Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Dinar Alyd Nur Fitri

Ujian Nasional Kembali Dijadikan Penentu Kelulusan: Langkah Maju atau Mundur?

Sekolah | 2025-01-02 22:28:22
Sumber: Pinterest

Isu tentang Ujian Nasional (UN) yang mungkin kembali dijadikan penentu kelulusan siswa kini sedang hangat diperbincangkan. Meskipun belum disahkan, gagasan ini sudah cukup memancing perdebatan di kalangan pendidik, orang tua, dan masyarakat. Pertanyaannya, apakah kita benar-benar siap untuk menghidupkan kembali kebijakan yang berpotensi merugikan banyak siswa? Apakah ini langkah yang tepat untuk memperbaiki kualitas pendidikan, atau malah akan membuat pendidikan Indonesia semakin terpuruk?

Tekanan Psikologis Bagi Siswa

Satu hal yang tidak bisa kita abaikan adalah tekanan psikologis yang ditanggung oleh siswa setiap kali ujian nasional datang. Meski wacana ini masih dalam tahap persiapan, kita harus berhenti sejenak untuk mempertimbangkan: Apakah mengandalkan ujian sebagai penentu kelulusan benar-benar efektif untuk mengukur kemampuan siswa secara menyeluruh?

Siswa, terutama di tahun-tahun terakhir pendidikan mereka, sering kali sudah cukup terbebani oleh tugas-tugas dan tuntutan akademik yang luar biasa. Menambahkan tekanan besar berupa ujian nasional yang menjadi satu-satunya patokan kelulusan tentu bukan pilihan yang bijak. Terlebih lagi, bagaimana jika pada hari ujian siswa tidak dalam kondisi terbaik mereka? Faktor kesehatan mental, kecemasan, atau bahkan masalah pribadi bisa memengaruhi konsentrasi mereka secara drastis.

Kita tak bisa mengukur seluruh potensi seorang siswa hanya lewat ujian yang berlangsung beberapa jam saja. Kita tak bisa mengabaikan kenyataan bahwa banyak siswa, meskipun sudah berjuang mati-matian, tetap tidak bisa meraih hasil yang mereka harapkan hanya karena faktor eksternal yang tidak terkontrol pada hari ujian.

Sudahkah Merata Sistem Pendidikan Saat Ini?

Salah satu isu terbesar yang muncul ketika kita berbicara tentang ujian nasional adalah ketimpangan yang sangat terasa antara siswa di daerah maju dan mereka yang tinggal di daerah terpencil atau kurang berkembang. Siswa di daerah dengan akses pendidikan yang terbatas sering kali terhambat dalam persiapan ujian karena keterbatasan fasilitas dan sumber daya. Jika ujian nasional kembali dijadikan penentu kelulusan, maka ketimpangan ini akan semakin terasa.

Kita harus bertanya pada diri kita sendiri: Apakah kita ingin sistem pendidikan yang semakin memperparah ketidaksetaraan antara daerah? Atau apakah kita ingin sebuah sistem yang lebih adil, yang memberikan kesempatan yang sama bagi setiap siswa untuk berkembang sesuai potensi mereka?

Dampak Terhadap Tekanan Mental Siswa

Tantangan terbesar yang tidak boleh kita abaikan adalah kesehatan mental siswa. Dengan banyaknya tekanan yang mereka hadapi baik dari ujian, tuntutan akademik, maupun permasalahan pribadi menjadikan ujian nasional sebagai penentu kelulusan adalah langkah yang bisa berisiko. Apakah kita benar-benar ingin melihat semakin banyak siswa yang tertekan, cemas, bahkan depresi hanya karena satu ujian yang dianggap sebagai penentu masa depan mereka?

Penting bagi kita untuk menyadari bahwa proses belajar harus lebih dari sekadar ujian akhir. Setiap siswa memiliki cara belajar dan kecepatan yang berbeda. Tidak semuanya bisa menunjukkan kemampuan terbaik mereka dalam format ujian yang ketat dan penuh tekanan. Kesehatan mental siswa seharusnya menjadi prioritas utama dalam setiap kebijakan pendidikan.

Sistem pendidikan yang baik adalah yang dapat mengevaluasi siswa secara menyeluruh, bukan hanya mengandalkan ujian tunggal. Saat ini, ide untuk mengembalikan ujian nasional sebagai penentu kelulusan masih dalam tahap wacana dan persiapan. Namun, ini adalah waktu yang tepat bagi kita untuk mempertanyakan apakah ini langkah yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan pendidikan di Indonesia saat ini. Apakah kita ingin kembali ke pola lama yang menekan atau mencari alternatif yang lebih manusiawi dan lebih memadai untuk mengevaluasi siswa?

Pendidikan haruslah berorientasi pada pembelajaran yang berkelanjutan dan perkembangan individu, bukan sekadar pencapaian angka dalam ujian akhir. Sudah saatnya kita berpikir lebih jauh dan lebih bijak demi menciptakan sistem pendidikan yang lebih inklusif, adil, dan mendukung setiap siswa untuk berkembang sesuai dengan potensi mereka.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image