Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image redi liana

Konsekuensi Logis Undang-undang Anti Suap Amerika Serikat Bagi Indonesia

Politik | 2024-08-29 02:15:02
Ilustrasi Suap (Sumber: https://www.wrm.org.uy/bulletin-articles/legal-but-corrupt)

Dengan ditetapkannya Rancangan Undang-Undang Anti Suap Asing oleh Kongres Amerika Serikat (AS), menunjukan bahwa AS sangat serius merespon persoalan korupsi di dunia. Mengingat, sampai saat ini AS masih memiliki keterbatasan dalam upayanya untuk menindak perilaku korupsi dalam hal ini suap ketika perusahaan asal AS diminta memberikan suap kepada pejabat asing tertentu untuk keberlangsungan bisnis perusahaan asal AS tersebut di negara lain.

Hukum yang selama ini ada dan berlaku hanya mengatur bahwa memberikan suap kepada pejabat asing adalah perbuatan pidana, belum mengatur sampai pada hukuman bagi si penerima suap. Celakanya, mayoritas pejabat asing yang menerima dan meminta suap juga lebih sering tidak mendapat hukuman apapun di negara asalanya.

Oleh karena itu, RUU tersebut juga didasarkan pada beberapa penelitian terutama penelitian yang dilakukan oleh Trancparency International (TI) dalam Indeks Persepsi Korupsi/Corruption Perseption Index (CPI), dimana masyarakat di 120 negara menghadapi masalah korupsi serius. Banyak sumber daya yang dicuri oleh pejabat korup secara rutin dari warga negaranya tanpa pernah mendapat hukuman.

Pandangan ini juga disadari AS, dimana saat terjadi skema suap antara perusahaan asal AS dengan pejabat asing, perusahaan AS tersebut menghadapi tanggung jawab serius atas perbuatan demikian, sementara pejabat asing yang menerima suap terbebas dari hukuman, dan menurut AS hal itu sangat tidak adil.

Selain itu, RUU tersebut dimaksudkan sebagai upaya memberikan pelindungan terhadap warga negara AS. Dimana konsekuensi logis dari RUU yang dimaksud adalah tidak hanya pejabat asing saja yang dapat dihukum ketika meminta atau menerima suap, melainkan juga setiap pegawai pemerintah asing, atau pejabat senior saat ini atau sebelumnya dari cabang eksekutif, legisllatif, yudikatif, militer pemerintah asing, bahkan anggota keluarga dan rekan dekat.

Transparency International A.S. bahkan menilai, RUU tersebut akan menjadi alat baru yang ampuh untuk memerangi dan memberantas korupsi di dunia sampai pada akar-akarnya terutama dalam memberikan pelindungan kenyamanan serta keamanan bagi warga AS dan bisnis AS yang ada di luar negeri.

Adanya RUU tersebut bukan berarti tidak terdapat konsekuensi bagi pemerintah Indonesia. Justru memiliki konsekuensi besar terhadap jalannya pemerintahan Indonesia, mengingat sampai dengan tahun 2023, investasi AS di Indonesia menempati peringkat ke 5 sebagai investor terbesar yakni sebanyak USD800 juta. Tepat berada di bawah Jepang (USD 1 miliar). Sumber – Databoks Katadata.

Situasi ini apabila tidak disikapi dengan bijak maka dapat berakibat fatal. Sebagaimana kita ketahui, salah satu perusahaan AS yang cukup besar di Indonesia misalnya, yakni PT. Freeport, beberapa tahun yang lalu sempat terjadi kasus papa minta saham yang menjerat ketua DPR saat itu. Tentu apabila pada waktu tersebut AS sudah memiliki undang-undang anti suap asing, hukuman yang akan diterima bisa lebih dari sekarang, karena tidak hanya hukuman pidana, tetapi juga image Indonesia di dunia internasional.

Disisi lain, Indonesia juga terus menerus menghadapi persoalan minimnya integritas para penyelenggara negara. Hal ini nampak dari Indeks Persepsi Korupsi yang dirilis oleh TI Indonesia misalnya, bahwa skor CPI Indonesia tahun 2023 ada di posisi 34 atau peringkat 115 dari 180 negara. Apabila dibandingkan dengan tahun 2022, maka skornya tetap sama.

Situasi ini menunjukan Indonesia masih menghadapi persoalan integritas yang cukup serius terutama dalam menghadapi persoalan korupsi. Oleh karena itu, ke depan pemerintah Indonesia harus waspada dan lebih meningkatkan kembali budaya integritas terutama bagi para penyelenggara negara.

Mengingat, bukan tidak mungkin dengan besarnya nilai investasi AS di Indonesia, dan ditekennya RUU Anti Suap Asing AS, di kemudian hari ada pejabat tinggi Indonesia terlibat suap dengan perusahaan AS dan terpaksa harus ditindak oleh undang-undang tersebut. Sehingga semakin memperburuk citra Indonesia di mata global, dan berdampak terhadap berbagai macam sektor yang semakin menghambat kemajuan.

Bahkan, lebih jauh dari itu, RUU yang dirancang oleh A.S tersebut memungkinkan bagi pejabat tinggi Indonesia yang sudah tidak lagi menjabat dapat diproses apabila memang terbukti ada hubungannya dengan kasus suap yang terjadi atau terkait dengan kasus yang pernah terjadi saat dirinya masih menjabat.

Dengan apa yang dilakukan oleh pemerintah AS melalui Kongres, menunjukan bagaimana sebagai sebuah negara bangsa, AS serius dalam memberikan pelindungan terhadap warga negaranya terutama dalam rangka melakukan kerja-kerja bisnis di luar negeri. Hal ini tentu memberikan garansi bagi setiap insan pebisnis AS untuk semakin menggeliat dalam melakukan investasi di banyak tempat.

Kondisi demikian harus menjadi catatan penting bagi pemerintah Indonesia, adanya transisi kepemimpoinan yang terjadi baik di level nasional maupun daerah ke depan, harus dijadikan sebagai momentum untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik, terutama dalam hal penegakan dan kepastian hukum guna mewujudkan penyelenggara negara yang lebih memiliki integritas.

Integritas menjadi kunci demi keberlangsungan Indonesia yang lebih maju, lebih baik dan bahkan lebih adil. Mengingat, banyak catatan kritis selama ini mengenai bagaimana proses penegakan hukum di Indonesia begitu serampangan, acap kali dianalogikan sebagai sesuatu yang tumpul ke atas tajam ke bawah.

Berkaitan dengan kepastian hukum, hal ini juga vital untuk segera diwujudkan. Karena pertumbuhan terutama pertumbuhan ekonomi sebuah negara sangat bergantung pada bagaimana adanya kepastian hukum itu sendiri. Dan Indonesia saat ini sangat memerlukan hal tersebut. Mengingat selama satu dekade ke belakang, Indonesia mengalami stagnasi pertumbuhan, yang oleh Bappenas dinilai stagnasi tersebut terjadi karena tidak persoalan regulasi yang tidak pasti. Satu sisi diatur, sisi yang lain tidak di sanksi sama sekali ketika terjadi pelanggaran.

Maka dari itu, sebagai penutup, transisi kepemimpinan yang terjadi jangan lah hanya dijadikan sebagai momentum untuk perbaikan Indonesia melalui jalur formal pemerintahan semata, tetapi juga harus menjadi manifestasi kesadaran kritis bagi kita sebagai sebuah bangsa bahwa nasib Indonesia ada pada kepedulian kita bersama.

Penulis: Redi Liana, Wakil Koordinator Gerakan Berantas Korupsi (Gebrak).

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image