Clock Magic Wand Quran Compass Menu
Image Admin Eviyanti

Kejahatan Anak Kian Marak di Indonesia, Ancaman Serius bagi Generasi Muda

Politik | 2024-09-13 20:19:01

Oleh Ranti Nuarita, S.Sos.

(Aktivis Muslimah)

Kejahatan yang melibatkan anak-anak kian marak terjadi, memicu kekhawatiran di tengah masyarakat. Dalam beberapa bulan terakhir, banyak sekali berita mengenai kasus kekerasan fisik, kekerasan seksual, pencabulan, hingga pembunuhan yang dilakukan oleh anak di bawah umur. Faktor lingkungan, lemahnya pengawasan, dan kemudahan akses terhadap konten negatif menjadi beberapa penyebab utama.

Mengutip dari CNN, Jumat (6/9/2024) Menginformasikan empat remaja di Sukarami, Palembang, Sumatra Selatan, menjadi pelaku pemerkosaan hingga membunuh seorang siswi SMP berinisial AA (13). Menurut informasi Kombes Haryo Sugihhartono selaku Kapolrestabes Palembang menyebutkan jasad korban ditinggalkan keempat pelaku di sebuah kuburan Cina, pada Minggu (1/9/2024) sekitar pukul 13.00 WIB.

Ironisnya berdasarkan hasil pemeriksaan, keempat remaja tersebut mengaku melakukan pemerkosaan itu untuk menyalurkan hasrat mereka usai menonton video porno. Sungguh, potret generasi makin suram adalah realitas hari ini.

Hal ini tampak dari perilaku pelaku yang kecanduan pornografi dan bangga dengan kejahatan yang dilakukannya. Perlu dipahami bahwa terjadinya banyak kasus kejahatan yang dilakukan oleh anak di bawah umur sejatinya lahir dari budaya liberal yang seakan-akan sudah mendarah daging di masyarakat hari.

Seperti yang dikatakan para pelaku, bahwa mereka melakukan hal demikian karena ingin melampiaskan hasrat atau syahwatnya, dan merasa bebas melakukan apa saja bahkan sampai menghilangkan nyawa korban. Inilah bukti kesekian bahwa liberalisme semakin mencengkeram umat.

Kini, makin marak pelaku dari kejahatan seksual yang masih di bawah umur, tentu ini semakin menambah kekhawatiran akan nasib generasi juga bangsa ini di masa depan. Budaya liberal otomatis menjadikan anak-anak bebas melakukan apa saja yang mereka suka. Tidak peduli apakah yang mereka lakukan halal atau haram, membuka pintu kejahatan atau tidak.

Banyak masyarakat mempertanyakan, ke mana orang tuanya? Apakah orang tuanya tidak mendidik anak dengan baik, sehingga anak mereka menjadi pelaku kejahatan luar biasa? Lagi-lagi, persoalannya akibat liberalisasi. Hari ini peran orang tua menjadi mandul, banyak dari mereka tidak mengerti cara pengasuhan yang benar.

Anak-anak terenggut hak hidupnya, tidak menerima edukasi dari dalam rumah karena orang tua sibuk bekerja memenuhi kebutuhan keluarga. Kebutuhan materi seolah-olah menjadi satu-satunya kebutuhan mereka. Padahal, rumah seharusnya menjadi tempat menyemai kasih sayang juga sekolah bagi generasi di mana orang tua memberikan penancapan ilmu bagi anak untuk bisa mengarungi kehidupan.

Sudah menjadi rahasia umum, hari ini orang tua sekadar menyerahkan anak begitu saja pada lembaga pendidikan. Padahal faktanya kebanyakan lembaga pendidikan pada sistem yang mendominasi negara sekarang tidak luput pula dari serangan pemahaman liberal.

Tidak cukup sampai di situ, media pun tidak selamat dari persoalan liberalisasi ini, dan bahkan bisa dikatakan menjadi corong makin mendalamnya budaya liberal diidap generasi. FOMO (fear of missing out) atau latahnya anak-anak muda dalam mengekspresikan kebebasannya dalam segala hal hari ini tidak lepas dari peran media.

Budaya kaum kafir Barat masuk dan dilahap tanpa filter, melalui media sosial yang bisa dikatakan kini tidak bisa terpisahkan dari para generasi muda. Semakin miris, tatkala pemerintah malah menjadi pihak terdepan dalam mengaruskan budaya liberal, lihat saja dalam sejumlah kebijakan.

Misalnya, UU TP-KS yang katanya menjadi payung pelindung anak-anak dari kejahatan seksual. Namun di saat yang sama, UU itu justru menjamin kebebasan bertingkah laku yang merupakan pangkal kejahatan seksual, seperti frasa “sexual consent” yang notabene melindungi perilaku kebebasan, yang artinya membuka peluang semakin masifnya kejahatan seksual.

Tidak ada solusi lain, tentu setelah dipahami dengan jelas bahwa akar masalah dari kejahatan anak ialah liberalisme maka solusinya hanya satu yakni membuang paham tersebut. Setiap elemen harus bekerja sama, bahu-membahu untuk mencabut budaya liberal di tengah umat, terlebih lagi pada generasi muda. Langkah awal tentu dengan menjelaskan kerusakan pemahaman ini pada masyarakat.

Perlu diketahui pula bahwa liberalisme lahir dari ideologi sekularisme yakni sebuah paham yang memisahkan agama dari kehidupan, membuang agama dari benak umat dalam mengatur segala aspek kehidupannya, juga membenarkan setiap perbuatan meski terlarang dalam agama.

Padahal, agama seharusnya menjadi pegangan yang akan menyelamatkan umat manusia dari kerusakan. Allah Swt. berfirman:

“Dan sesungguhnya Kami telah mendatangkan sebuah Kitab (Al-Qur’an) kepada mereka yang Kami telah menjelaskannya atas dasar pengetahuan Kami, menjadi petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (TQS Al-A’raf: 52)

Keluarga dalam aturan Islam punya peran menjadi tempat terpenting dalam mendidik generasi. Peran ibu harus kembali pada syariat yakni yang menjadi pendidik pertama dan utama bagi anak-anak. Sungguh, sejatinya kemuliaan itu dapat diraih oleh ibu yang bersungguh-sungguh mengasuh anak-anaknya, bukan oleh ibu yang menelantarkan anak walaupun memberikan harta atau materi yang banyak.

Peranan yang tak kalah penting adalah peran ayah yang harus giat mencari nafkah, berusaha menjadi teladan yang baik, dan terdepan bagi anak-anaknya. Anak yang hidup penuh dengan kasih sayang orang tuanya dan paham agama, mereka tidak akan membiarkan dirinya melakukan perbuatan kejahatan apa pun bentuknya.

Di sisi lain, tentunya sistem pendidikan atau kurikulum pun wajib terdepan, dibuat dalam rangka menjauhkan generasi dari liberalisme yakni dimulai dari menancapkan akidah sesuai tuntunan Islam –kepada peserta didik–agar mereka tidak kehilangan jati diri mereka sebagai hamba Allah.

Sedari kecil, anak-anak harus sadar akan tujuan hidupnya hanya untuk mencari rida Allah Swt. Menjadi pribadi yang bertakwa dan akhirnya ketakwaan inilah yang bisa mengantarkan mereka menjadi generasi yang berkepribadian Islam, berperilaku sesuai tuntunan syariat.

Mereka akan berpikir sebelum bertindak, juga mampu membedakan perbuatan yang mengundang murka dan yang mendulang pahala. Memahami mana yang haram dan mana yang halal.

Pemerintah, sebagai pemegang kebijakan super power pun memiliki tanggung jawab. Harus menjadi garda terdepan dalam menjaga masyarakat, khususnya generasi muda yang akan melanjutkan estafet kepemimpinan bangsa dari segala marabahaya.

Sekularisme liberalisme adalah bahaya yang harus secepatnya dihilangkan dengan cara revolusioner yakni dengan menerapkan aturan Islam secara menyeluruh dalam sistem pemerintahan untuk segala aspek kehidupan. Setiap kebijakan yang dibuat atau disahkan tidak boleh menyimpang dari ajaran Islam.

Begitu pun sifat sistem sanksi yang ada harus mampu menebus juga menjerakan agar tidak terulang kembali dan pelaku mendapat balasan yang seadil-adilnya atas kejahatan yang diperbuat. Pemerintah pun wajib menjaga suasana keimanan di tengah-tengah masyarakat dengan menerapkan kebijakan juga mengontrol media agar tayangan yang ada jauh dari benih-benih liberalisme.

Tujuannya agar generasi muda dapat fokus menjalankan misi di muka bumi yakni menjadi hamba mulia yang dapat bermanfaat bagi sesamanya. Mereka akan senantiasa mengisi hari-harinya dengan beramal saleh yang pada akhirnya akan mengantarkan pada tingginya peradaban manusia.

Wallahualam bissawab.

Disclaimer

Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.

Copyright © 2022 Retizen.id All Right Reserved

× Image