Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Maryam Sakinah

Saling Bunuh Antaranggota Keluarga, Kenapa?

Agama | 2024-08-30 11:06:14

Makin hari berita pembunuhan sadis antar anggota keluarga makin kerap terjadi. Peristiwa tragis kali ini terjadi di Balikpapan Barat. Pada hari Jumat (23-8-2024), seorang wanita ditemukan tewas dibunuh oleh anaknya. Diduga, pelaku AR mengalami gangguan jiwa. Ia nekat menghabisi nyawa ibunya dengan cara menebas leher menggunakan parang. Setelah melakukan perbuatan kejinya, pelaku kemudian melarikan diri sambil membawa parang. (prokal.co, 24-8-2024)

image credit: https://www.freepik.com/free-vector/sticker-template-with-happy-muslim-family_16253686.htm#from_view=detail_alsolike

 

Kisah tragis berikutnya menimpa seorang bocah bernama Nizam di Pontianak. Bocah tampan berusia 6 tahun ini ditemukan tewas (24). Jenazahnya dimasukkan ke dalam karung. Pelakunya adalah ibu tiri korban. Belum diketahui secara pasti motifnya. Namun, dari hasil prarekonstruksi terungkap bahwa korban sering mengalami penyiksaan berupa tindak kekerasan dari pelaku. (sindonews.com, 24-8-2024)

Rusaknya hubungan kekerabatan ternyata tidak hanya pada hubungan ibu dan anak. Faktanya, sebuah kasus pembunuhan yang terjadi di Cirebon melibatkan hubungan anak dan ayah. Pada tanggal 23-8-2028 lalu, seorang anak tega menghabisi nyawa ayah kandungnya dan melukai adiknya. Motif di balik tindakan keji ini masih belum diketahui secara pasti dan pihak berwenang masih melakukan penyelidikan lebih lanjut. (metronews.com, 24-8-2024)

Menelisik Akar Rusaknya Hubungan Keluarga

Deretan peristiwa di atas tentu sangat memilukan sebab sejatinya sebuah keluarga merupakan “rumah” tempat pulang dan berlindung bagi penghuninya. Akan tetapi, banyak “rumah” telah mengalami kerusakan pilar-pilarnya. Keluarga bukan lagi tempat yang aman bagi orang-orang yang memiliki pertalian darah. Sebaliknya, rumah menjadi tempat terjadinya perilaku kejahatan dari orang-orang terdekat. Sosok-sosok yang seharusnya menjadi pengayomnya.

Fenomena memilukan ini tentu menimbulkan tanya, mengapa manusia hari ini lebih biadab dan brutal? Ke mana pengetahuan dan adab yang didapat saat masih sekolah? Mengapa semua ini terjadi ketika zaman sudah demikian maju?

Dimungkiri atau tidak, senyatanya manusia semakin “liar” saat kebebasan diberikan secara los dol. Bagaimana tidak? Manusia adalah makhluk lemah. Dia tidak bisa mengatur hidupnya sendiri. Manusia butuh aturan hidup dari Zat yang menciptakannya. Namun, propaganda agama sebagai candu dan mengekang kebebasannya, sukses memisahkan agama dari kehidupan. Padahal, tatkala nilai-nilai agama dipisahkan dari kehidupan sehari-hari, saat itulah deretan potret kerusakan berjubel di depan mata. Anehnya, kerusakan itu dinormalisasi dan “dimaklumi”.

Deretan kerusakan itu bahkan terjadi juga di rumah. Kehidupan yang serba individualis mengimbas juga pada hubungan keluarga. Relasi yang dulu erat sesuai pakemnya kini terasa renggang, malah tidak jarang menciptakan jurang permusuhan dan dendam. Kesibukan mengejar materi dan kesuksesan pribadi membuat setiap anggota keluarga, terutama ayah dan ibu melupakan peran utamanya sebagai orang tua, bukan sekadar induk. Mereka pun lalai menjaga keharmonisan keluarga.

Dalam kondisi semacam ini, peran negara sangat dibutuhkan dalam membentuk tatanan sosial, termasuk menciptakan dinamika hubungan keluarga. Ironisnya, alih-alih menjadi pelindung dan penguat institusi keluarga, negara justru sering kali menjadi aktor yang turut andil dalam merusak hubungan antar anggota keluarga. Kegagalan sistem pendidikan, ekonomi, dan politik menjadi bukti nyata dari fenomena ini.

Sistem pendidikan yang seharusnya menjadi landasan pembentukan karakter dan nilai-nilai moral justru sering kali gagal dalam menanamkan pentingnya keluarga. Kurikulum yang terlalu menekankan pada aspek kognitif dan persiapan untuk memasuki dunia kerja membuat siswa kurang memiliki waktu dan kesempatan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan emosional yang diperlukan dalam membangun hubungan yang sehat dengan anggota keluarga.

Penerapan sistem ekonomi kapitalis telah mengubah cara pandang masyarakat terhadap nilai-nilai kehidupan. Kejar-kejaran materi dan kesuksesan pribadi sering kali mengorbankan waktu dan perhatian yang seharusnya diberikan kepada keluarga. Jam kerja yang panjang, tuntutan pekerjaan yang tinggi, serta gaya hidup yang konsumtif membuat anggota keluarga semakin sulit untuk meluangkan waktu bersama. Akibatnya, ikatan emosional antar anggota keluarga menjadi semakin lemah.

Dari sini makin terbukti bahwa kegagalan negara dalam melindungi dan memperkuat institusi keluarga memiliki implikasi yang sangat serius bagi masa depan masyarakat.

Berbeda dengan sistem kehidupan yang meniscayakan pemisahan agama dengan kehidupan hingga menciptakan iklim individualis, Islam menjadikan negara sebagai raa’in, yang akan menjaga fungsi dan peran keluarga. Dalam sebuah hadis, Rasulullah saw., bersabda, “kullukum ra’in wakullukum mas`ulun an raiyyatihi.” Artinya, setiap dari kalian adalah pemimpin dan setiap pemimpin akan ditanya tentang bagaimana kepemimpinannya.

Islam juga memiliki sistem pendidikan berkualitas yang berasaskan akidah Islam. Dengan landasan akidah, niscaya hubungan keluarga tetap harmonis sebab setiap anggota keluarga berinteraksi dalam koridor syariat. Islam memiliki aturan interaksi anak kepada orang tua. Demikian pula hubungan orang tua dengan anak. Negara memastikan syariat ini bisa diterapkan dengan optimal.

Salah satu adab anak pada orang tua termaktub di dalam surah Al Isra ayat 23-24 yang artinya, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah' dan janganlah kamu membentak mereka, dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.”

Di dalam Al-Qur’an juga terdapat tuntunan menjadi orang tua. Salah satunya terdapat di dalam AL-Qur’an surah At-Tahrim ayat ke-6 yang artinya, “Wahai orang-orang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api yang bahan bakarnya adalah manusia-manusia dan batu-batu. Di atasnya malaikat kasar yang keras-keras, tidak mendurhakai Allah menyangkut apa yang Dia perintahkan, dan mereka mengerjakan apa yang diperintahkan”.

Hadirnya negara untuk memastikan diterapkan syariat ini sangat penting. Apalah artinya sebuah aturan bila tidak diterapkan, dikontrol, lalu diberi sanksi bagi pelakunya. Peradaban gemilang Islam selama 13 abad lalu telah membuktikan sistem kehidupan yang baik, minimnya tingkat kriminalitas, dan terpeliharanya hubungan kekeluargaan dengan harmonis.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image