Wajah Asli Kapitalisme
Politik | 2024-09-05 08:53:23Oleh Aas K
Aktivis Muslimah
Berbagai lapisan masyarakat bergerak melawan kezaliman yang sewenang-wenang. Penerapan sistem saat ini telah mengakibatkan kerusakan di segala bidang, dan rakyat menjadi korban. Seperti yang dikutip oleh media online VOA. com, Kamis (22/8/204), Aksi ribuan massa berdemonstrasi di depan kompleks Dewan Perwakilan Rakyat/Majelis Perwakilan Rakyat (DPR/MPR), di kawasan Senayan, Jakarta, menolak revisi Rancangan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) karena akan menganulir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang Pilkada.
Pada hari Selasa, tanggal 20 Agustus 2024, berbagai elemen masyarakat turun ke jalan ikut berdemonstrasi. Mulai dari mahasiswa, rakyat biasa, buruh, hingga sejumlah komika, menuntut pemerintah dan wakil rakyat untuk mematuhi putusan MK. Diberitakan sebelumnya, bahwa MK mengeluarkan putusan yang menyatakan partai politik atau gabungan partai politik peserta Pemilu dapat mendaftarkan pasangan calon kepala daerah meski tidak memiliki kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
Politis yang ingin terus berkuasa sejatinya akan melakukan cara apapun demi melanggengkan kekuasaannya atau menjegal orang lain untuk berkuasa. Meskipun melanggar konstitusi, mereka tidak peduli. Inilah yang terjadi di dunia politik Indonesia sebagaimana UU Pilkada telah direvisi sesuai keinginan elit politik. Bahkan, dilakukan dalam hitungan jam. Rapat digelar sehari setelah keputusan MK keluar. Namun, karena adanya reaksi penolakan dari masyarakat, maka pengesahan RUU ini pun dibatalkan.
Gonta-ganti UU oleh elit politik sejatinya menunjukkan ciri khas sistem kapitalis demokrasi. Sistem ini meletakkan kedaulatan ada di tangan rakyat, artinya rakyatlah yang berhak membuat hukum, tetapi secara praktik pembuatan hukum dilakukan oleh orang-orang yang telah dipilih sebagai wakil rakyat.
Hukum yang dibuat sarat dengan kepentingan. Namun, untuk kepentingan siapa? Tentu saja kepentingan elit politik. Seperti yang terjadi pada UU Pilkada, dulu tidak ada satu pun rakyat yang keberatan penetapan batas usia untuk calon gubernur dan wakilnya. Semua memahami jika ingin mencalonkan diri untuk menjadi gubernur dan wakilnya, maka usia minimal 30 tahun saat pendaftar. Namun sekarang demi kepentingan politik dan nafsu berkuasa, batas usia jadi masalah hingga mencoba mengakali UU Pilkada. Makin hari kapitalisme makin menampakkan wajah aslinya yang buruk.
Maka dari itu, penting adanya peran kelompok dakwah ideologis. Yakni, kelompok yang berfungsi sebagai pelopor, dan membina umat, menyebarkan pemahaman yang benar, serta mempersiapkan masyarakat untuk menjadi penggerak perubahan yang hakiki.
Dalam demokrasi kapitalisme, hukum dibuat oleh manusia, dengan sifatnya yang lemah, terbatas, dan serba kurang. Maka, hukum yang dihasilkannya pun akan lemah pula, serta tidak akan menyelesaikan masalah, bahkan cenderung menimbulkan masalah baru. Jadi, wajar bila hukum akan berganti sesuai kepentingan para penguasa. Inilah bukti cacat hukum yang lahir dari negeri yang mengemban sistem demokrasi kapitalis.
Berbeda dengan sistem Islam kaffah. Di mana kepemimpinan dalam Islam memiliki tujuan untuk menegakkan agama Allah Swt., yakni menerapkan syariat dalam seluruh aspek kehidupan. Dalam Islam pemimpin daerah disebut wali yang memiliki kriteria sesuai hukum syarak. Para wali adalah penguasa dan mereka harus memenuhi syarat sebagaimana penguasa, yaitu laki-laki, muslim balig, berakal, adil, dan memiliki kemampuan. Tidak akan ada perdebatan masalah usia yang penting sudah balig. Semua laki-laki muslim mempunyai kesempatan yang sama untuk menjadi pemimpin, sesuai kriteria syarak.
Amanah penguasa tidaklah mudah, sebagaimana Rasulullah saw., telah mengangkat para wali untuk memimpin berbagai negeri, menetapkan bagi mereka hak memutuskan persengketaan. Rasulullah pun memilih para wali dari orang-orang yang memiliki kemampuan dan kecakapan sehingga layak memegang urusan pemerintahan, orang yang memiliki ilmu dan dikenal ketakwaannya. Beliau memilih dari kalangan orang-orang yang dapat melaksanakan tugas dengan baik dalam urusan yang menjadi wilayah kekuasaan dan dapat menenangkan hati rakyat dengan keimanan dan keagungan negara Islam.
Sulaiman bin Buraidah menuturkan riwayat dari bapaknya yang berkata:
"Rasulullah saw. itu, jika mengangkat seorang Amir pasukan senantiasa berpesan, khususnya kepada mereka, agar bertakwa kepada Allah Swt. dan kepada kaum muslim yang ikut bersamanya agar berbuat baik." (HR.Muslim)
Jelas sudah bahwa negeri ini butuh pemimpin yang beriman, bertakwa, adil dan bijaksana bukan pemimpin yang hanya bernafsu pada kekuatan tapi tidak punya kemampuan. Perlu disadari bahwa pemimpin yang bertakwa tidak lahir dari sistem kufur, melainkan lahir dari sistem Islam kaffah.
Wallahualam bissawab
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.