Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image HeryWibowo

Peringatan Dini: Negeri tanpa Ayah (Bagian Tiga)

Gaya Hidup | Tuesday, 27 Aug 2024, 14:54 WIB

Menjadi ayah, dari sejumlah anak, tentu bukan hal yang sederhana dan mudah. Namun, hari ini kita melihat bahwa banyak pihak bermudah-mudah untuk menjadi ayah, atau dengan kata lain nekat menjadi ayah tanpa persiapan yang matang.

Tentu bukan tidak boleh, karena ini merupakan hak setiap manusia ataupun warga negara untuk menikah dan memiliki anak. Namun, yang perlu diingat adalah, apakah sang ayah tersebut sudah mempersiapkan dirinya untuk membangun peradaban masa depan yang baik, sudah mempersiapkan dirinya untuk mampu mencetak putra-putrinya menjadi generasi insan kamil.

Banyak para ayah hari ini yang habis waktunya di pekerjaan, sehingga hanya menyisakan waktu sedikit bagi anak. Sedikit boleh, namun berkualitas. Namun, mirinya, banyak orang tua yang pulang ke rumah, dengan perasaan stres yang terkait dengan pekerjaan kantor, sehingga tiba di rumah langsung mencari "hiburan" untuk meredakan kepusingannya. Menit demi menit waktu yang ada saat anak bertumbuh kembang, hilang perlahan.

Urgesi terus belajar

Ketidaksempurnaan dalam mendidik ataupun membesarkan anak, dapat berakibat fatal bagi masyarakat luas, misalnya lahirnya anak-anak yang kecanduan games online atau bahkan judi online, lahirnya generasi yang buta ahklak dan buta agama, lahirnya pekaku kekerasan dan lain-lain. Padahal setiap orang tua berkewajiban untuk mendidik anak-anaknya dengan baik, seperti telah diamanahkan dalam Qur'an surat at Tahrim ayat 6

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.

Maka, ayat ini jelas merupakan peringatan bagi orang tua (termasuk ayah sebagai kepala keluarga) untuk memperhatikan perhatiannya terhadap anak dan keluaganya. Namun sayangnya, terlalu banyak ayah hari ini yang menjadi ayah tanpa sekolah.

Maka, sejatinya, tidak ada kata terlambat. Proses belajar untuk menjadi ayah, atuapun menjadi orang tua yang baik dapat terus dimulai kapan saja dimana saja. Sepanjang masih diberikan nafas oleh Allah Subhanahu wa ta'ala, para ayah seharusnya dapat meluangkan waktu untuk terus belajar mendidik anak sesuai panduan agama. Mengapa panduan agama? Karena terlalu banyak hari ini ilmu pengasuhan yang tidak berbasis aturan agama.

Banyak bermunculan ilmu tentang manusia yang dibuat berbasis opini manusia (yang tentunya sama-sama memiliki pemahaman yang terbatas tentang apa, siapa dan bagaimanakah manusia itu sebenarnya). Maka, tulisan ini mengajak kita semua untuk mulai menyadari, bahwa semakin berumur, maka semakin perlu mendalami ilmu agama, bagi kemaslahatan kita dan putra-putri kita. Mari mulai memilih bacaan dan sumber literasi yang kita jadikan panduan untuk membangun keluarga dan atau mendidik anak. Pilih dan pilah dengan bijak ragam sumber tersebut, agar diwaktu yang tersisa, kita memiliki pedoman yang baik dan benar dalam mengarahkan mereka sesuai dengan tujuan penciptaannya.

Mari para ayah, hadir dalam keluarga dengan ilmu yang semakin mumpuni. Mari hadir membersamai tumbuh kembang putra-putrinya, karena setiap menit yang disia-siakan akan dapat membelokkan langkah putra-putri kita dari tujuan yang telah ditetapkan, yaitu beribadah kepada Allah Subhanahu wa ta'ala, dan kembali kepada-Nya, dalam keadaan yang diridhoi-Nya. Jangan jadikan negeri ini menjadi negeri tanpa ayah (fatherless country). Mari hadir dan bangun kenangan positif bersama anak, karena itulah hal yang kelak akan diingatnya ketika menghadapi tantangan kehidupan yang semakin dasyat.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Berita Terkait

 

Tulisan Terpilih


Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image