Hamas dan Fatah Bersatu, Awal Resolusi Kemerdekaan Palestina?
Agama | 2024-08-27 00:47:09Baru ini diberitakan pertemuan antara faksi-faksi yang ada di Palestina termasuk di dalamnya Hamas dan Fatah sebagai dua faksi terbesar yang menguasai wilayah regional Palestina di Beijing, hal ini berkaitan dengan penandatanganan rekonsiliasi yang di inisiasi oleh Pemerintah China yang diwakili oleh Menteri Luar Negeri China, Wang Yi. Perjanjian ini dikenal dengan Deklarasi Beijing. Sebelumnya, pada tahun 2007 juga pernah dilakukan perjanjian oleh Fatah-Hamas di kota Mekkah yang menghasilkan kesepakatan penghentian konfrontasi militer internal di Jalur Gaza serta pembentukan pemerintahan persatuan nasional.
Bagi pemerintah China melakukan mediasi terhadap kedua faksi politik ini bukan suatu hal yang baru, sebelumnya peran pemerintah pernah melakukan upaya mediasi terhadap 2 negara Timur Tengah yakni antara Arab Saudi dengan Iran yang sudah bermusuhan hampir 7 Tahun. Dari pertemuan multilateral itu, dihasilkan perjanjian yang menyepakati untuk membuka kembali hubungan diplomatik kedua negara.
Hamas dan Fatah, dalam konteks ini sebagai faksi politik terbesar di Palestina. Hamas yang memiliki kontrol penuh atas wilayah Jalur Gaza sedang Fatah mendominasi wilayah Tepi Barat. Hal mendasar yang menyebabkan konflik ini terjadi setelah Fatah menolak hasil pemilihan umum 2006 di Palestinian National Authority (PNA). Walaupun kedua faksi besar ini memiliki cita-cita yang sama yaitu membangun negara Palestina, akan tetapi keduanya memiliki perbedaan sikap terhadap Israel. Hamas memandang bahwa menghadapi Israel ini dengan cara melakukan konfrontasi melalui perlawanan lewat sayap militernya yaitu Brigade Al-Qassam. Tentu ini berbeda dengan sikap Fatah dalam mengatasi krisis Palestina dan Israel dengan jalur negosiasi dan diplomasi. Perbedaan sikap yang mencolok ini tentunya apa yang di cita-citakan dengan kemerdekaan Palestina ini masih teramat jauh.
Menanggapi dengan rekonsiliasi yang terjadi di Beijing antara Hamas dan Fatah serta beberapa faksi Palestina lainnya, Pemerintah Israel memberikan respon keras terhadap langkah Hamas dan Fatah yang menyepakati pembentukan pemerintahan rekonsiliasi atas pemerintahan di Jalur Gaza usai perang dengan Israel berakhir nantinya. Dilansir dari AFP, Selasa (23/7/2024), penegasan itu disampaikan oleh Menteri Luar Negeri Israel, Israel Katz, yang mengkritik Presiden Mahmoud Abbas yang disebutnya “merangkul para pembunuh dan pemerkosa dari Hamas”. Disebutkan via media sosial X, Israel katz memberi pernyataan “Hamas dan Fatah menandatangani perjanjian di China untuk kekuasaan bersama atas Gaza setelah perang. Bukannya menolak terorisme, Mahmoud Abbas malah merangkul para pembunuh dan pemerkosa Hamas, mengungkapkan wajah aslinya,” sebut Katz.
Perlu juga pada akhirnya, melihat respon dari Negeri Paman SAM yang dimana sebagai pendukung utama Israel di kawasan Timur Tengah. Opini penulis, secara geopolitik tentunya pemerintah China tidak hanya bertujuan untuk melakukan mediasi antara Hamas dan Fatah saja, menilik lebih jauh peran China disini juga menjadi legitimasi peranan Amerika yang selalu mendominasi pihak Israel dalam perhelatan konflik di Timur Tengah yang dinilai bias dan tidak pernah ada titik temu. Terlebih lagi, pergolakan pemilu Amerika yang masih berlangsung perlu disoroti, kedepannya pemimpin yang terpilih dari Negara Adidaya tersebut sudah tentu mempunyai kebijakan luar negeri tersendiri dalam menangani konflik Timur Tengah yang tak berkesudahan. Sebagai contoh kebijakan luar negeri Presiden ke-45 Amerika Serikat, Donald Trump, di tahun 2017 yang menyatakan bahwa Yerusalem merupakan Ibukota Israel dan memerintahkan pemindahan Kedutaan Besar Amerika Serikat yang semula di Tel-Aviv beralih ke Yerusalem. Apakah konflik ini akan segera usai? Entahlah. Mari kita lihat siapa pemenang pemilu Amerika Serikat nantinya.
Dengan terciptanya rekonsiliasi damai antara Hamas dan Fatah yang dimotorik oleh Pemerintah China menjadi babak baru dari keberlangsungan “Negara Palestina” yang selama ini “dijajah” oleh Israel. Harapannya konflik yang sudah berlangsung lama dari tahun 1948 ini bisa segera di atasi oleh Masyarakat Internasional, khususnya Dewan Keamanan PBB sehingga terwujudnya Negara Palestina yang sepenuhnya damai, merdeka, dan berdaulat.
Disclaimer
Retizen adalah Blog Republika Netizen untuk menyampaikan gagasan, informasi, dan pemikiran terkait berbagai hal. Semua pengisi Blog Retizen atau Retizener bertanggung jawab penuh atas isi, foto, gambar, video, dan grafik yang dibuat dan dipublished di Blog Retizen. Retizener dalam menulis konten harus memenuhi kaidah dan hukum yang berlaku (UU Pers, UU ITE, dan KUHP). Konten yang ditulis juga harus memenuhi prinsip Jurnalistik meliputi faktual, valid, verifikasi, cek dan ricek serta kredibel.