yang Haq, Sistem Islam yang berasal dari Tuhan Pencipta Alam, Allah Azza wa Jalla. Satu-satunya Pencipta yang pantas untuk disembah yang telah menurunkan Islam sebagai aturan bagi seluruh Alam. Lalu dengan kondisi yang bahkan membahayakan aqidah kita akankah kita tetap mau mempertahankan sistem batil ini?

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image